Showing posts with label Struktur Fisik dan Batin Puisi. Show all posts
Showing posts with label Struktur Fisik dan Batin Puisi. Show all posts

Thursday 27 April 2017

Struktur Fisik dan Batin Puisi

Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima, dan irama yang terkandung dalam karya sastra. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi dikarenakan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang dipergunakan dalam dalam puisi berbeda dengan bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakan konotatif, yang mengandung banyak penafsiran.

Berdasar hal itu, dapatlah dirumuskan ciri-ciri puisi:

1. Dalam puisi terdapat pemadatan segala unsur kekuatan bahasa.

2. Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus, dan diatur sebaik-baiknya
dengan memperhatikan irama dan bunyi.

3. Puisi berisikan ungkapan pikiran ungkapan pikiran, penyair berdasarkan pengalaman imajinatif.

4. Bahasa konotatif

5. Puisi dibentuk struktur fisik ( diksi, pengimajian, kata konkret, majas, ritma/ rima,
tipografi) dan unsur (struktur) batin (tema dan amanat, perasaan, nada dan
suasana)



B. Unsur-unsur/ Struktur Puisi  (Unsur Fisik dan Unsur Batin)

1. Unsur Fisik (bentuk)

a. Diksi (pemilihan kata)

Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata. Kata-kata dipertimbangkan makna, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu dalam konteks atau dalam hubungan dengan kata yang lain, serta kedudukankata dalam keseluruhan puisi. Leh karena itu, di samping memiliki kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan kata dan kekuatan/ daya magis kata-kata.

Pemilihan kata-kata dalam puisi hendaknya bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan dan berbeda dengan kata-kata yang biasa kita pakai sehari-hari.


b. Pengimajian





Pengimajian/ Citraan dalam Puisi adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Adapun gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai, yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indra penglihatan). Jika dilihat dari fungsinya, citraan atau pengimajian lebih cenderung berfungsi untuk mengingatkan kembali apa yang telah dirasakan.

Dengan demikian, citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran. Kita akan kesulitan menggambarkan objek atau sesuatu yang disampaikan dalam puisi jika kita belum pernah sama sekali mengalami atau mengetahuinya. Oleh karena itu, kita akan mudah memahami puisi jika memiliki simpanan imaji-imaji yang diperoleh dari pengalamannya.

Ada beberapa jenis citraan yang dapat ditimbulkan puisi, yakni
sebagai berikut.

1). Citraan Penglihatan dalam puisi

Citraan penglihatan ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata). Citraan ini merupakan jenis yang paling sering digunakan penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh citraan penglihatan dapat dilihat dari kutipan puisi berikut.

Perahu Kertas
Waktu masih kanak-kanak Kau membuat perahu kertas
dan kau
layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang, dan perahumu
bergoyang menuju lautan.

Karya Sapardi Djoko Damono
Sumber: Perahu Kertas, 1991

2). Citraan Pendengaran dalam Puisi

Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga). Citraan ini dapat dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi, tembang, dendang, suara mengiang, berdentum-dentum, dan sayup-sayup.
Contoh citraan pendengaran dapat dilihat dari kutipan puisi berikut.

Penerbangan Terakhir

Maka menangislah ruh bayi itu keras-keras
Kedua tangan yang alit itu seperti kejang-kejang
Kakinya pun menerjang-nerjang
Suaranya melengking lalu menghiba-hiba

Karya Taufq Ismail
Sumber: Horison Sastra Indonesia 1 :Kitab Puisi 2002

3). Citraan Perabaan dalam Puisi
Citraan perabaan atau citraan tactual adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indra peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang menyebabkan kita merasakan rasa nyeri, dingin, atau panas karena perubahan suhu udara.
Berikut contoh citraan perabaan dalam puisi.

Blues untuk Bonie

sembari jari-jari galak di gitarnya
mencakar dan mencakar
menggaruki rasa gatal di sukmanya
Karya W.S. Rendra
Sumber: Horison Sastra Indonesia 1 : Kitab Puisi 2002

4). Citraan Penciuman dalam puisi

Citraan penciuman atau pembauan disebut juga citraan olfactory. Dengan membaca atau mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium bau sesuatu. Citraan atau pengimajian melalui indra penciuman ini akan memperkuat kesan dan makna sebuah puisi.

Perhatikan kutipan puisi berikut yang menggunakan citraan penciuman.

Pemandangan Senjakala
Senja yang basah meredakan hutan terbakar
Kelelawar-kelelawar raksasa datang dari langit kelabu tua
Bau mesiu di udara, Bau mayat. Bau kotoran kuda.

Karya W.S. Rendra
Sumber: Horison Sastra Indonesia 1: Kitab Puisi 2002

5). Citraan Pencicipan atau Pencecapan dalam puisi

Citraan pencicipan disebut juga citraan gustatory, yakni citraan yang muncul dari puisi sehingga kita seakan-akan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam, manis, atau pedas.
Berikut contoh larik-larik puisi yang menimbulkan citraan pencicipan atau pencecapan.

Pembicaraan
Hari mekar dan bercahaya:
yang ada hanya sorga. Neraka
adalah rasa pahit di mulut
waktu bangun pagi
Karya Subagio Sastrowardojo

6). Citraan Gerak dalam puisi

Dalam larik-larik puisi, kamu pun dapat menemukan citraan gerak atau kinestetik. Yang dimaksud citraan gerak adalah gerak tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan tersebut. Munculnya citraan gerak membuat gambaran puisi menjadi lebih dinamis.
Berikut contoh citraan gerak dalam puisi.

Mimpi Pulang

Di sini aku berdiri, berteman angin
Daun-daun cokelat berguguran
Meninggalkan ranting pohon oak yang meranggas
Dingin mulai mengigit telingaku
Kuperpanjang langkah kakiku
Menyusuri trotoar yang seperti tak berujung
Di antara beton-beton tua yang tidak ramah mengawasiku
Gelap mulai merayap menyusul langkah kakiku
Ah, Gott sei dank! di sana masih ada burung-burung putih
itu
Aku bagaikan pohon oak
Ditemani angin musim gugur yang masih tersisa

Karya Nuning Damayanti Sumber: Bunga yang Terserak, 2003

c. Kata konkret

Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Fungsinya agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar, merasa apa yang dilukiskan penyair.

Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret merupakan sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Perhatikan cuplikan puisi yang berjudul “Gadis Peminta-Minta” karya Toto Sudarto Bachtiar berikut!

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kecil untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara Katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Untuk melukiskan gadis itu benar-benar seorang pengemis gembel, penyair menggunakan kata-kata “gadis kecil berkaleng kecil”. Lukisan itu lebih konkret daripada dengan menggunakan diksi “gadis peminta-minta” atau “gadis miskin”. Untuk melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat untuk menelentangkan tubuh, penyair menulis “pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok” . Untuk memperkonkret dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair memperkonkret diksi “hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan gembira dari kemayaan riang”. Untuk memperkonkret gambaran tentang martabat gadis itu yang sama halnya memiliki martabat tinggi seperti manusia lainnya, penyair menulis “duniamu yang tinggi dari, menara Katedral”.

Contoh lain karya Rendra dalam ”Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo. Ia membuat kata konkret berikut ini.

Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi
Bulan berkhianat, gosokkan tubuhnya pada pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.

Kaki kuda yang bersepatu besi disebut penyair /kuku besi/. Kuda itu menapaki jalan tidak beraspal yang disebut /kulit bumi/. Atmo Karpo sebagai perampok yang naik kuda digambarkan sebagai /penunggang perampok yang diburu/. Penggambaran perjalanan Atmo Karpo naik kuda yang meletihkan itu diperkonkret dengan larik /surai bau keringat basah/. Ia siap berperang dan telah menghunus /jenawi / (samurai). Hal ini diperkonkret dengan larik /jenawi pun telanjang/.


d. Secara garis besar, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Gaya bahasa perbandingan;
2. Gaya bahasa Perulangan;
3. Gaya bahasa Pertentangan;
4. Gaya bahasa Penegasan.

e. RIma dan irama/ritme

Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh 
huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaan 
bunyi dalam puisi.

Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, 
panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya 
irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara 
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima,
perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata 
yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan 
dan vokal), atau panjang pendek kata.

Jenis-Jenis Rima :
 1.Rima sempurna:
Rima sempurna: yaitu persamaan bunyi pada suku-suku kata terakhir.

Contoh rima sempurna:
Mencarimu tak tahu di mana
Semoga tenang kau di sana
(Kemarin,Seventeen)

2.Rima tak sempurna

Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.

Contoh rima tak sempurna:

setulus dalamnya rasa cintaku
tak cukup meyakinkan hati orang tuamu
(Bagai Langit Dan Bumi, Via Vallen)

3.Rima mutlak

Rima mutlak, yaitu rima yang memperlihatkan adanya persamaan bunyi pada seluruh kata.
Contoh :
dua-dua
Indah-indah
Lusa-lusa


4.Rima terbuka

Rima terbuka, ialah rima dengan kata-kata yang berirama jatuh pada suku akhir yang bersuku terbuka, yakni berakhir dengan vokal yang sama, misalnya :
• Buka-luka
• Hati-mati


5.Rima tertutup

Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan). contoh:
• Hilang-malang 
• Susut-takut

6.Rima aliterasi

Rima aliterasi. Aliterasi dalam KBBI memiliki arti:
1)sajak awal untuk mendapatkan efek kesedapan bunyi;
2)pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yg berurutan

Maksudnya, adakalanya aliterasi diletakkan di awal masing-masing baris yang tujuannya untuk mendapatkan keindahan bunyi. sementara pengertian kedua menjelaskan bahwa ada deretan kalimat yang menggunakan deretan konsonan yang sama.

Contoh:
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu ……

(Amir Hamzah)

7.Rima Asonansi

Rima Asonansi: pengulangan bunyi vokal pada beberapa kata secara beruntun dalam satu baris.
Contoh:
Dalam termangu kumasih menyebut nama-Mu

8.Rima disonansi.

Rima disonansi, yaitu kombinasi bunyi yang dianggap kurang enak didengar. Rima ini memperlihatkan adanya kerangka vokal yang berlawanan.
Contoh rima disonansi:
Kisah-kasih
Pura-paru
Pula-palu
Hura-hura huru-hara



2. Unsur Batin Puisi

1. Tema Puisi

Tema adalah ide dasar yang mendasari sebuah tulisan, termasuk puisi. Tema puisi menjadi inti dari makna atau pesan yang ingin disampaikan penyair dalam puisinya. Meskipun bahasa yang digunakan dalam puisi cenderung bermakna konotatif, tetapi tema puisi salah satunya dapat dirunut dengan menggunakan kata-kata kunci dalam puisi tersebut. Tema puisi akan sangat menentukan penyair dalam memiih kata-kata yang digunakan dalam puisinya.
Contoh 1
Aku Ingin
Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sumber: Hujan Bulan Juni, Kumpulan Puisi karya Sapardi Djoko Damono, 2001
Dalam puisi Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono, tema puisinya adalah tentang cinta. Tema ini dapat dengan mudah ditemukan karena pengulangan kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana’ sebanyak dua kali.

Contoh 2
Sajak Anak Muda
W. S. Rendra
Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum
Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.
Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.
Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja?
inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.
Dasar keadilan di dalam pergaulan,
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.
Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.
Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
Untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?
Kita hanya menjadi alat birokrasi!
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan -
menjadi benalu di dahan.
Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberi pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran.
Apakah yang terjadi di sekitarku ini?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.
Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?
Apakah ini? Apakah ini?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.
Mengapa harus kita terima hidup begini?
Seseorang berhak diberi ijazah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.
Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagi bendera-bendera upacara,
sementara hukum dikhianati berulang kali.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita berada di dalam pusaran tatawarna
yang ajaib dan tidak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara
Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya.
Pejambon, Jakarta, 23 Juni 1977
Tema puisi Sajak Anak Muda karya W.S. Rendra adalah pendidikan. Tema ini dapat ditemukan dari penggunaan kata-kata yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan seperti ilmu hukum, filsafat, logika; serta istilah pendidikan seperti pendidikan, pengetahuan, sekolah, dan ujian.


2. Amanat

Amanat, pesan, atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca atau pendengar setelah membaca atau mendengar pembacaan puisi. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca atau pendengar. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh terhadap amanat puisi.

Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca atau pendengar terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca atau pendengar, amanat tidak dapat dilepaskan dari tema dan isi puisi yang dikemukakan penyair.

Perhatikan puisi "Doa" (Chairil Anwar) berikut:

“Doa”
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

(Deru Campur Debu, 1959)

Puisi "Doa" karya Chairil Anwar mengandung bermacam-macam amanat, seperti yang terlihat di bawah ini:

a.  Manusia sering berbuat dosa dalam hidupnya. Oleh karena itu, hendaknya, manusia bertobat dan kembali ke jalan Tuhan.
b.   Tuhan selalu menerima manusia yang bertobat.
c.   Tobat adalah jalan menuju kebaikan dan meminta ampunan kepada Tuhan.
d.  Jangan menutup diri terhadap pengampunan Tuhan sebab hanya dengan ampunan-Nya hidup kita dapat menjadi lebih baik.


3. Perasaan (feeling)

Puisi merupakan sebuah wujud ekspresi dari seorang penyair. Ekspresi tersebut dapat berupa kerinduan, kegelisahan, penagungan kepada Tuhan, kepada alam, atau kepada kekasih. Feeling juga dapat menjadi ciri latar psikologi, sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan sang penyair. Perasan penyair tersebut nantinya akan mempengaruhi bahasa yang digunakan misalkan tentang alam maka bahasa yang digunakan akan cenderung bermakna keindahan alam.

DOA (Chairil Anwar)
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ´Doa´ gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Akutak bisa berpaling.




4. Nada dan Suasana

Nada dalam puisi memuat sebuah sikap bagaimana puisi itu dibacakan (bernada) apakah merupakan sebuah nasihat, kritik, sindiran, ejekan, atau cerita. Nada tesebut nantinya akan dirasakan oleh pembaca setelah membaca puisi yakni adanya perubahan suasana tertentu pada pembaca. Nada kritik dapat menimbulkan suasana pemberontakan, nada sindiran mengakibatkan rasa malu, nada ejekan dapat menimbulkan kemarahan dan lain sebagainya.


DOA (Chairil Anwar)
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

Nada berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibatpembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.