Saturday 24 August 2024

Cerpen Satmoko Budi Santoso

Cerpen Satmoko Budi Santoso


(Kedaulatan Rakyat, 23 Februari 2024)


KARMIN lagi-lagi cemberut. Dirinya kembali merasa sebagai orang yang paling sial sekampung. Penyebabnya sederhana, tiap kali ada bagi-bagi jatah Bantuan Sosial atau Bansos, dirinya selalu kelewatan.


Padahal, dirinya juga berkategori miskin. Buktinya, misalnya, rumahnya yang biasa saja. Belum dikeramik, listrik juga masih golongan paling rendah. Pekerjaannya juga masih serabutan.


Jika malam tiba dirinya juga hanya bisa merutuki nasib. Terlihat istrinya juga cemberut setiap kali kelewatan tidak menerima Bansos. Anak kecil mereka juga tampak tak terurus.


Karmin memang warga biasa saja. Bergaul juga biasa saja. Saat kelewatan tak menerima Bansos juga tak mampu protes.


Sebenarnya banyak warga lain mendorong dirinya untuk protes. Setidaknya menyampaikan pada Ketua RT dan Kepala Dusun. Tapi, hal itu pun tak mau dilakukannya.


Pak RT dan Kepala Dusun juga sepertinya pura-pura tak mau tahu. Biasalah, begitulah kehidupan warga desa. Begitulah rupa-rupa dinamikanya.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin membawa seplastik Bansos, maka Karmin hanya bisa memandang sambil ngiler.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin menenteng lebih dari satu plastik Bansos, Karmin hanya melihat sambil melongo.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin tertawa ngakak, riang gembira mendapat Bansos, Karmin hanya menitikkan air mata. Hanya ada satu orang saja bernama Karmin yang pikiran dan perasaannya tercabik-cabik setiap kali musim Bansos tiba.


Warga sekampung juga seperti tak peduli jika setiap hari keluarga Karmin bisa makan atau tidak. Memang makin elok kehidupan warga zaman sekarang di era ponsel. Banyak orang seperti makin tak peduli antara satu dengan yang lain.


Saat Karmin sakit saja orang kampung peduli, tapi soal Bansos Karmin harus berjuang setengah mati agar diakui sebagai orang miskin. Karena merasa dikucilkan warga kampung, Karmin pernah mau transmigrasi. Tapi, rencana itu gagal total. Istrinya tak setuju. Alasannya lebih senang di kampung halaman meskipun miskin bukan kepalang.


Hari-hari Karmin dan keluarganya adalah hari-hari pasrah. Karmin sudah malas mengurus segala hal terkait pengakuan sebagai orang miskin. la merasa harusnya pejabat kampunglah yang lebih peduli. Tidak usah menyodorkan diri juga sudah tahu bahwa dirinya jelas orang miskin.


Kadang-kadang Karmin berpikir, memang aneh karakter orang Jawa. Bisa saja pura- pura tidak tahu. Tapi, begitulah yang harus ia jalani. Bertemu dengan banyak orang yang halus, lugu, dan santai, namun bisa juga diam-diam buas.


Kadang-kadang Karmin juga berpikir, tak layak menyesali nasib, maka lebih baik ia menerima saja dengan lapang hati. Sembari terus bekerja dan tidak mengharap lagi Bansos tiba di tangannya.


Sampai suatu hari, karena rajin bekerja keras, Karmin justru mampu menyantuni banyak warga kampung, termasuk Pak RT dan Kepala Dusun. Keduanya masih saja mau menerima hibah harta Karmin yang sudah melimpah ruah.


"Terima kasih, Mas Karmin. Masih ingat sama saya," kata Pak RT.


"Terima kasih juga, Mas Karmin. Masih mau peduli dan memberi saya," ujar Pak Kepala Dusun.


"Ya, Pak. Orang Jawa memang harus saling tolong-menolong," tukas Karmin kepada keduanya. 


Yogyakarta, Februari 2024


*) Satmoko Budi Santoso, tinggal di Yogyakarta.



Jawab pertanyaan berikut ini berdasarkan cerita tersebut!


1. Jelaskan latar belakang sejarah yang menjadi konteks dalam cerpen "Bansos" karya Satmoko Budi Santoso!


2. Bagaimana penulis menggambarkan situasi sosial dan politik dalam cerpen "Bansos"? Berikan contoh konkret dari teks!


3. Identifikasi dan analisis karakter utama dalam cerpen "Bansos". Bagaimana penulis mengembangkan karakter tersebut sepanjang cerita?


4. Apa tema utama yang diangkat dalam cerpen "Bansos"? Jelaskan bagaimana tema tersebut tercermin dalam alur cerita!


5. Bagaimana konflik dalam cerpen "Bansos" berkembang, dan apa penyebab utamanya? Jelaskan dengan mengutip bagian-bagian dari teks!


6. Ceritakan peristiwa penting yang menjadi titik balik dalam cerpen "Bansos". Mengapa peristiwa tersebut dianggap penting dalam alur cerita?


7. Bagaimana penulis menggunakan simbolisme dalam cerpen "Bansos"? Sebutkan simbol-simbol yang digunakan dan artinya dalam konteks cerita!


8. Analisis gaya bahasa yang digunakan oleh Satmoko Budi Santoso dalam cerpen "Bansos". Bagaimana gaya bahasa tersebut mempengaruhi suasana dan pesan cerita?


9. Bagaimana akhir cerita cerpen "Bansos"? Apakah akhir tersebut memuaskan atau mengejutkan? Jelaskan alasan Anda!


10. Diskusikan pesan moral atau kritik sosial yang disampaikan oleh penulis melalui cerpen "Bansos". Bagaimana cerpen ini relevan dengan situasi sosial atau politik saat ini?


Wednesday 14 August 2024

Sebutkan 3 sikap menjaga NKRI di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat!

 1. Sebutkan 3 sikap menjaga NKRI di lingkungan keluarga! 


2. Sebutkan 3 sikap menjaga NKRI di lingkungan sekolah! 


3. Sebutkan 3 sikap menjaga NKRI di lingkungan masyarakat!



Berikut adalah tiga sikap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di berbagai lingkungan:

1. Di Lingkungan Keluarga:
   - Menghormati Perbedaan: Menanamkan sikap saling menghormati perbedaan suku, agama, dan budaya di dalam keluarga.
   - **Menjaga Persatuan:** Membangun komunikasi yang baik dan harmonis antar anggota keluarga untuk menjaga keharmonisan dan persatuan keluarga.
   - **Menghargai Nilai-nilai Pancasila:** Mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti gotong royong dan toleransi.

2. **Di Lingkungan Sekolah:**
   - **Menjaga Kerukunan:** Membina sikap saling menghargai antar teman sekolah yang berbeda latar belakang, baik dari segi suku, agama, maupun budaya.
   - **Berpartisipasi dalam Kegiatan Kebangsaan:** Aktif mengikuti upacara bendera dan kegiatan lain yang menumbuhkan rasa cinta tanah air.
   - **Belajar dengan Tekun:** Menjaga prestasi akademik dan non-akademik sebagai bentuk kontribusi untuk kemajuan bangsa.

3. **Di Lingkungan Masyarakat:**
   - **Berperan Aktif dalam Gotong Royong:** Ikut serta dalam kegiatan gotong royong dan kegiatan sosial lainnya yang bertujuan untuk memperkuat kebersamaan di masyarakat.
   - **Menjaga Ketertiban dan Keamanan:** Mematuhi peraturan yang berlaku dan berkontribusi dalam menjaga keamanan lingkungan.
   - **Menghormati Keberagaman:** Menghargai perbedaan budaya, agama, dan tradisi yang ada di masyarakat, serta tidak melakukan diskriminasi.

Wednesday 7 August 2024

Bansos Cerpen Satmoko Budi Santoso


Cerpen Satmoko Budi Santoso


(Kedaulatan Rakyat, 23 Februari 2024)


KARMIN lagi-lagi cemberut. Dirinya kembali merasa sebagai orang yang paling sial sekampung. Penyebabnya sederhana, tiap kali ada bagi-bagi jatah Bantuan Sosial atau Bansos, dirinya selalu kelewatan.


Padahal, dirinya juga berkategori miskin. Buktinya, misalnya, rumahnya yang biasa saja. Belum dikeramik, listrik juga masih golongan paling rendah. Pekerjaannya juga masih serabutan.


Jika malam tiba dirinya juga hanya bisa merutuki nasib. Terlihat istrinya juga cemberut setiap kali kelewatan tidak menerima Bansos. Anak kecil mereka juga tampak tak terurus.


Karmin memang warga biasa saja. Bergaul juga biasa saja. Saat kelewatan tak menerima Bansos juga tak mampu protes.


Sebenarnya banyak warga lain mendorong dirinya untuk protes. Setidaknya menyampaikan pada Ketua RT dan Kepala Dusun. Tapi, hal itu pun tak mau dilakukannya.


Pak RT dan Kepala Dusun juga sepertinya pura-pura tak mau tahu. Biasalah, begitulah kehidupan warga desa. Begitulah rupa-rupa dinamikanya.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin membawa seplastik Bansos, maka Karmin hanya bisa memandang sambil ngiler.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin menenteng lebih dari satu plastik Bansos, Karmin hanya melihat sambil melongo.


Jika ada warga kampung lewat di depan rumah Karmin tertawa ngakak, riang gembira mendapat Bansos, Karmin hanya menitikkan air mata. Hanya ada satu orang saja bernama Karmin yang pikiran dan perasaannya tercabik-cabik setiap kali musim Bansos tiba.


Warga sekampung juga seperti tak peduli jika setiap hari keluarga Karmin bisa makan atau tidak. Memang makin elok kehidupan warga zaman sekarang di era ponsel. Banyak orang seperti makin tak peduli antara satu dengan yang lain.


Saat Karmin sakit saja orang kampung peduli, tapi soal Bansos Karmin harus berjuang setengah mati agar diakui sebagai orang miskin. Karena merasa dikucilkan warga kampung, Karmin pernah mau transmigrasi. Tapi, rencana itu gagal total. Istrinya tak setuju. Alasannya lebih senang di kampung halaman meskipun miskin bukan kepalang.


Hari-hari Karmin dan keluarganya adalah hari-hari pasrah. Karmin sudah malas mengurus segala hal terkait pengakuan sebagai orang miskin. la merasa harusnya pejabat kampunglah yang lebih peduli. Tidak usah menyodorkan diri juga sudah tahu bahwa dirinya jelas orang miskin.


Kadang-kadang Karmin berpikir, memang aneh karakter orang Jawa. Bisa saja pura- pura tidak tahu. Tapi, begitulah yang harus ia jalani. Bertemu dengan banyak orang yang halus, lugu, dan santai, namun bisa juga diam-diam buas.


Kadang-kadang Karmin juga berpikir, tak layak menyesali nasib, maka lebih baik ia menerima saja dengan lapang hati. Sembari terus bekerja dan tidak mengharap lagi Bansos tiba di tangannya.


Sampai suatu hari, karena rajin bekerja keras, Karmin justru mampu menyantuni banyak warga kampung, termasuk Pak RT dan Kepala Dusun. Keduanya masih saja mau menerima hibah harta Karmin yang sudah melimpah ruah.


"Terima kasih, Mas Karmin. Masih ingat sama saya," kata Pak RT.


"Terima kasih juga, Mas Karmin. Masih mau peduli dan memberi saya," ujar Pak Kepala Dusun.


"Ya, Pak. Orang Jawa memang harus saling tolong-menolong," tukas Karmin kepada keduanya. 


Yogyakarta, Februari 2024


*) Satmoko Budi Santoso, tinggal di Yogyakarta.



Jawab pertanyaan berikut ini berdasarkan cerita tersebut!


1. Jelaskan latar belakang sejarah yang menjadi konteks dalam cerpen "Bansos" karya Satmoko Budi Santoso!


2. Bagaimana penulis menggambarkan situasi sosial dan politik dalam cerpen "Bansos"? Berikan contoh konkret dari teks!


3. Identifikasi dan analisis karakter utama dalam cerpen "Bansos". Bagaimana penulis mengembangkan karakter tersebut sepanjang cerita?


4. Apa tema utama yang diangkat dalam cerpen "Bansos"? Jelaskan bagaimana tema tersebut tercermin dalam alur cerita!


5. Bagaimana konflik dalam cerpen "Bansos" berkembang, dan apa penyebab utamanya? Jelaskan dengan mengutip bagian-bagian dari teks!


6. Ceritakan peristiwa penting yang menjadi titik balik dalam cerpen "Bansos". Mengapa peristiwa tersebut dianggap penting dalam alur cerita?


7. Bagaimana penulis menggunakan simbolisme dalam cerpen "Bansos"? Sebutkan simbol-simbol yang digunakan dan artinya dalam konteks cerita!


8. Analisis gaya bahasa yang digunakan oleh Satmoko Budi Santoso dalam cerpen "Bansos". Bagaimana gaya bahasa tersebut mempengaruhi suasana dan pesan cerita?


9. Bagaimana akhir cerita cerpen "Bansos"? Apakah akhir tersebut memuaskan atau mengejutkan? Jelaskan alasan Anda!


10. Diskusikan pesan moral atau kritik sosial yang disampaikan oleh penulis melalui cerpen "Bansos". Bagaimana cerpen ini relevan dengan situasi sosial atau politik saat ini?


Friday 26 July 2024

Sinopsis Film Geostorm (2017)

 Sinopsis Film Geostorm (2017)


Film "Geostorm" dibuka dengan pengenalan teknologi revolusioner yang dikembangkan untuk mengendalikan cuaca global, setelah serangkaian bencana alam dahsyat melanda planet ini. Sistem ini, yang dikenal sebagai "Dutch Boy," terdiri dari ribuan satelit yang bekerja sama untuk mengendalikan cuaca dan mencegah bencana alam. Sistem ini dirancang dan diawasi oleh ilmuwan brilian, Jake Lawson (Gerard Butler), yang bekerja untuk pemerintah Amerika Serikat.

Link ke Video YouTube


Awal Cerita:

Jake Lawson menghadapi masalah profesional dan pribadi. Dia dipanggil ke hadapan sebuah komite Senat untuk menjawab pertanyaan tentang sistem Dutch Boy dan kegagalannya baru-baru ini. Sikapnya yang arogan membuatnya kehilangan pekerjaan, dan tanggung jawab atas Dutch Boy diserahkan kepada adiknya, Max Lawson (Jim Sturgess).

Tiga tahun kemudian, terjadi insiden aneh di Afghanistan di mana sebuah desa beku secara tiba-tiba. Satelit yang seharusnya mengontrol area tersebut tidak berfungsi dengan benar, menyebabkan cuaca yang ekstrem. Max, yang sekarang memimpin tim Dutch Boy, dipanggil oleh Presiden AS Andrew Palma (Andy Garcia) untuk menyelidiki masalah ini. Max meminta bantuan Jake untuk memperbaiki sistem satelit dan mengatasi masalah ini.

Perjalanan ke Stasiun Luar Angkasa:

Jake setuju untuk kembali bekerja dan berangkat ke stasiun luar angkasa internasional yang menjadi pusat pengendalian Dutch Boy. Di sana, Jake bertemu dengan tim internasional yang mengelola satelit. Bersama-sama, mereka mulai menyelidiki penyebab kerusakan dan menemukan bahwa sistem Dutch Boy telah diretas.

Konspirasi Terungkap:

Saat investigasi berlangsung, Jake menemukan bahwa kerusakan pada sistem Dutch Boy bukanlah kecelakaan, melainkan hasil dari sabotase yang disengaja. Max, yang berada di Bumi, juga menyelidiki konspirasi ini dan menemukan bahwa Leonard Dekkom (Ed Harris), Menteri Luar Negeri AS, berencana menggunakan Dutch Boy sebagai senjata untuk menciptakan bencana alam global yang akan menghancurkan musuh-musuh Amerika dan memungkinkan Dekkom untuk mengambil alih kekuasaan.

Menyelamatkan Dunia:

Jake dan timnya di stasiun luar angkasa berusaha keras untuk memperbaiki satelit yang rusak dan menghentikan Geostorm—sebuah badai global yang dapat menghancurkan dunia. Di Bumi, Max bekerja sama dengan Sarah Wilson (Abbie Cornish), agen Secret Service yang juga pacarnya, untuk menggagalkan rencana Dekkom.

Saat waktu semakin mendesak, Jake menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan Geostorm adalah dengan mereset seluruh sistem Dutch Boy. Namun, ini hanya bisa dilakukan secara manual dari dalam stasiun luar angkasa. Jake memutuskan untuk mengorbankan dirinya demi menyelamatkan dunia. 

Klimaks dan Akhir Cerita:

Max berhasil mengungkap konspirasi Dekkom dan menyelamatkan Presiden Palma. Jake berhasil mereset sistem dan menghentikan Geostorm tepat pada waktunya, tetapi ia terjebak di stasiun luar angkasa yang mulai hancur. Namun, pada saat-saat terakhir, Jake diselamatkan oleh Ute Fassbinder (Alexandra Maria Lara), rekan kerjanya di stasiun luar angkasa.



Film berakhir dengan Jake dan Max yang telah berdamai dan dunia yang kembali aman dari ancaman Geostorm. Sistem Dutch Boy direstrukturisasi untuk mencegah penyalahgunaan di masa depan, dan umat manusia belajar pentingnya bekerja sama untuk melindungi planet mereka.

https://youtu.be/KGdxv5a123A?si=7m2oJahiJxRLNb59


Film "Geostorm" mengajarkan kita bahwa tindakan bijaksana dan kerjasama global sangat penting untuk mengatasi ancaman besar dan melindungi keselamatan umat manusia.

#Sinopsis_Film_Geostorm (2017)

Saturday 25 May 2024

Matahari dalam Cakrawala Puisi: Analisis Unsur Fisik dan Batin

 


SAJAK MATAHARI

(WS Rendra)

 

Matahari bangkit dari sanubariku.

Menyentuh permukaan samodra raya.

Matahari keluar dari mulutku,

menjadi pelangi di cakrawala.

 

Wajahmu keluar dari jidatku,

wahai kamu, wanita miskin !

kakimu terbenam di dalam lumpur.

Kamu harapkan beras seperempat gantang,

dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

 

Satu juta lelaki gundul

keluar dari hutan belantara,

tubuh mereka terbalut lumpur

dan kepala mereka berkilatan

memantulkan cahaya matahari.

Mata mereka menyala

tubuh mereka menjadi bara

dan mereka membakar dunia.

 

Matahari adalah cakra jingga

yang dilepas tangan Sang Krishna.

Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,

ya, umat manusia !

 

 

Matahari dalam Cakrawala Puisi: Analisis Unsur Fisik dan Batin

Puisi "Matahari" karya WS Rendra menggambarkan kekuatan simbolis matahari sebagai metafora yang dalam dan kompleks. Dalam analisis ini, kita akan membahas unsur fisik dan batin yang menyertai penyajian puisi ini, menjelaskan bagaimana Rendra memanfaatkan gambaran fisik matahari untuk menggambarkan realitas sosial dan batin manusia.

 

Unsur Fisik Matahari dalam Puisi:

 

Rendra menggunakan gambaran fisik matahari secara konkret, seperti saat matahari bangkit dari sanubari atau ketika menyentuh permukaan samudra raya. Ini menciptakan citra yang kuat dan visual dalam pikiran pembaca, membangkitkan gambaran matahari sebagai sumber cahaya dan kehidupan.

 

Unsur Batin Matahari dalam Puisi:

 

Namun, di balik gambaran fisik tersebut, Rendra menyelipkan unsur batin yang mendalam. Matahari tidak hanya menjadi sumber cahaya fisik, tetapi juga melambangkan kebangkitan semangat dan harapan. Ketika matahari keluar dari mulut penyair dan menjadi pelangi, ini mencerminkan harapan dan keajaiban yang datang dari dalam diri manusia.

 

Analisis Unsur Fisik dan Batin:

 

1. Matahari sebagai Kekuatan Fisik dan Simbol Batin:

   - Secara fisik, matahari adalah sumber cahaya dan kehangatan yang vital bagi kehidupan di bumi.

   - Secara simbolis, matahari melambangkan kekuatan, kebangkitan, dan harapan. Ini mencerminkan aspek batin manusia yang mencari arti dan tujuan dalam kehidupan.

 

2. Gambaran Wanita Miskin dan Lelaki Gundul:

   - Penyair menggambarkan wanita miskin yang terjebak dalam lumpur, menciptakan citra penderitaan dan ketidakadilan sosial.

   - Lelaki gundul yang keluar dari hutan belantara dengan tubuh berbalut lumpur mencerminkan kekuatan rakyat yang bangkit melawan ketidakadilan.

 

3. Kontras antara Kekuatan dan Penderitaan:

   - Kontras antara gambaran matahari yang kuat dan penuh harapan dengan penderitaan wanita miskin dan lelaki gundul menyoroti ketidakadilan sosial dan perjuangan manusia untuk mencari keadilan dan martabat.

 

4. Peran Krishna dan Umat Manusia:

   - Krishna sebagai simbol agama dan spiritualitas, mencerminkan peran kepercayaan dalam membimbing manusia dalam menghadapi tantangan hidup.

   - Umat manusia dihadapkan pada pilihan rahmat atau kutukan dari matahari, menyoroti kompleksitas hidup manusia dalam mencari jalan kebahagiaan dan kedamaian.

 

Kesimpulan:

 

Puisi "Matahari" karya WS Rendra menghadirkan gambaran fisik dan batin yang kaya akan makna. Matahari bukan hanya sebuah objek langit, tetapi juga simbol kekuatan, harapan, dan kontras sosial. Dengan menggunakan gambaran fisik matahari sebagai titik tolak, Rendra berhasil mengeksplorasi kompleksitas manusia dalam menghadapi realitas sosial dan batiniah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran matahari sebagai cakra jingga, yang bisa menjadi rahmat atau kutukan bagi umat manusia, tergantung pada bagaimana manusia memahaminya dan bertindak di dalam kehidupan sehari-hari.

Monday 26 February 2024

Menguasai Emosi: Kunci Mengelola Kemarahan dan Kesabaran


Kemarahan adalah salah satu emosi dasar manusia yang bisa melanda siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Namun, apa yang membedakan antara orang yang bijak dan yang tidak adalah bagaimana mereka mengelola emosi tersebut. Paul Ekman, seorang ahli kejiwaan terkemuka, mengidentifikasi enam jenis emosi dasar, termasuk marah, yang muncul secara alami pada manusia. Namun, menjadi marah bukanlah masalah besar, tetapi bagaimana kita bereaksi dan mengendalikannya yang menjadi kunci.


Orang yang mudah marah seringkali sulit mengendalikan kemarahannya. Saat emosi ini meluap, ada risiko besar bahwa kita akan melakukan atau mengatakan sesuatu yang kemudian akan disesali. Namun, penting untuk diingat bahwa marah hanyalah salah satu dari banyak emosi yang kita alami sehari-hari. Emosi lain seperti kecewa, sedih, takut, atau jijik juga merupakan bagian alami dari kemanusiaan kita.


Menjadi dewasa dalam menghadapi emosi berarti memiliki kontrol diri yang kuat. Itu berarti tidak mudah terpancing untuk bereaksi secara berlebihan terhadap komentar atau situasi yang memicu emosi negatif, bahkan saat bersama teman dekat. Misalnya, jika seseorang menggoda tentang berat badan Anda, reaksi terbaik bukanlah dengan marah tak terkendali. Sebaliknya, itu adalah kesempatan untuk menunjukkan kedewasaan dengan tidak memperbesar masalah tersebut.


Menguasai emosi adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental dan hubungan antarmanusia yang baik. Itu tidak berarti kita harus menekan emosi kita, tetapi belajar untuk mengenali, memahami, dan mengelolanya dengan bijak. Berlatih teknik-teknik seperti bernapas dalam-dalam, berolahraga, atau mencari bantuan profesional adalah langkah-langkah yang bisa membantu kita dalam mengendalikan emosi negatif seperti kemarahan.


Jadi, mari kita buktikan kedewasaan kita dengan tidak mudah terpancing emosi, terutama marah. Sebaliknya, hadapi tantangan dengan kepala dingin dan pikiran yang tenang. Ingatlah, menjadi pribadi yang dewasa bukanlah tentang tidak pernah marah, tetapi tentang bagaimana kita mengelola dan merespons emosi tersebut dengan bijak.

Tuesday 2 January 2024

Analisis Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

 Ronggeng Dukuh Paruk

Karya Ahmad Tohari



Sepang burung bangau melayang meniti angin berputar-putar tinggi di langit. Tanpa sekali pun mengepak sayap, mereka mengapung berjam-jam lamanya. Suaranya melengking seperti keluhan panjang. Kedua unggas itu telah melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air. Telah lama mereka merindukan amparan lumpur tempat mereka mencari mangsa; katak, ikan, udang atau serangga air lainnya.


Namun kemarau belum usai. Ribuan hektare sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan menemukan genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, mati. Yang menjadi bercak-bercak hijau di sana-sini adalah kerokot, sajian alam bagi berbagai jenis belalang dan jangkrik. Tumbuhan jenis kaktus ini justru hanya muncul di sawah sewaktu kemarau berjaya.


Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya. Di belakangnya, seekor alap-alap mengejar dengan kecepatan berlebih. Udara yang ditempuh kedua binatang ini membuat suara desau. Jerit pipit kecil itu terdengar ketika paruh alap-alap menggigit kepalanya. Bulu-bulu halus beterbangan. Pembunuhan terjadi di udara yang lengang, di atas Dukuh Paruk.


Angin tenggara bertiup. Kering. Pucuk-pucuk pohon di pedukuhan sempit itu bergoyang. Daun Kering Pucuk-pung kering jatuh. Gemersik rumpun bambu. Berderit baling-baling bambu yang dipasang anak gembala di tepian Dukuh Paruk. Layang-layang yang terbuat dari daun gadung meluncur naik. Kicau beranjangan mendaulat kelengangan langit di atas Dukuh Paruk.


Udara panas berbulan-bulan mengeringkan berjenis biji-bijian. Buah randu telah menghitam kulitnya, pecah menjadi tiga juring. Bersama tiupan angin terburai gumpalan-gumpalan kapuk. Setiap gumpal kapuk mengandung biji masak yang siap tumbuh pada tempat ia hinggap di bumi. Demikian kearifan alam mengatur agar pohon randu baru tidak tumbuh berdekatan dengan biangnya.


Pohon dadap memilih cara yang hampir sama bagi penyebaran jenisnya. Biji dadap yang telah tua menggunakan kulit polongnya untuk terbang sebagai baling-baling. Bila angin berembus, tampak seperti ratusan kupu terbang menuruti arah angin meninggalkan pohon dadap. Kalau tidak terganggu oleh anak-anak Dukuh Paruk, biji dadap itu akan tumbuh di tempat yang jauh dari induknya. Begitu perintah alam.


Dari tempatnya yang tinggi kedua burung bangau itu melihat Dukuh Paruk sebagai sebuah gerumbul kecil di tengah padang yang amat luas. Dengan daerah pemukiman terdekat, Dukuh Paruk hanya dihubungkan oleh jaringan pematang sawah, hampir dua kilometer panjangnya. Dukuh Paruk, kecil dan menyendiri. Dukuh Paruk yang menciptakan kehidupannya sendiri.


Dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang- orang seketurunan. Konon, moyang semua orang Dukuh Paruk adalah Ki Secamenggala, seorang bromocorah yang sengaja mencari daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberandalannya. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya.


Semua orang Dukuh Paruk tahu Ki Secamenggala, moyang mereka, dahulu menjadi musuh kehidupan masyarakat. Tetapi mereka memujanya. Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka. Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki Secamenggala membuktikan polah-tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat di sana.


Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah-payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalahkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. Kering dan membatu. Mereka terengah engah, namun batang singkong itu tetap tegak ditempatnya. Ketiganya hampir berputus asa seandainya salah seorang anak di antara mereka tidak menemukan akal.



"Cari sebatang cungkil," kata Rasus kepada dua temannya. "Tanpa cungkil mustahil kita dapat mencabut singkong sialan ini."


"Percuma. Hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini," ujar Warta. "Atau lebih baik kita mencari air. Kita siram pangkal batang singkong kurang ajar ini. Pasti nanti kita mudah mencabutnya."


"Air?" ejek Darsun, anak yang ketiga. "Di mana kau dapat menemukan air?"


Kemudian Rasus, Warta, dan Darsun berpandangan. Ketiganya mengusap telapak tangan masing-masing. Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali.


Urat-urat kecil di tangan dan di punggung menegang. Ditolaknya bumi dengan hentakan kaki sekuat mungkin. Serabut-serabut halus terputus. Perlahan tanah merekah. Ketika akar terakhir putus ketiga anak Dukuh Paruk itu jatuh terduduk. Tetapi sorak-sorai segera terhambur. Singkong dengan umbi-umbinya yang hanya sebesar jari tercabut.


Adat Dukuh Paruk mengajarkan, kerja sama antara ketiga anak laki-laki itu harus berhenti di sini. Rasus, Warta, dan Darsun kini harus saling adu tenaga memperebutkan umbi singkong yang baru mereka cabut.


Rasus dan Warta mendapat dua buah, Darsun hanya satu. Tak ada protes. Ketiganya kemudian sibuk mengupasi bagiannya dengan gigi masing-masing, dan langsung mengunyahnya. Asinnya tanah.


Sambil membersihkan mulutnya dengan punggung lengan, Rasus mengajak kedua temannya melihat kambing-kambing yang sedang mereka gembalakan. Yakin bahwa binatang gembalaan mereka tidak merusak tanaman orang, ketiganya berjalan ke sebuah tempat di mana mereka sering bermain. Di bawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri. Perawan kecil itu sedang merangkai daun nangka dengan sebatang lidi untuk dijadikan sebuah mahkota (Ronggeng Dukuh Paruk, 1982:1-5).


Karena letak Dukuh Paruk di tengah amparan sawah yang sangat luas, tenggelamnya matahari tampak dengan jelas dari sana. Angin bertiup ringan. Namun cukup meluruhkan dedaunan dari tangkainya. Gumpalan rumput kering menggelinding dan berhenti karena terhalang pematang.


Hilangnya cahaya matahari telah dinanti oleh kelelawar dan kalong. Satu- satu mereka keluar dari sarang, di lubang-lubang kayu, ketiak daun kelapa atau kuncup daun pisang yang masih menggulung. Kemarau tidak disukai oleh bangsa binatang mengirap itu. Buah-buahan tidak mereka temukan. Serangga pun seperti lenyap dari udara. Pada saat demikian kampret harus mau melalap daun waru agar kehidupan jenisnya lestari.


Pelita-pelita kecil dinyalakan. Kelap-kelip di kejauhan membuktikan di Dukuh Paruk yang sunyi ada kehidupan manusia. Bulan yang lonjong hampir mencapai puncak langit. Cahayanya membuat bayangan temaram di atas tanah kapur Dukuh Paruk. Kehadirannya di angkasa tidak terhalang awan. Langit bening.


Udara kemarau makin malam makin dingin. Pagelaran alam yang ramah bagi anak-anak. Halaman yang kering sangat menyenangkan untuk arena bermain. Cahaya bulan mencipta keakraban antara manusia dengan lingkup fitriyahnya. Anak-anak, makhluk kecil yang masih lugu, layak hadir di halaman yang berhias cahaya bulan. Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. (Ronggeng Dukuh Paruk, hlm 7-9).


Jawablah pertanyaan berikut ini!


1. Jelaskan tema cerita tersebut!

2. Jelaskan alur cerita tersebut!

3. Jelaskan latar cerita tersebut!

4. Jelaskan penokohan cerita tersebut!

5. Jelaskan sudut pandang cerita tersebut!

6. Jelaskan amanat cerita tersebut!

7. Jelaskan gaya bahasa cerita tersebut!


Pembahasan

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan sebuah novel karya Ahmad Tohari yang menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan di Dukuh Paruk. Cerita ini memiliki banyak lapisan yang mencakup kehidupan sehari-hari, budaya, serta konflik internal dan eksternal yang dihadapi oleh para tokoh.


1. Tema cerita: Beragam tema hadir dalam cerita ini, antara lain adalah perjuangan hidup di tengah kemarau yang melanda, kehidupan masyarakat pedesaan yang terpencil, kebudayaan tradisional dan pertentangan dengan nilai-nilai modern, serta kompleksitas hubungan sosial antara tokoh-tokoh di dalamnya.


2. Alur cerita: Alur cerita novel ini mengikuti kehidupan sehari-hari masyarakat Dukuh Paruk, dari kondisi kemarau yang melanda hingga interaksi tokoh-tokoh dalam menjalani kehidupan mereka. Berbagai kejadian, konflik, dan hubungan antar tokoh dikembangkan dalam alur yang menggambarkan dinamika kehidupan mereka.


3. Latar cerita: Cerita ini berlatar di Dukuh Paruk, sebuah desa terpencil yang terkena dampak kemarau panjang. Kehidupan pedesaan yang sederhana, kondisi alam yang keras akibat kemarau, serta tradisi dan kebudayaan lokal menjadi latar utama di mana semua kejadian berlangsung.


4. Penokohan cerita: Ada beberapa tokoh utama seperti Rasus, Warta, Darsun, Srintil, Ki Secamenggala, dan beberapa tokoh lain yang merupakan bagian dari masyarakat Dukuh Paruk. Setiap tokoh memiliki peran yang berbeda, merepresentasikan berbagai aspek kehidupan pedesaan, mulai dari anak-anak yang bermain hingga tradisi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.



Dalam novel "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari, setiap tokoh memiliki keunikan dalam kepribadian dan peran mereka dalam kehidupan masyarakat Dukuh Paruk:


(1) Rasus: Dia adalah sosok yang penuh dengan semangat dan juga memiliki sifat kepemimpinan. Rasus cenderung menjadi sosok yang proaktif dan percaya diri dalam menghadapi situasi. Dia merupakan tokoh yang mampu mengambil inisiatif dan memimpin, serta memiliki keberanian untuk mencoba memecahkan masalah.


(2) Warta: Berbeda dengan Rasus, Warta cenderung lebih bijaksana dan tenang. Dia memiliki sifat yang lebih sabar dan lebih mengandalkan pertimbangan sebelum bertindak. Warta lebih mengutamakan pemikiran yang cermat sebelum mengambil keputusan, sehingga ia memberikan perspektif yang berbeda dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


(3) Darsun: Darsun adalah tokoh yang lebih skeptis dan realistis. Ia cenderung melihat sisi-sisi praktis dalam setiap situasi. Darsun mungkin lebih pesimis atau kritis terhadap ide-ide yang dianggapnya tidak masuk akal atau sulit diwujudkan. Meskipun begitu, ia memiliki kejujuran dan kecerdasan dalam memandang kehidupan.


(4) Srintil: Sebagai satu-satunya perempuan yang disebutkan secara khusus dalam kutipan yang diberikan, Srintil mungkin merupakan tokoh yang lebih lembut, ceria, dan memiliki daya kreativitas tinggi. Ia terlihat dalam adegan sedang asyik bermain dan merangkai daun nangka untuk membuat mahkota. Srintil juga bisa merepresentasikan sisi kelembutan dan keterampilan dalam menciptakan hal-hal indah di tengah kekerasan alam dan kehidupan sehari-hari.


(5) Ki Secamenggala: Ki Secamenggala adalah sosok yang menarik, menjadi moyang bagi penduduk Dukuh Paruk. Meskipun riwayatnya sebagai seorang bromocorah, masyarakat memujanya. Kuburnya di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka. Ki Secamenggala merepresentasikan kompleksitas dalam pandangan masyarakat terhadap tokoh yang memiliki riwayat kelam, namun dilihat sebagai sosok yang penting dalam sejarah dan spiritualitas mereka.


Setiap tokoh ini membawa dinamika dan warna yang berbeda dalam cerita, merefleksikan ragam karakter dan peran yang ada dalam masyarakat pedesaan yang kompleks.



5. Sudut pandang cerita: Novel ini menceritakan dengan sudut pandang pihak ketiga atau pengamat yang objektif, memberikan gambaran luas tentang kehidupan masyarakat Dukuh Paruk tanpa terfokus pada sudut pandang atau pikiran spesifik satu tokoh.


6. Amanat cerita: Salah satu amanat dari cerita ini adalah menggambarkan kekuatan kebersamaan dan kehidupan di tengah kesulitan serta menggugah pemahaman akan kehidupan pedesaan yang kompleks, serta pentingnya mempertahankan nilai-nilai budaya dan tradisi dalam menghadapi modernisasi.


7. Gaya bahasa: Ahmad Tohari menggunakan gaya bahasa deskriptif yang kaya akan detail dan imajinatif, menggambarkan dengan sangat jelas kondisi alam, kehidupan sehari-hari, serta perasaan dan pikiran tokoh-tokoh dalam novel ini. Ia juga menggunakan bahasa yang khas untuk menggambarkan kehidupan pedesaan dan kekayaan budaya lokal.


Dalam kutipan yang diberikan, terdapat beberapa majas atau gaya bahasa yang digunakan Ahmad Tohari untuk memperkaya deskripsi dan penyampaian cerita:


(1) Personifikasi: Penggunaan personifikasi terlihat saat alam atau objek alami diberi atribut atau sifat manusia. Contohnya, "Pelita-pelita kecil dinyalakan" atau "Hilangnya cahaya matahari telah dinanti oleh kelelawar dan kalong." Di sini, alam dan binatang seperti kelelawar diberikan sifat manusiawi, seperti menunggu atau melakukan sesuatu.


(2) Simile: Ahmad Tohari menggunakan simile atau perbandingan yang menggunakan kata "seperti" atau "bagai" untuk menggambarkan suatu hal. Contohnya, "Dia terbang bagai batu lepas dari katapel" atau "Kedua unggas itu telah melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air."


(3)Metafora: Metafora muncul saat ada penggunaan kata-kata untuk menyamakan atau menggambarkan suatu hal secara tidak langsung. Contohnya, "Kehadirannya di angkasa tidak terhalang awan. Langit bening." Di sini, langit yang bening dapat menjadi metafora untuk kejernihan atau ketenangan.


(4)Hiperbola: Terdapat hiperbola saat ada penggunaan penggambaran yang berlebihan atau berlebih-lebihan. Contohnya, "Gumpalan rumput kering menggelinding dan berhenti karena terhalang pematang." Penggunaan kata "berhenti karena terhalang pematang" dapat dianggap sebagai hiperbola untuk menyoroti penghentian yang dramatis.


(5) Alusi:Alusi adalah penggunaan referensi atau sindiran terhadap hal lain yang tidak secara langsung disebutkan. Contohnya, "Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka." Di sini, "kiblat kehidupan kebatinan mereka" bisa dianggap sebagai alusi terhadap spiritualitas atau keyakinan yang dimiliki masyarakat terhadap tokoh tersebut.


Penggunaan majas ini membantu memperkaya bahasa serta memberikan gambaran yang lebih hidup dan mendalam dalam menggambarkan kondisi alam, kehidupan masyarakat, dan interaksi antar tokoh dalam cerita.


Menyimak kritis teks negosiasi

 



Membeli Laptop Baru 


Rudi: “Yah, Rudi dengar Ayah baru membelikan ponsel baru ya untuk Wati,” tanya Rudi. 


Ayah: “Iya Rud, kenapa? Jangan bilang kamu juga mau, ponsel kamu kan masih bagus,” jawab Ayah sembari menaikkan alisnya. 


Rudi: “Nggak kok, Yah. Iya, ponsel Rudi masih bagus kok, tapi …” 


Ayah: “Wah, gawat nih kalau ada tapinya,” potong Ayah. 


Rudi: “Lebih gawat Rudi, Yah. Belakangan, tugas kuliah semakin banyak dan membutuhkan banyak aplikasi untuk menyelesaikannya, sementara laptop Rudi lambat, Yah.” Rudi meneruskan pembicaraannya.


Ayah: “Jangan bilang kamu mau minta dibelikan laptop baru.” 


Rudi: “Iya, Yah. Karena tugas Rudi selalu terhambat. Lagi pula, laptop ini memang sudah cukup berumur, dari Rudi kelas 10 SMA. Padahal, program studi Rudi juga memang membutuhkan laptop yang lebih cepat, Yah. Rudi kan belajar desain. Aplikasi 3D itu membutuhkan daya komputasi tinggi, Yah” 


Ayah: “Wah, kamu ini memang bisa saja, tapi kan ayah baru mem-belikan ponsel untuk adikmu. Uang ayah nanti habis, Rud.” 


Rudi: “Pembelian laptop baru tidak harus hari ini kok. Tetapi, Ayah bisa mulai buat rencana anggarannya dari sekarang. Ayah bisa mulai sisihkan dari pengeluaran per bulan.” 


Ayah: “Wah, kamu pintar juga ya.” 


Rudi: “Iya dong. Oh, ya, untuk membantu, Ayah juga bisa memakai tabungan Rudi kok.” 


Ayah: “Oh ya? Ayah coba pikir-pikir dulu ya.” 


Rudi: “Coba Ayah pertimbangkan, suatu nanti mungkin Wati juga akan meminta laptop baru pelajaran TIK. Kebutuhan laptop untuk pelajaran TIK tidak seberat belajar desain. Jadi, kalau Ayah membelikan laptop baru untuk Rudi, laptop yang ini bisa diberikan ke Wati kan, Yah. Jadi, Ayah tidak usah membelikan Wati laptop lagi untuk pelajaran TIK.” 


Ayah: “Ya, sudah kalau begitu. Ayah akan belikan, tapi…”


Rudi: “Janji, Yah. Rudi akan belajar dengan sungguh-sungguh,” jawab Rudi memotong perkataan Ayah. 


Ayah: “Kamu itu… bukan itu maksud Ayah. Kamu kan sudah duduk di perguruan tinggi. Itu sih sudah menjadi kewajiban kamu sendiri untuk sadar akan pentingnya untuk belajar dengan sungguh-sungguh.” 


Rudi: “Oh ya, Yah. Hehe.. kalau begitu apa yah” 


Ayah: “Tapi nanti ya, Ayah anggarkan menabung dulu mulai gajian bulan depan dan kamu harus tepati janji mau mengajari Wati untuk menggunakan laptop.” 


Rudi: Siap Pak!” Jawab Rudi sambil sedikit bercanda. 


Berdasarkan teks tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


1. Siapakah kedua belah pihak yang terlibat dan apa kepentingan tiap-tiap pihak dalam teks tersebut? 


2. Siapa yang mengajukan permintaan dalam teks tersebut? Jelaskan apa alasannya! 


3. Menurut kalian, apakah permintaan tersebut disampaikan dengan alasan-alasan yang tepat? Jelaskan! 


4. Jika kalian berposisi sebagai pihak yang mengajukan permintaan dalam teks tersebut, apa saja alasan-alasan yang dapat kalian tambahkan untuk menguatkan permintaan kalian?


5. Menurut kalian, apakah bahasa yang digunakan saat menyampaikan permintaan dalam teks tersebut sudah cukup baik dan santun? Jelaskan alasannya! 


6. Pada akhirnya, apakah permintaan tersebut dikabulkan? Jelaskan apa alasannya! 


7. Apakah ada persyaratan tertentu agar permintaan tersebut dikabulkan? Jelaskan! 


8. Apakah akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak? Jelaskan apa saja kesepakatannya!


9. Menurut kalian, apakah kesepakatan yang terjadi menguntungkan kedua pihak? Jelaskan apa saja keuntungan untuk keduanya!


10. Menurut pendapat kalian, apa saja yang perlu diperhatikan agar kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan? Jelaskan!



Pembahasan


1. Dalam teks tersebut, kedua belah pihak yang terlibat adalah Rudi, anak yang meminta laptop baru, dan Ayahnya. Kepentingan Rudi adalah mendapatkan alat yang memadai untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya yang semakin kompleks dan memenuhi kebutuhan studinya dalam desain. Ayahnya berusaha mempertimbangkan keuangan keluarga sambil juga memahami kebutuhan pendidikan anak-anaknya.


2. Permintaan untuk mendapatkan laptop baru diajukan oleh Rudi. Alasannya adalah karena tugas kuliahnya semakin kompleks dan membutuhkan aplikasi yang tidak bisa dijalankan dengan lancar oleh laptop lama yang dimilikinya. Dia juga mempertimbangkan kebutuhan studinya dalam desain yang memerlukan daya komputasi tinggi.


3. Permintaan tersebut disampaikan dengan alasan yang cukup kuat. Rudi memberikan alasan yang rasional tentang kebutuhan spesifiknya dalam belajar dan pekerjaan akademisnya. Dia juga menyajikan rencana anggaran untuk membantu Ayah mengatasi masalah keuangan.


4. Sebagai pihak yang mengajukan permintaan, tambahan alasan yang bisa dia sertakan adalah contoh kejadian konkret di mana laptop lama telah menghambat kemajuan studinya atau hasil pekerjaannya. Rudi juga bisa menunjukkan bagaimana investasi pada pendidikan dan pekerjaan masa depannya akan bermanfaat dalam jangka panjang.


5. Bahasa yang digunakan dalam teks tersebut cukup baik dan santun secara umum. Rudi mengajukan permintaan dengan sopan dan argumentasi yang baik. Meskipun ada beberapa percakapan yang agak santai, tetapi tetap terdapat rasa hormat dan kesopanan dalam penyampaian.


6. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan dengan syarat bahwa Ayah akan memasukkan dana ke dalam anggaran bulanan keluarga untuk membeli laptop baru dan Rudi harus membantu adiknya dalam menggunakan laptop yang lama.


7. Persyaratan agar permintaan tersebut dikabulkan adalah bahwa Ayah harus menabung dari gaji bulan depan, dan Rudi harus memenuhi janjinya untuk mengajari adiknya menggunakan laptop.


8. Terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Ayah setuju untuk menganggarkan pembelian laptop baru dengan persyaratan tertentu yang disebutkan di atas.


9. Kesepakatan tersebut cukup menguntungkan bagi keduanya. Rudi mendapatkan laptop baru yang dibutuhkannya untuk studi dan pekerjaan akademisnya, sementara Ayah dapat mengatur anggaran keluarga tanpa terlalu membebani keuangan bulanan.


10. Untuk mencapai kesepakatan, penting untuk berkomunikasi terbuka, mendengarkan argumen masing-masing pihak, dan mencari solusi yang memadai bagi semua pihak. Selain itu, membahas rencana dan anggaran secara jelas juga membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang memuaskan.


Monday 4 December 2023

Menyimpulkan isi teks bacaan

 Mengonsumsi Buah yang Benar dan Sehat


Disarankan mengonsumsi buah 20-30 menit sebelum makan, Hal itu akan membuat penyerapan buah oleh tubuh menjadi maksimal. Buah juga akan menjadi detoks yang efektif untuk tubuh jika dikonsumsi dalam keadaan perut kosong. Sementara itu, mengonsumsi buah setelah makan akan membuat penyerapan tubuh atas fruktosa menjadi lebih lambat sehingga memicu begah, bahkan diare atau sakit perut.


Disarankan makan buah satu jam sebelum berolahraga karena buah akan menjadi suntikan nutrisi yang baik dan meningkatkan energi tubuh tanpa membuat kekenyangan atau mual.


Buah segar jauh lebih baik. Buah-buahan memang kaya akan serat dan berbagai vitamin. Namun, tidak demikian dengan buah kalengan, buah beku, atau buah yang telah diproses. Buah yang seperti ini umumnya memiliki kandungan gula yang sangat tinggi, bahkan dapat pula mengandung pengawet atau bahan kimia tambahan lainnya yang bisa membahayakan tubuh.


Berdasarkan bacaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa …. 

A. buah segar harus dikonsumsi karena kaya serat dan berbagai vitamin.

B. buah mengandung vitamin dan merupakan detoks yang efektif bagi tubuh.

C. lambatnya penyerapan fruktosa menyebabkan begah, diare, dan sakit perut.

D. mengonsumsi buah tepat sebelum berolahraga dapat meningkatkan energi.

E. konsumsi buah usai makan membuat penyerapan buah oleh tubuh tidak maksimal.


Pembahasan soal:


Dari bacaan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan mengonsumsi buah:


1. Buah segar lebih baik daripada buah yang telah diproses karena buah segar kaya akan serat dan vitamin, sementara buah yang telah diproses (kalengan, beku, atau diproses lainnya) seringkali memiliki kandungan gula yang tinggi dan bahan tambahan yang tidak sehat.


2. Mengonsumsi buah sebelum makan akan memungkinkan penyerapan nutrisi dari buah menjadi lebih maksimal, sementara mengonsumsi buah setelah makan bisa membuat penyerapan fruktosa menjadi lebih lambat, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan seperti begah, diare, atau sakit perut.


3. Mengonsumsi buah sebelum berolahraga direkomendasikan karena buah dapat memberikan suntikan nutrisi yang baik dan meningkatkan energi tubuh tanpa menyebabkan rasa kenyang atau mual.


Dari kesimpulan ini, jawaban yang paling tepat adalah:


A. Buah segar harus dikonsumsi karena kaya serat dan berbagai vitamin.


Meskipun beberapa informasi lainnya juga benar, jawaban A merangkum poin utama bahwa buah segar lebih disukai karena kaya akan serat dan berbagai vitamin yang bermanfaat bagi tubuh.

Sunday 5 November 2023

Membandingkan "Hikayat si Miskin" dengan Cerpen "Tarian Pena"


 


HIKAYAT SI MISKIN


Asalnya raja kayangan dan jadi demikian karena disumpahi oleh Batara Indera. Terlantar di negeri Antah Berantah dan keduanya sangat dibenci orang. Setiap kali mereka mengemis di pasar dan kampung mereka dipukuli dan diusir hingga ke hutan. Oleh yang demikian, tinggallah dua suami-istri itu di hutan memakan batang kayu dan buah-buahan.


Hatta beberapa lamanya maka istri si Miskin itu pun hamillah tiga bulan lamanya. Maka istrinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itu pun terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada istrinya, "Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh."


Setelah didengar oleh istrinya kata suaminya demikian itu maka makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, "Diamlah tuan, jangan menangis! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan."


Maka istrinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampai di orang berjualan buah mempelam maka si Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam, "Hai miskin. Apa kehendakmu?"


Maka sahut si Miskin, "Jikalau ada belas dan kasihan serta rahim tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan.


Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si Miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memberikan buah-buahan. Maka si Miskin itu pun heranlah akan dirinya oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang suatu hampir pun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu maka ia pun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan istrinya.


Maka katanya, "Inilah Tuan, buah mempelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain baju. Itupun diinjakkannyalah istrinya seraya menceriterakan hal ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka istrinya pun menangis tiada mau makan jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. "Biarlah aku mati sekali."


Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan istrinya itu seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya itu pun pergilah menghadap Maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itu pun sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk ke dalam sekali.


Maka titah baginda, "Hai Miskin, apa kehendakmu?" Maka sahut si Miskin, "Ada juga tuanku." Lalu sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah, "Ampun Tuanku, beribu-ribu ampun tuanku. Jikalau ada karenanya Syah Alam akan patuhlah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan buah mempelam Syah Alam yang sudah gugur ke bumi itu barangkali Tuanku."


Maka titah baginda, "Hendak engkau buatkan apa buah mempelam itu?"


Maka sembah si Miskin, "Hendak dimakan, Tuanku."


Maka titah baginda, "Ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si Miskin ini".


Maka diambilkan oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar ia berjalan kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya. Maka segala raja-raja dan menteri hulubalang rakyat sekalian itu pun masing-masing pulang ke rumahnya. Maka si Miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh istrinya akan suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.


Maka adalah antaranya tiga bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan nangka yang di dalam taman raja itu juga. Demikian juga si Miskin mendapat nangka di kebun raja itu untuk istrinya yang mengidam itu


Adapun selama istrinya si Miskin hamil maka banyaklah makan-makanan dan kain baju dan beras padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.


Dan pada ketika yang baik dan saat yang sempurna, pada malam empat belas hari bulan maka bulan itu pun sedang terang-tumerang maka pada ketika itu istri si Miskin itu pun beranaklah seorang anak lelaki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Anak itu dinamakan Marakarmah, artinya anak di dalam kesukaran.


Hatta maka dengan takdir Allah Swt. menganugerahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka istrinya pun datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, "Adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja."


la menjadi kaya dan menempah barang-barang keperluannya: kendi, lampit, utar-utar, pelana kuda, keris, dan sebagainya. Sekembalinya dari menempah barang-barang itu dia mandi berlimau, menimang anaknya dan berseru, "Jikalau sungguh- sungguh anak dewa-dewa hendak menerangkan muka ayahanda ini, jadilah negeri di dalam hutan ini sebuah negeri yang lengkap dengan kota, parit dan istananya serta dengan menteri, hulubalang, rakyat sekalian dan segala raja-raja di bawah baginda, betapa adat segala raja-raja yang besar!"


Kabul permintaan itu dan si MiÅŸkin menjadi raja bertukar nama Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bertukar nama Ratna Dewi dan negeri itu dinamakan Puspa Sari.


(Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952, dengan penyesuaian)


Berdasarkan teks tersebut kerjakan soal berikut ini!

1. Jelaskan penokohan dan watak Tiap tokoh!

2. Jelaskan tema yang ada di dalam cerita!

3. Jelaskan latar atau setting yang ada di dalam cerita!

4. Jelaskan sudut pandang yang ada di dalam cerita!

5. Jelaskan majas yang ada di dalam cerita!

6. Jelaskan amanat yang ada di dalam cerita!

7. Jelaskan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam cerita!

8. Buatlah ringkasan cerita!


Berikut adalah jawaban:


1. Penokohan dan Watak Tokoh:

   - Si Miskin: Awalnya adalah seorang yang terlantar di negeri Antah Berantah, tekun, dan mencintai istrinya. Kemudian, ketika mendapatkan kemewahan, dia menunjukkan kebijaksanaan dan kemurahan hati.

   - Istri Si Miskin (Ratna Dewi): Istri yang setia dan sabar, meskipun mengalami kesulitan hidup. Dia mengidamkan buah tertentu dan memiliki peran penting dalam mengubah hidup mereka.

   - Anak mereka (Marakarmah): Anak mereka yang dilahirkan dalam kesulitan dan kemudian menjadi raja. Belum banyak informasi yang diberikan tentang karakter anak ini dalam teks.


2. Tema:

   - Transformasi dan Kebijaksanaan: Cerita ini menggambarkan perjalanan dari kesulitan hidup menuju kemewahan dan kebijaksanaan yang diperoleh oleh si Miskin. Hal ini mencerminkan tema transformasi dan kebijaksanaan dalam cerita.


3. Latar atau Setting:

   - Sebagian cerita terjadi di hutan di negeri Antah Berantah, di mana si Miskin dan istrinya tinggal dalam kemiskinan.

   - Kemudian, cerita beralih ke Keinderaan dan Puspa Sari, yang merupakan lingkungan kerajaan dengan kemewahan.


4. Sudut Pandang:

   - Sudut pandang cerita ini tampaknya menggunakan sudut pandang orang ketiga (narasi) untuk menceritakan peristiwa-peristiwa dalam cerita.


5. Majas:

   - Terdapat beberapa majas dalam cerita, seperti metafora saat istri Si Miskin mengidamkan buah tertentu dan perbandingan pada bagian akhir ketika emas digali oleh Si Miskin.


6. Amanat:

   - Amanat yang dapat ditarik dari cerita ini adalah bahwa kebijaksanaan, kebaikan hati, dan kesetiaan dapat membawa transformasi dalam hidup seseorang. Cerita ini juga menggambarkan pentingnya berbagi kemakmuran dengan orang lain.


7. Nilai-nilai Kehidupan:

   - Kesetiaan dalam perkawinan: Istri Si Miskin tetap setia dan sabar dalam menghadapi kesulitan hidup mereka.

   - Kebaikan hati dan kemurahan: Si Miskin memberikan kepada orang lain yang membutuhkan ketika dia memiliki kemewahan.

   - Transformasi dan perubahan dalam hidup: Cerita ini menunjukkan bahwa situasi hidup seseorang bisa berubah dari miskin ke kaya dan bijaksana.


8. Ringkasan Cerita:

   Cerita "Hikayat Si Miskin" mengisahkan perjalanan seorang pria miskin dan istrinya yang awalnya terlantar di negeri Antah Berantah. Mereka sering mengalami penolakan dan kesulitan hidup. Namun, ketika istrinya mengidamkan buah tertentu, Si Miskin pergi mencarikannya dan tiba-tiba diberi kemakmuran oleh orang-orang di pasar. Mereka kemudian mendapatkan seorang anak. Saat anak lahir, mereka menemukan harta berharga. Si Miskin menjadi seorang raja bijaksana, dan cerita berakhir dengan kemewahan dan kebahagiaan. Cerita ini menyoroti transformasi, kebijaksanaan, dan kemurahan hati sebagai tema utamanya.


TARIAN PENA Virginia C.C. Pomantow 


Di bawah terik matahari aku menyusuri jalan kampung yang tampak tak berpenghuni. Samar-samar nyanyian tonggeret terdengar di sampingku. Bagai melodi yang tak tertata, sekali lagi aku mendengarnya. Sesampai dalam “istana tuaku”, terlihat seorang perempuan tua yang menyambutku dengan hangat. Nasi yang berselimut lauk-pauk tersedia dengan manis di meja makan. Setelah itu, aku masuk ke dalam ruang yang mengetahui setiap gerak-gerikku. Aku mulai memegang pena dan menggoreskannya di atas lembaran putih. Kutuang semua rasa yang bergejolak dalam hatiku. Tiba-tiba langit mulai gelap. Kuterlelap dalam buaian dingin yang kalap, bermimpi seorang pangeran gagah datang dengan kereta emas menjemputku dan merangkulku. Pagi cerah menanti sosok pelajar dari ibu pertiwi. Aku berdiri di lantai dua sekolah menanti kawan yang menyapa dengan senyuman. Kutatap pohon dan tanaman yang asri dan tersusun pula dengan rapi. Angin menyambar wajahku. “Fuuuuuuuuuu....” Seketika aku merasa tersengat dan memiliki semangat yang tak kunjung pudar. Di halaman sekolah para siswa bermain basket dengan lihai dan sebagian siswi berbincang-bincang dengan santai. Aku senang sekali menuangkan semua yang kulihat dalam sebuah tulisan, baik itu puisi maupun diary, hanya dengan kata yang mudah dipahami dan makna yang tersirat dengan sentuhan rasa kasih. Sungguh, aku tak ingin orang banyak mengetahui apa yang tersirat dalam catatanku. Waktu berjalan begitu cepat menyongsong matahari yang mengingini senja. Besi kuning mulai menjerit. “Teng, teng, teng.” Waktunya pulang ke “istanaku”. Seperti biasa, setibaku di istana tuaku, perempuan tua menyambutku dengan hangat. Terlihat nasi yang berselendangkan lauk-pauk, membekaskan lezat pada lidahku. Tak tahu mengapa, saat itu aku mengucapkan terima kasih pada perempuan tua itu. Aku pun masuk ke dalam ruang yang mengetahui gerak-gerikku dengan mengajak pena menari di atas lembaran putih. Kali ini, terpikirkan olehku sosok perempuan tua yang selalu terbayang di benakku. Susunan kalimat pun sudah selesai. “Aryo!” teriakku kepada lelaki yang belum pernah kudapati. Ketika aku membuka mata, Aryo sudah berada di depanku. Seketika pipiku mulai memerah dan bibirku menjadi sedikit kaku. “Apakah ini mimpi. Ini masih terlalu dini. Lagipula, aku masih terlalu muda!” teriakku dalam hati. Air dingin pun jatuh membasahi wajahku. Perlahan aku membuka mata dan mendapati ibuku memegang gayung air dari kamar mandi. “Ibu, mengapa Ibu menyiram air ke wajahku?” tanyaku. “Kamu tidur seperti kerbau,” canda ibu. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, perempuan tua menyodorkan susu yang berbalut sediri kopi. Terasa lengkap akhir pekan ini. Kuintip dia dari balik lembaran kain yang tergantung di bawah ventilasi, dia di sana. Perempuan tua itu duduk di sebuah kayu berlapis kapuk yang membatu. Aku sedikit tersenyum manis. “Hemmm....” Wajahnya tampak di bawah naungan yang diharapkan selalu terjadi dan berharap waktu terus begini. “Ibu telah meninggal” kata seseorang yang menyapaku dengan tepukan di bahu kanan. Aku terdiam dan tak dapat berbuat apa pun, selain menangis bak orang gila. “Aaah.... Hee.... Tidak! Tidak! Ibuku tidak akan meninggalkan- ku,” jeritan keras yang tak pernah kuteriakkan sepanjang hidupku. Seketika aku tersadar dari lamunku. ‘Uhh, untung saja itu hanya sebuah khayalan baru yang terlintas di kepalaku,’ kesalku. Pada sore hari menjelang bulan naik perlahan menggantikan surya, perempuan itu pulang dengan letihnya. Wajah lesu, tangan yang lemas, dan kaki yang perlahan membeku. Kulihat dari seberang utara ruang tamu. Aku melangkahkan kaki dengan pasti dan memeluk tubuh perempuan tua itu, walau peluhnya pun menempel di bajuku. “Bu, maafkan aku. Aku tidak akan membuatmu kesal dan capek,” tangisku yang tersedu dalam sesal. “Eh, ada apa, sih, kamu ini tiba-tiba memeluk Ibu. Minta maaf pula. Tumben-tumbenan,” kata ibu dengan bingung. Kemudian, aku pergi ke ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Kuhanyut dalam renungan pada malam sepi ini, merasakan dua hati yang saling melukai, antara sesal dan sedih. Dua rasa yang sejenis, tetapi memiliki arti masing-masing yang sangat mendalam. Sekali lagi aku menorehkan pena di hadapan lembaran kertas putih. Lilin kecil yang memercikkan api jingga menemaniku saat itu. Bersama itu, aku berdiam diri sambal menulis sebuah kisahku hari itu. Perlahan aku memejamkan mata dan bunyi rekaman lama terdengar. Aku terbangun dan keluar dari ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuni kamar perempuan tua itu. Kupandangi arah kamar perempuan tua itu. Lututku terjatuh perlaham menghampiri lantai. Aku tak dapat berbicara, tanganku dingin bak es yang keluar dari freezer. “Ibu!” teriakku sekuat tenaga sambil meratapi malangnya nasibku. Perempuan tua tak dapat mengatakan apa pun, hanya terdiam, membeku, dan tergeletak, tinggal menunggu untuk dikebumikan. Aku hanya menangis, menangis tak karuan. Sekarang hari-hariku dipenuhi sesal yang tak berarti. Berangkat ke sekolah dengan seragam kumuh, tidak pula membuat sarapan karena malas dan resah, serta serintih harapan tak dapat kuadu. Masa tersulit pun kualami. Merajut asa tanpa sosok ibu di sisiku. Rindu tak terbalaskan. Bak pungguk merindukan bulan. “Ibu, aku rindu. Aku ingin Ibu masih bersamaku. Aku tak ingin semua ini terjadi. Aku lelah dengan semua kejadian ini!” jeritku kepada perempuan tua itu. “Tamat. Sekarang sudah larut malam. Sebaiknya cepat tidur. Selamat malam, Putriku,” kata ibuku sambil mencium keningku. “Selamat malam juga, Ibu,” jawabku sambil menarik selimut mungil dan terlelap pada malam itu dengan embusan angin yang menyapa dengan dingin. (Sumber: Di Sini Rinduku Tuntas; Antologi Cerita Pendek Bengkel Sastra 2019Balai Bahasa Sulawesi Utara, 2019)


Berdasarkan teks tersebut kerjakan soal berikut ini!

1. Jelaskan penokohan dan watak Tiap tokoh!

2. Jelaskan tema yang ada di dalam cerita!

3. Jelaskan latar atau setting yang ada di dalam cerita!

4. Jelaskan sudut pandang yang ada di dalam cerita!

5. Jelaskan majas yang ada di dalam cerita!

6. Jelaskan amanat yang ada di dalam cerita!

7. Jelaskan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam cerita!

8. Buatlah ringkasan cerita!


Berikut adalah jawaban:


1. Penokohan dan Watak Tokoh:

   - Perempuan Tua: Seorang tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam cerita. Dia digambarkan sebagai seseorang yang menjalani kehidupan yang keras, bekerja keras, dan menjadi figur yang hangat serta bijaksana.

   - Protagonis (Penulis Cerita): Tidak dijelaskan namanya dalam cerita, dia adalah narator atau penulis cerita. Dia digambarkan sebagai seseorang yang mengalami perasaan beragam, termasuk kehilangan ibunya dan rasa sesal.


2. Tema:

   - Rindu dan Kehilangan: Cerita ini mencerminkan tema perasaan rindu dan kehilangan, terutama dalam hubungan antara anak dan ibu. Protagonis merindukan ibunya setelah kehilangan, dan tema ini meresap ke seluruh cerita.


3. Latar atau Setting:

   - Latar cerita ini tampaknya adalah sebuah kampung atau lingkungan pedesaan di mana perempuan tua dan penulis cerita tinggal. Teks tidak memberikan informasi detail tentang lokasi yang tepat.


4. Sudut Pandang:

   - Sudut pandang dalam cerita ini tampaknya menggunakan sudut pandang orang pertama, di mana penulis cerita menggambarkan perasaan, pemikiran, dan pengalaman pribadinya.


5. Majas:

   - Tidak ada majas yang tampak dalam cerita ini.


6. Amanat:

   - Amanat yang dapat ditarik dari cerita ini adalah pentingnya menghargai orang yang kita cintai, terutama orang tua. Cerita ini juga menyoroti pentingnya menyampaikan perasaan dan rasa rindu kepada orang yang dicintai selagi masih ada kesempatan.


7. Nilai-nilai Kehidupan:

   - Kasih sayang: Cerita ini menunjukkan pentingnya hubungan antara ibu dan anak serta perasaan rindu yang dalam.

   - Kesedihan dan pengalaman: Cerita ini menggambarkan bagaimana orang mengatasi perasaan sedih dan penyesalan dalam kehidupan.


8. Ringkasan Cerita:

   Cerita ini menggambarkan perasaan rindu dan kehilangan seorang anak terhadap ibunya yang telah meninggal. Penulis cerita mengalami kehilangan yang mendalam dan merenungkan kenangan dengan ibunya. Cerita ini mencerminkan perasaan kehilangan dan rindu yang dalam dalam sebuah lingkungan pedesaan. Meskipun seorang perempuan tua menjadi figur sentral dalam cerita, fokus utama adalah perasaan rindu dan kehilangan yang dirasakan oleh penulis cerita setelah kepergian ibunya.