Puasa dan Kepekaan Sosial
Ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat banyak mengandung kebajikan. Di antaranya, yang sangat penting, adalah bahwa ibadah puasa dapat meningkatkan rasa kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Itu sebabnya, Nabi Muhammad SAW menyebut bulan Ramadhan sebagai Syahr al-Muwasat, berarti 'Bulan Kepekaan Sosial'. (HR Ibn Khuzaimah).
Kepekaan itu timbul karena orang yang berpuasa pasti merasakan lapar dan dahaga seperti yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang tidak mampu, yaitu fakir miskin dan kaum dhuafa. Jadi, ibadah puasa sesungguhnya memiliki fungsi penting, yaitu mengasah dan mempertajam rohani manusia, sehingga ia dapat melihat dan merasakan penderitaan orang lain.
Bukti mengenai kepekaan itu dapat dilihat dari perintah Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin di bulan Ramadhan ini banyak memberi makan atau menyediakan buka bagi orang yang berpuasa. Sabda Rasulullah SAW, ''Barangsiapa memberikan makan atau buka kepada orang yang berpuasa, maka hal itu dapat menjadi tebusan atas dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka. Ia juga beroleh pahala seperti pahala orang yang puasa itu, tidak berkurang pahalanya barang sedikit pun.''
Mendengar pernyataan Rasulullah SAW di atas, para sahabat meminta penjelasan lebih lanjut dari beliau. Mereka berkata, ''Tidak semua orang dari kami memiliki kemampuan untuk memberikan makan kepada orang yang puasa?''
Lalu, jawab Rasulullah SAW, ''Allah SWT telah menyediakan pahala besar untuk kalian. Apakah kalian tidak sanggup menyediakan buka walau hanya sebutir kurma, segelas air putih, atau secangkir susu?'' Kemudian beliau pun menegaskan kepada para sahabat bahwa kepedulian kepada orang yang berpuasa itu dapat membuat seseorang meraih rahmat dan ampunan dari Allah SWT. (HR Baihaqi dan Ibn Hibban).
Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tersebut dalam hadis Bukhari, dikatakan sebagai orang yang paling peka terhadap kebaikan dan kepekaannya itu mencapai puncaknya di bulan suci Ramadhan ini, bulan di mana Malaikat Jibril selalu datang menemui Rasulullah setiap malam. Dikatakan, kepekaan dan kebaikan Nabi itu ibarat angin kencang (ka al-rih al-mursalah).
Kebaikan Rasulullah, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, diserupakan dengan angin karena ada aspek kesamaan antara keduanya. Dikatakan, angin itu adalah angin surga yang diutus oleh Allah untuk menurunkan air hujan, sehingga membasahi dan menghidupkan bumi yang kering dan mati. Kebaikan Nabi sama dengan air hujan itu juga: menyejukkan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Kepekaan sosial ini menjadi problem tersendiri bagi kita sebagai umat dan bangsa. Tanpa kepekaan sosial, maka akan timbul kerawanan-kerawanan sosial. Kesenjangan sosial (gap) dan perbedaan (disparitas) antara si kaya dan si miskin, akan semakin besar. Dalam situasi demikian, maka penyakit lama akan segera timbul, yaitu kecemburuan sosial yang setiap saat dapat menyulut permusuhan dan kerusuhan. Rasa permusuhan ini, tentu dapat mengganggu ketenteraman kita sebagai umat dan bangsa. Untuk itu, kita perlu belajar mengasah dan mempertajam kepekaan sosial kita melalui ibadah puasa. Ibadah puasa dapat membuat kita sehat, tidak hanya sehat secara pribadi, tetapi juga sehat secara sosial. Wallahu a'lam bis-shawab. (A Ilyas Ismail)
Ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat banyak mengandung kebajikan. Di antaranya, yang sangat penting, adalah bahwa ibadah puasa dapat meningkatkan rasa kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Itu sebabnya, Nabi Muhammad SAW menyebut bulan Ramadhan sebagai Syahr al-Muwasat, berarti 'Bulan Kepekaan Sosial'. (HR Ibn Khuzaimah).
Kepekaan itu timbul karena orang yang berpuasa pasti merasakan lapar dan dahaga seperti yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang tidak mampu, yaitu fakir miskin dan kaum dhuafa. Jadi, ibadah puasa sesungguhnya memiliki fungsi penting, yaitu mengasah dan mempertajam rohani manusia, sehingga ia dapat melihat dan merasakan penderitaan orang lain.
Bukti mengenai kepekaan itu dapat dilihat dari perintah Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin di bulan Ramadhan ini banyak memberi makan atau menyediakan buka bagi orang yang berpuasa. Sabda Rasulullah SAW, ''Barangsiapa memberikan makan atau buka kepada orang yang berpuasa, maka hal itu dapat menjadi tebusan atas dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka. Ia juga beroleh pahala seperti pahala orang yang puasa itu, tidak berkurang pahalanya barang sedikit pun.''
Mendengar pernyataan Rasulullah SAW di atas, para sahabat meminta penjelasan lebih lanjut dari beliau. Mereka berkata, ''Tidak semua orang dari kami memiliki kemampuan untuk memberikan makan kepada orang yang puasa?''
Lalu, jawab Rasulullah SAW, ''Allah SWT telah menyediakan pahala besar untuk kalian. Apakah kalian tidak sanggup menyediakan buka walau hanya sebutir kurma, segelas air putih, atau secangkir susu?'' Kemudian beliau pun menegaskan kepada para sahabat bahwa kepedulian kepada orang yang berpuasa itu dapat membuat seseorang meraih rahmat dan ampunan dari Allah SWT. (HR Baihaqi dan Ibn Hibban).
Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tersebut dalam hadis Bukhari, dikatakan sebagai orang yang paling peka terhadap kebaikan dan kepekaannya itu mencapai puncaknya di bulan suci Ramadhan ini, bulan di mana Malaikat Jibril selalu datang menemui Rasulullah setiap malam. Dikatakan, kepekaan dan kebaikan Nabi itu ibarat angin kencang (ka al-rih al-mursalah).
Kebaikan Rasulullah, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, diserupakan dengan angin karena ada aspek kesamaan antara keduanya. Dikatakan, angin itu adalah angin surga yang diutus oleh Allah untuk menurunkan air hujan, sehingga membasahi dan menghidupkan bumi yang kering dan mati. Kebaikan Nabi sama dengan air hujan itu juga: menyejukkan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Kepekaan sosial ini menjadi problem tersendiri bagi kita sebagai umat dan bangsa. Tanpa kepekaan sosial, maka akan timbul kerawanan-kerawanan sosial. Kesenjangan sosial (gap) dan perbedaan (disparitas) antara si kaya dan si miskin, akan semakin besar. Dalam situasi demikian, maka penyakit lama akan segera timbul, yaitu kecemburuan sosial yang setiap saat dapat menyulut permusuhan dan kerusuhan. Rasa permusuhan ini, tentu dapat mengganggu ketenteraman kita sebagai umat dan bangsa. Untuk itu, kita perlu belajar mengasah dan mempertajam kepekaan sosial kita melalui ibadah puasa. Ibadah puasa dapat membuat kita sehat, tidak hanya sehat secara pribadi, tetapi juga sehat secara sosial. Wallahu a'lam bis-shawab. (A Ilyas Ismail)
No comments:
Post a Comment