Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Showing posts with label Hikmah. Show all posts

Wednesday 8 June 2016

Inti dari ibadah puasa Ramadhan


Inti dari ibadah puasa Ramadhan yang kita laksanakan adalah adanya pengendalian diri dari berbagai hal dan perilaku yang dapat membatalkan puasa maupun pahala puasa. Sehingga, di akhir Ramadhan kita dapat meraih derajat orang bertakwa dan kembali menjadi fitri. Dan, nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa dapat dilaksanakan dengan konsisten pada bulan-bulan berikutnya. Inilah makna puasa yang sesungguhnya.

Dalam konteks ini, ibadah puasa merupakan cara melakukan pembaruan, baik mental, jasmani, maupun rohani yang dapat dilaksanakan oleh pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bangsa secara kolektif. Pembaruan mental yang dimaksud adalah tumbuhnya mental-mental pejuang yang dapat mengalahkan berbagai macam rintangan dan godaan.

Orang yang berpuasa dengan benar, misalnya, akan menahan lapar dan dahaganya, meskipun ia memiliki kesempatan untuk membatalkannya ketika tidak ada orang yang melihat. Namun, berpuasa mengajarkan manusia untuk jujur kepada dirinya dan menyadari betapa Allah mengawasinya. Karenanya, Allah mengatakan dalam hadis qudsi, ''Sesungguhnya puasa seorang anak Adam adalah untuk-Ku. Dan Aku yang akan memberikan balasannya.''

Selain itu, pembaruan mental lainnya adalah tumbuhnya semangat saling membantu dan egaliter. Berpuasa mengikis rasa egois dan individualistis. Sebaliknya, puasa justru akan menumbuhkan rasa solidaritas serta kesetiakawanan. Dalam konteks kehidupan sebagai bangsa, pemimpin dan wakil rakyat yang berpuasa dengan benar semoga akan memiliki keberpihakan yang lebih jelas kepada rakyat yang memilihnya dan mereka dapat membuang jauh-jauh sifat untuk mementingkan pribadi atau kelompok, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sedangkan pembaruan jasmani adalah lahirnya pribadi-pribadi yang memiliki kesehatan yang prima. Berpuasa, sebagaimana dikatakan para pakar kesehatan, dapat meningkatkan kesehatan dan vitalitas. Dengan berpuasa, maka kita memberikan kesempatan kepada tubuh untuk melakukan metabolisme secara sempurna.

Menyangkut pembaruan rohani, dengan berpuasa dapat melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa. Ini, sebagaimana Allah SWT firmankan, ''Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'' (QS 2: 183).

Pribadi yang bertakwa akan melahirkan pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan bermoral. Inilah bekal terbaik dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang beriman dan bermoral, sehingga dapat mengundang keberkahan Allah. Allah SWT berfirman, ''Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.'' (QS 7: 96).

Pada saat ini, ibadah puasa berbarengan dengan dimulainya pemerintahan baru dari presiden terpilih. Semoga pemerintahan baru dapat mengaplikasikan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dari ibadah puasa, sehingga perubahan dan pembaruan yang diinginkan tidak hanya sekadar wacana. Tetapi, juga dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan dilandasi kesadaran moral yang tinggi bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Wallahu a'lam bis-shawab.

Puasa dan Kepekaan Sosial


Puasa dan Kepekaan Sosial
Ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat banyak mengandung kebajikan. Di antaranya, yang sangat penting, adalah bahwa ibadah puasa dapat meningkatkan rasa kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Itu sebabnya, Nabi Muhammad SAW menyebut bulan Ramadhan sebagai Syahr al-Muwasat, berarti 'Bulan Kepekaan Sosial'. (HR Ibn Khuzaimah).

Kepekaan itu timbul karena orang yang berpuasa pasti merasakan lapar dan dahaga seperti yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang tidak mampu, yaitu fakir miskin dan kaum dhuafa. Jadi, ibadah puasa sesungguhnya memiliki fungsi penting, yaitu mengasah dan mempertajam rohani manusia, sehingga ia dapat melihat dan merasakan penderitaan orang lain.

Bukti mengenai kepekaan itu dapat dilihat dari perintah Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin di bulan Ramadhan ini banyak memberi makan atau menyediakan buka bagi orang yang berpuasa. Sabda Rasulullah SAW, ''Barangsiapa memberikan makan atau buka kepada orang yang berpuasa, maka hal itu dapat menjadi tebusan atas dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka. Ia juga beroleh pahala seperti pahala orang yang puasa itu, tidak berkurang pahalanya barang sedikit pun.''

Mendengar pernyataan Rasulullah SAW di atas, para sahabat meminta penjelasan lebih lanjut dari beliau. Mereka berkata, ''Tidak semua orang dari kami memiliki kemampuan untuk memberikan makan kepada orang yang puasa?''

Lalu, jawab Rasulullah SAW, ''Allah SWT telah menyediakan pahala besar untuk kalian. Apakah kalian tidak sanggup menyediakan buka walau hanya sebutir kurma, segelas air putih, atau secangkir susu?'' Kemudian beliau pun menegaskan kepada para sahabat bahwa kepedulian kepada orang yang berpuasa itu dapat membuat seseorang meraih rahmat dan ampunan dari Allah SWT. (HR Baihaqi dan Ibn Hibban).

Nabi Muhammad SAW sendiri, seperti tersebut dalam hadis Bukhari, dikatakan sebagai orang yang paling peka terhadap kebaikan dan kepekaannya itu mencapai puncaknya di bulan suci Ramadhan ini, bulan di mana Malaikat Jibril selalu datang menemui Rasulullah setiap malam. Dikatakan, kepekaan dan kebaikan Nabi itu ibarat angin kencang (ka al-rih al-mursalah).

Kebaikan Rasulullah, menurut Ibn Hajar al-Asqalani, diserupakan dengan angin karena ada aspek kesamaan antara keduanya. Dikatakan, angin itu adalah angin surga yang diutus oleh Allah untuk menurunkan air hujan, sehingga membasahi dan menghidupkan bumi yang kering dan mati. Kebaikan Nabi sama dengan air hujan itu juga: menyejukkan dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Kepekaan sosial ini menjadi problem tersendiri bagi kita sebagai umat dan bangsa. Tanpa kepekaan sosial, maka akan timbul kerawanan-kerawanan sosial. Kesenjangan sosial (gap) dan perbedaan (disparitas) antara si kaya dan si miskin, akan semakin besar. Dalam situasi demikian, maka penyakit lama akan segera timbul, yaitu kecemburuan sosial yang setiap saat dapat menyulut permusuhan dan kerusuhan. Rasa permusuhan ini, tentu dapat mengganggu ketenteraman kita sebagai umat dan bangsa. Untuk itu, kita perlu belajar mengasah dan mempertajam kepekaan sosial kita melalui ibadah puasa. Ibadah puasa dapat membuat kita sehat, tidak hanya sehat secara pribadi, tetapi juga sehat secara sosial. Wallahu a'lam bis-shawab. (A Ilyas Ismail)

Monday 6 June 2016

Pahala Membantu Tetangga



Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, "Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?"  Jawab yang lain, "Enam ratus ribu."

Lalu ia bertanya lagi, "Berapa banyak yang diterima ?" Jawabnya, "Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq."

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya.

Jawab orang itu, "Muwaffaq."

Lalu abdullah bin Mubarak bertanya padanya, "Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian itu?"  Jawab Muwaffaq, "Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalau aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu.

Jawab jiranku, "Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu."

Ketika aku mendegar jawaban itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan wang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu.

"Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq lagi.


Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahwa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim.



Rasulullah ada ditanya, "Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga."  Jawab Rasulullah, "Jadilah kamu orang yang baik."

Orang itu bertanya lagi, "Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahwa aku telah berbuat baik?" Jawab Rasulullah, "Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat."