Wednesday, 13 January 2016

Mengevaluasi Struktur Teks Opini/Editorial

Teks opini/editorial adalah teks yang berisi permasalahan yang bersifat aktual yang ditulis berdasarkan sudut pandang; opini atau pendapat dari penulis. Di dalam editorial terdapat fakta dan opini. Fakta adalah hal yang bersifat faktual yang diambil dari peristiwa atau kejadian meaupun berbagai gejala yang terjadi di masyarakat. Opini adalah argumen atau tanggapan redaksi terhadap peristiwa atau gejala yang dijadikan pokok pembicaraan dalam editorial yang disertai pula dengan harapan-harapan yang bertujuan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang dibahas.

Susunan teks opini/editorial dibuat semenarik mungkin dengan memberikan berbagai argumen, data-data yang menunjang pendapat dari penulis tentang masalah yang sedang dibahas. Data-data yang digunakan itu bertujuan untuk mempengaruhi atau mengubah persepsi pembaca atau pendengar untuk mengikuti atau menerima pendapat penulis teks tersebut.

Pada kegiatan ini Anda diminta untuk dapat mengajukan argumentasi bahwa sesuatu itu benar adanya atau sesuatu yang diusulkan itu harus dilakukan. Hal ini sesuai dengan fungsi sosial teks opini. Dengan merekonstruksi nilai-nilai dan tujuan sosial yang menerapkan kelaziman kebahasaan, serta mengikuti tahapan struktur teks yang telah ditetapkan, diharapkan secara bersama bisa membangun sebuah teks opini/editorial.

Struktur Teks
Setiap teks memiliki struktur yang berbeda. Struktur teks tersebut berfungsi untuk membentuk struktur berpikir seseorang sehingga setiap penguasaan jenis teks tertentu maka seseorang akan memiliki kemampuan berpikir sesuai dengan struktur teks yang telah dikuasainya. Dengan berbagai macam jenis teks yang dikuasai maka seseorang akan menguasai pula berbagai struktur berpikir. Struktur berpikir akan berimbas pada bagaimana seseorang dapat menyampaikan pesan, pikiran, gagasan, pendapat, atau idenya kepada orang lain. Perhatikan struktur teks berikut ini.
Sastra Facebook, Sebuah Alternatif Pengembangan Proses Kreatif
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatSastra erat kaitannya dengan dunia imajinasi. Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta melalui imajinasi tersebut. Sastra juga merupakan karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasaan estetika dan intelektual bagi pembaca. Siapa pun itu berhak mengekspresikan imajinasinya dan bebas menyampaikan pesan moral yang dibawanya melalui karya yang diciptakannya. Namun, sering karya sastra tidak mampu dinikmati oleh setiap orang karena berbagai keterbatasan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya wahana pemublikasian karya sastra tersebut, sehingga kerap karya yang telah dilahirkan akhirnya harus mengendap di laci sang penulis, terutama bagi penulis pemula.
2.ArgumentasiSebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan, maka akan menguap begitu saja tanpa makna. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra itulah diperlukan wahana. Selama ini, wahana yang tersedia adalah media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. Dengan berbagai keterbatasan, seperti jumlah halaman pada buku atau jumlah kata pada rubrik-rubrik sastra di koran, menyebabkan karya sastra yang dimuat harus melalui proses penyeleksian. Tentu saja kesempatan terbesar untuk dapat dimuat dalam media cetak tersebut ada pada para sastrawan yang telah memiliki nama besar. Bagi penulis pemula, apabila karyanya tidak spektakuler, atau belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan redaktur, harus mencoba dan mencoba lagi. Hal inilah yang kadang membuat banyak penulis pemula putus asa dan bahkan memutuskan untuk tidak akan mencoba menulis lagi, dan mencamkan dalam dirinya bahwa ternyata ia tidak berbakat.

Padahal untuk memunculkan kreativitas diperlukan proses, yakni proses kreatif. Dengan berputus asa seperti itu, berarti penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya. Ide-ide imajinatif yang masih bercokol dalam otak manusia itu, apabila diperlakukan dengan maksimal akan memunculkan sebuah proses kreatif. Menciptakan suasana yang dapat mengalirkan gagasan dengan bebas merupakan salah satu unsur proses kreatif itu sendiri. Berbagai kecenderungan yang dapat memengaruhi daya kreasi, pengembangan, dan pelaksanaan gagasan sudah selayaknya tak diberi peran, sehingga pemunculan kreativitas tak tersumbat.

Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. Wahana ini muncul sekitar awal tahun 2001 seiring dengan merebaknya internet di Indonesia. Cybersastra ini dapat menyalurkan segala bentuk inspirasi bagi penulis pemula yang menjadi tonggak baru kehadiran dunia sastra yang bersifat bebas. Dalam hal ini, karya sastra tidak mengenal ruang, waktu, bahasa, dan mendobrak sekat-sekat negara, karena dengan beberapa detik tulisan yang dimuat akan terekspos ke seluruh belahan negara. Setiap penulis yang memuat karyanya di wahana ini tidak perlu melewati serentetan aturan yang diciptakan para redaktur seperti pada media cetak. Harus diakui bahwa koran dan media cetak lainnya telah punya andil dalam membesarkan nama-nama sastrawan, tetapi terlalu naif apabila menganggap koran atau media cetak menjadi satu-satunya sumber untuk membuat seseorang menjadi sastrawan, terutama pada era keterbukaan dan era digital ini.

Kehadiran Cybersastra membawa suatu inovasi baru dalam menduniakan karya sastra. Theora Aghata dalam esainya “Sastra Cyber: Beberapa Catatan”, terangkum dalam Sastra Pembebasan Antologi Puisi-Cerpen-Esai (2004), mengungkapkan bahwa keberadaan Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru karena fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer baru bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. Peranan strategis Cybersastra merupakan wahana berkreasi yang mampu meng-update karya secara singkat sehingga menunjang produktivitas dan mendorong perkembangan sastra. Selain itu wahana ini juga mengembangkan wacana kritis dan mengasah kemampuan maupun pemikiran. Kegiatan-kegiatan sastra dalam beberapa tahun terakhir marak berkembang melalui internet, termasuk karya-karya sastra di situs-situs jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter dan sebagainya.

Facebook sebuah situs web jejaring sosial populer yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 ini, kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang. Sebagai media sosial terbuka, Facebook telah mampu mendapat tempat bagi pelaku sastra. Siapa saja bebas menyiarkan karya-karyanya lewat media ini dan setiap orang pun bebas memberikan komentar atau sekadar mengacungkan jempol sebagai bentuk apresiasi terhadap karya tersebut. Melalui jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 ini,  siapa saja memiliki keleluasaan mengembangkan ide-ide dan gagasan secara bebas. Pemunculan ide kreatif yang terkait erat dengan kemampuan mentransformasikan serangkaian gagasan abstrak, dapat diubah menjadi sebuah realitas melalui wahana ini. Bahkan beberapa komunitas sastra yang bergerak di sini, seperti “Kopi Sastra”, “Rumah Sastra”, “Dunia Sastra”, dan banyak lagi membentuk kelompok sendiri. Dengan menggunakan fasilitas yang disediakan Facebook, mereka saling berbagi karya, mengomentari satu sama lain, dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan sastra.

Media ini memiliki peranan penting dalam menghidupkan karya sastra. Bagi para penulis pemula, media ini bisa dijadikan sebagai sebuah bentuk pencarian jati diri di tengah masyarakat dalam memasarkan karya-karyanya. Bagi para sastrawan yang karya-karyanya telah dipublikasikan di media cetak, boleh saja ikut memasarkan karya-karya tersebut melalui media ini. Barangkali, melalui media cetak, karya yang dihasilkannya itu tidak bisa dinikmati oleh semua sasaran, tetapi melalui Facebook, karyanya akan dengan cepat dan mudah diketahui banyak orang. Selain itu, pemilik akun Facebook bisa saling berkomentar seputar dunia sastra dan karya-karya yang dipublikasikan, tanpa harus mengeluarkan biaya banyak. Si pemilik karya pun bisa melihat sejauh mana apresiasi masyarakat terhadap karyanya.  
3.Pernyataan Ulang PendapatTidak adanya batasan kreativitas pada Facebook ini, seperti halnya media cetak, menyebabkan kebebasan berimajinasi penulis cenderung menciptakan hal-hal baru, yang terkadang bersifat sesuka hati. Akibatnya, karya-karya sastra yang lahir pun semakin liar dan kadang tak terkendali. Oleh sebab itu, kualitas sastra Facebook layak pula ditinjau lebih jauh. Meskipun persoalan mutu bersifat relatif, tetapi hendaknya karya-karya yang lahir melalui media ini tetap berbasis teori sastra secara lazim.

Jangan sampai kehadiran sastra Facebook mementahkan kreativitas, hanya mementingkan kuantitas karya-karya yang berdesakan ingin dipublikasikan tanpa memedulikan kualitas. Tanpa  adanya seleksi seperti pada sastra koran dan sastra buku, tentu menjadi peluang sangat besar akan terjadinya hal semacam ini. Jika masalah ini berlarut-larut tanpa adanya kritik melalui penelitian sastra secara signifikan dan konsisten, maka justru akan menjadi titik degradasi sastra secara besar-besaran.
(Sumber: Riau Pos, Sabtu, 6 April 2013)

Apakah yang disampaikan pada bagian pernyataan pendapat?
Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan masalah manusia. Siapa pun itu berhak mengekspresikan imajinasinya dan bebas menyampaikan pesan moral yang dibawanya melalui karya yang diciptakannya. 
Apa pula informasi yang ada pada bagian argumentasi?
  1. Sebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan akan menguap begitu saja tanpa makna. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra diperlukan wahana yaitu media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. 
  2. Untuk memunculkan kreativitas diperlukan proses, yakni proses kreatif. Dengan berputus asa penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya.
  3. Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. Cybersastra ini dapat menyalurkan segala bentuk inspirasi bagi penulis pemula yang menjadi tonggak baru kehadiran dunia sastra yang bersifat bebas.
  4. Kehadiran Cybersastra membawa suatu inovasi baru dalam menduniakan karya sastra. Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru karena fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer baru bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. 
  5. Facebook sebuah situs web jejaring sosial populer kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang. Sebagai media sosial terbuka, Facebook telah mampu mendapat tempat bagi pelaku sastra. Siapa saja bebas menyiarkan karya-karyanya lewat media ini.
  6. Media ini memiliki peranan penting dalam menghidupkan karya sastra. Bagi para penulis pemula, media ini bisa dijadikan sebagai sebuah bentuk pencarian jati diri di tengah masyarakat dalam memasarkan karya-karyanya.  

Fakta dan Opini
Agar dapat memengaruhi pembaca, penulis opini sering menambahkan data dan fakta untuk mendukung pendapatnya. Carilah argumentasi yang terdapat dalam teks “Sastra Facebook, Sebuah Alternatif Pengembangan Proses Kreatif”. Identifikasikanlah argumentasi yang ada, apakah merupakan pendapat penulis atau fakta yang mendukung pendapat penulis.
Pendapat penulis
  1. Sebuah karya sastra, apabila tidak dipublikasikan, maka akan menguap begitu saja tanpa makna. 
  2. Bagi penulis pemula, apabila karyanya tidak spektakuler, atau belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan redaktur, harus mencoba dan mencoba lagi. 
  3. Hal inilah yang kadang membuat banyak penulis pemula putus asa dan bahkan memutuskan untuk tidak akan mencoba menulis lagi, dan mencamkan dalam dirinya bahwa ternyata ia tidak berbakat.
  4. Dengan berputus asa seperti itu, berarti penulis pemula itu telah pula menghambat proses kreatif yang ada dalam dirinya.
  5. Oleh sebab itu, kualitas sastra Facebook layak pula ditinjau lebih jauh. Meskipun persoalan mutu bersifat relatif, tetapi hendaknya karya-karya yang lahir melalui media ini tetap berbasis teori sastra secara lazim.

Fakta
  1. Untuk memublikasikan sebuah karya sastra itulah diperlukan wahana. Selama ini, wahana yang tersedia adalah media cetak, baik itu buku, koran, majalah, serta tabloid. 
  2. Menciptakan suasana yang dapat mengalirkan gagasan dengan bebas merupakan salah satu unsur proses kreatif itu sendiri.
  3. Kegiatan-kegiatan sastra dalam beberapa tahun terakhir marak berkembang melalui internet, termasuk karya-karya sastra di situs-situs jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter dan sebagainya.
  4. Kehadiran Cybersastra membawa suatu inovasi baru dalam menduniakan karya sastra.
  5. Theora Aghata dalam esainya “Sastra Cyber: Beberapa Catatan”, terangkum dalam Sastra Pembebasan Antologi Puisi-Cerpen-Esai (2004), mengungkapkan bahwa keberadaan Cybersastra telah menjadi wahana dan wacana sangat penting, justru karena fleksibilitas dan kemampuannya untuk menjadi sebuah barometer baru bagi kemajuan sastra kita (Indonesia) di masa depan. 
  6. Cybersastra, sebagai sebuah wahana, muncul menjawab kegelisahan para penulis atau sastrawan pemula. 
  7. Facebook sebuah situs web jejaring sosial populer yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 ini, kerap dijadikan media pengekspresian imajinasi bagi banyak orang.
  8. Melalui jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 ini, siapa saja memiliki keleluasaan mengembangkan ide-ide dan gagasan secara bebas.

Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Opini/Editorial

Dalam kehidupan kita sehari-hari kita tentu akrab dengan media cetak seperti surat kabar, majalah, dan tabloid, semuanya pasti menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar berita. Tapi, tak semua penggunaan kata di media cetak tersebut sesuai dengan ejaan yang berlaku yaitu EYD. Kesalahan tersebut dapat berupa ketidak sesuaian pada penggunaan kata, tanda baca, maupun singkatan dan akronim. Pers memiliki fungsi pencerdas bangsa yang lebih menentukan. Pers sekaligus menjadi pencari berita dan menjadi guru bahasa. Guru bahasa di sini diartikan memiliki kepedulian yang akhirnya mencerahkan pikiran warga masyarakat. Dalam penyampaian informasi tentunya penggunaan ejaan yang baik sangat dibutuhkan karena dengan adanya penggunaan ejaan yang baik kita dapat dengan mudah memahami informasi yang di sampaikan.

Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Sedangkan akronim, ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Akronim atau singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf disarankan sebaiknya tidak dijadikan judul artikel, kecuali untuk kasus-kasus istimewa, karena akronim dan singkatan yang terdiri dari dua atau tiga huruf dapat memiliki kepanjangan lebih dari satu dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Untuk pembentukan akronim, hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. Kedua, akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
Pil Pilu Pemilu
Oleh: Zen Hae (Penyair dan Kritikus Sastra)
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatPemilihan umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim (dan singkatan). Menjelang dan saat pemilulah kita menyaksikan bangsa kita memproduksi akronim secara besar-besaran. Pemilu itu adalah sebuah akronim, begitu juga tahapan dan perangkatnya: pemilukada atau pilkada, pileg, pilpres, pilwalkot, luber jurdil, parpol, bawaslu/panwaslu, balon, dapil, caleg, capres/cawapres, pantarlih, dan seterusnya.
2.ArgumentasiBegitulah, pangkal soal utama akronim dalam hasrat akan keringkasan dalam berkomunikasi. Kita menggunakan akronim sebagai salah satu jalan keluar agar kalimat yang kita ungkapkan terasa ringkas, mudah diucapkan dan diingat oleh lawan bicara kita, bangsa yang beringatan pendek ini.

Sejatinya, akronim bukanlah kata. Ia hanya kata semu yang proses morfologisnya menimbulkan, setidaknya, tiga kecenderungan. Pertama, prinsip semau gue. Satuan terkecil akronim adalah huruf atau suku kata dari sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada kesepakatan dalam pemadatan itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti dikutip adalah unsur kata dasar atau kata turunan. Semuanya boleh sepanjang akronim itu bisa “diperlakukan sebagai sebuah kata”, karena begitulah pengertian dasar akronim menurut Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (2009).

Akan tetapi, bagaimana kita bisa memperlakukan akronim sebagai sebuah kata, dengan cara yang wajar pula? Ambil contoh lain: “Sentra Gakkumdu” (Sentra Penegakan Hukum Terpadu). Meski menurut syarat pembentukan akronim ia tidak lebih dari tiga suku kata dan taat asas dengan mengambil suku kata terakhir setiap kata, “Gakkumdu” adalah “kata” yang aneh, baik bunyi maupun kombinasi vokal dan konsonannya.

Kedua, pencomotan huruf atau suku kata itu menggiring kita ke dalam perangkap alusi bunyi. Sadar atau tidak, saat membuat akronim, kita membayangkan bunyi yang mirip dengan bunyi kata yang sudah ada, atau bahkan sama persis, sehingga kata yang sudah ada itu mengalami pengayaan makna. Misalnya, “pileg” (pemilu legislatif) beralusi bunyi dengan pilek; “caleg” (calon anggota legislatif) dengan calo, sementara “balon” (bakal calon) sebunyi dengan balon.

Terakhir, sebaliknya, pembentukan akronim juga menghindari jebakan alusi bunyi. Sejak awal Orde Baru, “pemilihan umum” diakronimkan dengan “pemilu”, bukan “pilum” atau  “pemilum” (jika mengacu ke pola “ketum”), tidak juga “pilu”, yang mencomot unsur kata dasar pilih dan umum. Jika pemilu
diakronimkan dengan “pilu”, akan segera beralusi bunyi dengan kata pilu yang kita sudah tahu maknanya. Jika “pilu” yang digunakan, permainan makna akan menyasar ironi pemilu di masa itu: pemenangnya partai tertentu melulu. Sedangkan kini “pemilu” bisa juga dimaknai sebagai “menyebabkan pilu atau sakit hati” akibat munculnya pelbagai sengketa dan kecurangan pemilukada.

Memang, dalam pembuatannya, akronim yang berpola kadang tidak menarik atau membingungkan, maka orang memilih yang melenceng tetapi menghasilkan kemerduan bunyi (misalnya “sisminbakum”) atau menyaran kepada harapan dan doa. Itulah mengapa Wiranto, capres dari Partai Hanura, menyingkat namanya menjadi “Win”, bukan “Wir”, karena dengan “Win” dia berharap akan meraih kemenangan di pilpres. Sedangkan dengan “Wir” terkesan peluangnya akan “terkiwir-kiwir" sebagaimana pernah dinyatakan seorang pengguna Twitter.
3.Pernyataan Ulang PendapatAkhirulkalam, bagaimana semestinya sikap kita terhadap akronim? Saya menerima akronim sebagai sebentuk kreativitas dan permainan makna yang menyegarkan. Pada titik tertentu, ia terasa mengotori bahasa Indonesia atau memperbingung penuturnya, apalagi penutur asing. Agar mudah dipahami dalam berkomunikasi, syaratnya sederhana: kita harus merumuskan kalimat sepadat dan sejernih mungkin—bukan membuat akronim atau singkatan.
(Sumber: Majalah Tempo, 24 Februari—2 Maret 2014, halaman 78)

Apa yang Anda ketahui tentang akronim? Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang di perlukan sebagai kata.

Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa pemilihan umum bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga pesta akronim? Setuju karena pada saat pemilihan umum banyak sekali akronim yang digunakan seperti caleg, dapil, cagub, pileg, TPS, panwaslu, gastarlih, pilpres dan masih banyak yang lainnya.

Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa penyebab utama pembuatan akronim adalah keinginan akan keringkasan dalam berkomunikasi? Setuju karena secara umum, akronim-akronim tersebut dibuat untuk mempersingkat jumlah kata agar menghemat waktu dalam pengucapan. Selain itu, sebagian akronim sengaja diplesetkan agar terkesan lucu, untuk menciptakan keakraban komunikasi sehari-hari.

Setujukah And bahwa akronim, pada titik tertentu, terasa mengotori bahasa Indonesia? Setuju karena saat ini, terdapat banyak akronim berkembang di masyarakat. Namun, tidak sedikit yang menerjang kaidah kebahasaaan. Pada salah satu media cetak ditemukan penulisan akronim markus (kasus Anggodo-Bank Century). Akronim markus  yang berarti ‘makelar kasus’ tersebut membingungkan masyarakat umum karena kombinasi vokal dan konsonannya terkesan aneh. Kebanyakan masyarakat akan mengira bahwa markus adalah nama orang yang ditunjuk Anggodo dalam kasus Bank Century. Lalu, begitu dinamiskah bahasa sehingga seringkali dibuat seenaknya dan terkadang memunculkan makna baru yang belum tentu berterima di masyarakat.

Perhatikan akronim “KarSa” (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan “balon” (bakal calon). Kemukakanlah pendapat Anda tentang kedua akronim tersebut. Pada akronim KarSa suku kata yang diambil adalah pada bagian tengah (Su-kar-wo Sai-ful-lah Yu-suf), menyaran pada Karsa yang berarti daya (kekuatan) jiwa yang mendorong makhluk hidup untuk berkehendak. Pada akronim balon bagian yang diambil adalah bagian depan dan bagian belakang (ba-kal ca-lon). Menyaran pada kemerduan bunyi jika dibandingkan apabila menggunakan akronim baca (ba-kal ca-lon)

Perhatikan dengan saksama kutipan berikut ini. "Kita menggunakan akronim sebagai salah satu jalan keluar agar kalimat yang kita ungkapkan terasa ringkas, mudah diucapkan dan diingat oleh lawan bicara kita, bangsa yang beringatan pendek ini" Menurut Anda, apa sebenarnya yang ingin disampaikan penulis opini “Pil Pilu Pemilu” ini? Kata lain untuk ‘bangsa pelupa’ adalah ‘bangsa pendek ingatan’. Ambiguitas pengertian serta merta timbul dari ungkapan ‘bangsa pendek ingatan’, sebab kata-kata ini dapat bernuansa negatif, sepadan dengan kelompok manusia yang bertindak emosional dan tidak sanggup berpikir jauh ke depan. Atau, setelah bertindak baru mulai berpikir, sehingga segala konsekuensi yang mengikutinya bukan lagi menjadi tanggung jawab si penutur. 

“Akronim bukanlah kata. Akronim hanyalah kata semu yang proses morfologisnya menimbulkan prinsip semau gue”. Kemukakanlah pendapat Anda tentang hal ini. Satuan terkecil akronim adalah huruf atau suku kata dari sejumlah kata yang dipadatkan. Namun, tidak ada kesepakatan dalam pemadatan itu. Huruf atau suku kata manakah dari sebuah kata yang mesti dicomot: yang pertama, yang tengah, yang akhir, atau kombinasi ketiganya. Apakah yang mesti dikutip adalah unsur kata dasar atau kata turunan. Pembuat akronim terkadang hanya mementingkan kemerduan bunyi saja tanpa memperhatikan proses pembentukan katanya.

Bagaimana Anda menyikapi akronim yang berkembang dalam bahasa Indonesia? Bahasa merupakan ungkapan dan cerminan kehidupan budaya dalam arti yang luas. Dapat juga dikatakan bahwa perubahan bahasa mencerminkan perubahan budaya dalam berbagai segi. Bahasa memberikan gambaran orang yang memakai bahasa itu. Akronim cenderung hanya dimengerti oleh kalangan tertentu, akronim itu cenderung membingungkan, bahkan pembaca atau pendengar bisa terkecoh atau tertipu.

Menurut Anda, apakah akronim dapat memperkaya atau malah merusak bahasa Indonesia? Menurut saya akronim dapat merusak bahasa Indonesia. Menyingkat-nyingkat tulisan memang mudah saja, tapi bahayanya adalah merusak bahasa. Misalnya akronim murmer kepanjangannya yaitu murah meriah yang tujuannya tentu saja untuk menarik perhatian pembaca/pelanggannya dalam rangka promosi. Menurut saya tidak perlulah menambah, mengurangi, bahasa kita yang justru malah merusak bahasa kita Indonesia. Bukankah cinta tanah air termasuk di dalamnya cinta bahasa Indonesia? Hal ini yang perlu kita tanamkan kembali pada generasi-generasi muda Indonesia untuk lebih cerdas dengan berbahasa yang baik.

Carilah berbagai akronim yang telah berkembang dalam bahasa Indonesia. Buatlah contoh kalimat yang mengandung akronim tersebut.
No.AkronimKepanjanganContoh dalam Kalimat
1.PuskesmasPusat kesehatan masyarakatPuskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah kecamatan. 
2.TilangBukti PelanggarangKalau anda ingin menghadiri sidang, datanglah sesuai tanggal sidang yang tertera di surat tilang ke PN yg ditunjuk.
3.RudalPeluru kendaliSebelum tahun 2012, boleh dibilang lini sista rudal udara ke udara yang dimiliki TNI AU cukupinferior bila dibandingkan AU Singapura dan AU Malaysia.
4.PemkotPemerintah KotaMenjelang Lebaran, tim gabungan Pemkot Malang mengadakan inspeksi mendadak makanan dan minuman di sejumlah toko dan swalayan
5.GepengGelandangan dan pengemisDua gepeng yang biasa mangkal di Simpang Siti Hajar Jalan Jamin Ginting Medan, berlari kencang saat Satuan Polisi Pamong Praja hendak menangkap mereka.
6.SiskamlingSistem keamanan lingkunganDalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitas siskamling, dilakukan dengan ronda. Ronda adalah berjalan berkeliling (patroli) untuk menjaga keamanan di kampung / desa setempat baik dengan jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan bermotor.
7.PosyanduPos pelayanan terpaduMenurut Effendy (1998), Posyandu merupakan forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. 
8.TogaTanaman Obat keluarGAPemanfaatan TOGA yang digunakan untuk pengobatan gangguan kesehatan keluarga menurut gejala umum adalah: Demam panas, Batuk, Sakit perut, dan Gatal-gatal.
9.Sinetronsinema elektronikRCTI kembali mendobrak dunia persinetronan tanah air dengan mengeluarkan salah satu sinetron yang bergenre remaja, cinta dan sedikit keren berbau jalanan dimana para pemainya sekelas aktor Ganteng Stefean William dalam sinetron ini mengendari motor Sport dengan para ganknya.
10.CuranmorPencurian kendaraan bermotorKapolsek Serpong Kompol Heribetrus Ompusunggu memperlihatkan tersangka dan barang bukti curanmor saat di Mapolsek Serpong,

Menyunting dan Mengabstraksi Teks Opini/Editorial

Teks opini adalah teks yang berisi perkiraan, pikiran, pendapat, atau anggapan tentang suatu hal. Menyunting teks opini adalah kegiatan memperbaiki teks opini sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa teks opini. Ciri yang paling menonjol adalah penggunaan teks opini antara lain yang berhubungan dengan adverbia, konjungsi, verba (material, relasional, dan mental) dan kosa kata. Sebelum teks opini diterbitkan perlu disunting terlebih dahulu. Sebuah teks opini disunting karena ingin menjaga kualitas teks tersebut. Menyunting naskah tersebut diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam sebuah teks opini. Menyunting merupakan langkah terakhir dari tahap penyusunan suatu teks opini sebelum teks tersebut diterbitkan.

Dalam menyunting teks opini ada hal-hal yang harus diperhatikan misalnya, sebelum mulai menyunting teks opini, penyunting wajib mencari informasi mengenai kaidah penulisan teks opini, Hal-hal yang mungkin akan diubah dalam teks oleh penyunting wajib dikonsultasikan dengan penulis teks opini, Dalam kegiatan menyunting teks opini punyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Oleh karena itu, ada beberapa bagian teks opini yang harus dipahami dalam menyunting struktur dan kaidah-kaidah teks opini. Cara menyunting teks opini antara lain sebagai berikut.

Pengimbuhan
Pengimbuhan menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan makna kata. Keteraturan itu dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan makna konsep yang berbeda. Berikut ini terdapat contoh bentuk berimbuhan yang menunjukkan pertalian makna tersebut. Tugas kalian adalah mencari bentuk berimbuhan lainnya untuk melengkapi kolom yang kosong.
No.VerbalPelaku/AlatProsesHasil
1.mengubahpengubah (yang mengubah)pengubahan (proses mengubah)ubahan (hasil mengubah)
2.menyediakanpenyedia
(yang menyediakan)
penyediaan
(proses menyediakan)
persediaan
(hasil menyediakan)
3.memberipemberi
(yang memberikan)
memberikan
(proses memberikan)
pemberian
(hasil memberikan)
4.memasangpemasang
(yang memasang)
pemasangan
(proses memasang)
pasangan
(hasil memasang)
5.membangunpembangun
(yang membangun)
pembangunan
(proses membangun)
bangunan
(hasil membangun)
6.membuatpembuat (yang membuat)pembuatan (proses membuat)buatan (hasil membuat)
7.membawapembawa (yang membawa)pembawaan (proses membawa)bawaan (hasil membawa)
8.membantupembantu (yang membantu)pembantuan (proses membantu)bantuan (hasil membantu)
9.mencobapencoba (yang mencoba)percobaan (proses mencoba)cobaan (hasil mencoba)
10.memperolehpemeroleh (yang memperoleh)pemerolehan (proses memperoleh)perolehan (hasil memperoleh)

Reduplikasi
Reduplikasi merupakan proses pengulangan. Reduplikasi juga merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Dalam reduplikasi terjadi perubahan makna gramatikal, sehingga terjadi satuan yang berstatus kata. Ada tiga macam bentuk reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaksis. Reduplikasi fonologis tidak terjadi perubahan makna, karena pengulangannya hanya bersifat fonologis artinya bukan atau tidak ada pengulangan leksem. Misalnya dada, tubi-tubi, dan kupu-kupu termasuk reduplikasi fonologis karna bentuk dasarnya bukan dari da, tubi, dan kupu. Reduplikasi morfemis terjadi perubahan makna gramatikal atas leksem yang diulang, sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Dan reduplikasi sintaksis adalah proses yang terjadi atas leksem yang menghasil satuan yang berstatus klausa, jadi berada di luar cakupan morfologi. Contoh, asam-asam dimakannya juga mangga itu.
No.ReduplikasiMaknaContoh Kalimat
1.tidur-tidurankurang sungguh-sungguh (deintensif)Dari tadi pagi si Bobi kerjanya cuma tidur-tiduran di sofa.
2.antar-mengantarberbalasan (resiprokal)Pada hari Natal para kenalan antar-mengantar hadiah.
3.beres-beressungguh-sungguh (intensif)Sebaiknya beres-beres dari sekarang.
4.keliling-kelilingberkali-kali (iteratif)Kami cuma keliling-keliling di kebun 
5.rumah-rumahbentuk jamakRumah-rumah di Jakarta tidak diatur sedemikian rupa sehingga kelihatan semrawut.
6.warna-warnibermacam-macamPelangi di langit berwarna-warni sangat indah
7.lelakitidak mengalami perubahan maknaLelaki sejati tak pandai mengumbar janji karena setiap janji bernilai dan merupakan pertanda harga diri
8.tali-temalivariasiTali-temali diajarkan dalam kepramukaan
9.ibu-ibuyang bertindak sebagaiIbu-ibu berkumpul di Posyandu pada hari Sabtu.
10.mobil-mobilanyang miripIbunya sering membelikannya mobil-mobilan.

Konjungsi
Hubungan antarkalimat yang membentuk kalimat majemuk selain ditandai oleh kata penghubung (konjungsi) juga ditandai oleh koma (,) atau titik koma (;). Jika hubungan ini menunjukkan ketidaklogisan, salah satu penyebabnya adalah penggunaan konjungsi yang tidak tepat. Berikut diberikan beberapa contoh kalimat majemuk yang menggunakan konjungsi. Jika pengggunaan konjungsi berikut sudah tepat, berilah tanda (√) pada kolom (B). Akan tetapi, jika penggunaan konjungsi dalam kalimat berikut tidak logis, berilah tanda (√) pada kolom (S).
No.ReduplikasiBS
1.Resor tumbuh menjamur, oleh sebab itu kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal.-
2.Karena secara terminologis kata baik dan benar sudah menyaran pada hal yang sempurna dan tanpa cacat, orang pun tidak segan-segan memaknai slogan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu sama dengan bahasa Indonesia baku. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.-
3.Dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang lebih sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga tuntutan untuk selalu berbahasa Indonesia ragam baku itu pun tidak ada.-
4.Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi pemakaiannya, meskipun bahasa yang benar adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah (aturan) bahasa.-
5.Berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak hanya dapat memperlancar komunikasi, kemudian juga dapat meluruskan cara berpikir (berlogika) dan sekaligus mengajarkan cara bertanggung jawab.-
6.Pemilihan umum (pemilu) bukan hanya pesta demokrasi, namun juga pesta akronim (dan singkatan).-
7.Dalam pembuatannya, akronim yang berpola kadang tidak menarik atau membingungkan, maka orang memilih yang melenceng tetapi menghasilkan kemerduan bunyi-
8.Meskipun saya tidak dapat menghadiri undangan tersebut tetapi saya akan tetap mengirimkan kado.-
9.Jepang telah menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana.-
10.Jika guru tidak hadir, maka para siswa akan berkeliaran di luar kelas.-

Kalimat Majemuk
Kesejajaran unsur kalimat pada kalimat majemuk setara itu diperlukan. Kesejajaran itu meliputi jenis kalimat ataupun urutan unsur kalimatnya. Sebagai contoh, jika kalimat pertama yang menjadi unsur kalimat majemuk setara itu berupa kalimat nomina, pengisi predikatnya berupa nomina, kalimat kedua dan kalimat selanjutnya juga harus berupa kalimat nominal. Selanjutnya, jika kalimat pertama dalam kalimat majemuk setara itu berupa kalimat transitif, kalimat kedua dan selanjutnya juga harus berupa kalimat transitif. Misalnya sebagai berikut.
  • Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan dibelanjakan sebagian untuk keperluannya sehari-hari.
  • Penulisan laporan itu dilakukan oleh kelompok V, tetapi kelompok I menyempurnakan.

Kedua contoh kalimat majemuk setara di atas tidak memperlihatkan kesejajaran. Ketidaksejajaran tersebut dapat dilihat dari kata yang dicetak miring sebagai unsur pengisi kalimat majemuk setara. Kedua kalimat ini dapat diperbaiki seperti berikut.
  • Para pegawai negeri menerima gaji setiap awal bulan dan membelanjakannya sebagian untuk keperluannya sehari-hari.
  • Penulisan laporan itu dilakukan oleh kelompok V, tetapi disempurnakan oleh kelompok I.

Buatlah 5 contoh kalimat majemuk setara lainnya.
  1. Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia tergolong negara berkembang.
  2. Juhariyah pergi ke pasar sedangkan Ragil berangkat ke bengkel.
  3. Syifa telah mempelajari secara mendalam ilmu ekonomi dan perbankan syariah, setelah itu ia mendirikan bank sendiri.
  4. Aku sedang membaca buku dan Adikku sedang mengerjakan PRnya di ruang tamu. 
  5. Susanto terkenal akan kejujurannya tetapi kakaknya terkenal karena ketidak jujurannya.
Salah satu ciri yang membedakan induk kalimat dan anak kalimat adalah kemandirian. Induk kalimat mempunyai kemandirian jika dibandingkan dengan anak kalimat. Seperti yang terlihat pada contoh berikut ini.
(a) Ketika ayah datang, ibu sedang membersihkan halaman belakang.
(b) Rani kecewa karena proposal penelitiannya tidak disetujui oleh promotornya.
(c) Cerita pendek ini sangat bagus meskipun hanya dikerjakan selama sebulan.

Unsur kalimat (a) ibu sedang membersihkan halaman belakang; (b) Rani kecewa; serta (c) Cerita pendek ini sangat bagus merupakan induk kalimat karena dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal yang mandiri, tidak bergantung pada unsur lainnya. Buatlah 10 kalimat majemuk lainnya yang memiliki unsur induk kalimat.
No.Kalimat MajemukInduk KalimatAnak Kalimat
1.Adik sedang bermain di kamarnya sedangkan ibu menyiapkan makanan di dapur.Adik sedang bermain di kamarnya.Ibu menyiapkan makanan di dapur
2.Pekerjaan itu sudah selesai ketika ayah datang dari kantorPekerjaan itu sudah selesaiayah datang dari kantor
3.Nenek membaca majalah ketika kakek pergi ke pasarNenek membaca majalahkakek pergi ke pasar
4.Hasil ujiannya yang bagus menunjukan bahwa dia anak rajin.Hasil ujiannya yang bagusdia anak rajin
5.Ani selalu menolong orang lain oleh karena itu dia sangat disayangi.Ani selalu menolong orang laindia sangat disayangi
6.Ajiz mendapatkan rangking 1, karena dia anak yang rajinAjiz mendapatkan rangking pertamadia anak yang rajin
7.Danis sengaja tidur siang agar dia bisa bangun pagi buat belajarDanis sengaja tidur siangdia bisa bangun pagi buat belajar
8.Dia mendirikan perusahaan itu ketika dia masih kuliah tingkat tiga.Dia mendirikan perusahaan ituDia masih kuliah tingkat tiga
9.Ketika memberikan keterangan, saksi itu meneteskan air mata.Saksi itu meneteskan air mata.ketika memberikan keterangan
10.Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM, kita berharap kegiatan ekonomi tidak lesu lagi.Kita berharap kegiatan ekonomi tidak lesu lagiDengan menurunkan harga beberapa jenis BBM

Abstraksi Teks
Abstraksi adalah ringkasan, intisari, atau garis besar. Mengabstraksi teks opini adalah meringkas teks opini dengan menuliskan garis besar teks tersebut dalam beberapa kalimat yang padu. Abtsraksi harus memperhatikan bagian-bagian penting dari suatu teks untuk disusun menjadi sebuah garis besar yang lengkap. Perhatikan teks berikut.

Mitigasi Belum Optimal
  1. Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung, penyelamatan morat-marit. Hindari simpang-siur media sosial.
  2. Pemerintah terlihat kurang cekatan dalam menanggulangi dampak erupsi. Seolah-olah tak belajar dari akibat letusan Sinabung yang morat-marit, dari penyediaan masker sampai pasokan air minum, selimut, dan obat-obatan, pemerintah terkesan kurang sigap-tanggap. Terkatung-katungnya sejumlah pengungsi karena pos penampungan mereka ternyata sudah digunakan pengungsi lain membuktikan manajemen penanggulangan yang serba dadakan.
  3. Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif, spontan, dan sporadis. Sudah saatnya kita memiliki kebijakan permanen yang mampu mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana, yakni kebijakan yang berangkat dari database pemetaan daerah rawan letusan gunung berapi. Dibutuhkan operasi dengan persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan yang dilakukan secara prabencana.
  4. Negara seperti Jepang, yang merupakan langganan gempa, secara sistemik memiliki program kesiap-siagaan menghadapai bencana. Mereka menyiapkan teknologi tahan bencana dan membangun sistem sosial yang tanggap bencana. Mereka menginginkan masyarakatnya memiliki kultur sadar bencana yang rasional. Sedangkan dalam alam pikir masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental, yang walaupun merupakan malapetaka tetap mengandung “hikmah” tertentu.
  5. Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting yang harus dipatuhi masyarakat masih lemah. Akibatnya, banyak korban jatuh yang sebetulnya bisa dihindari. Erupsi Kelud, misalnya, tak banyak memakan korban langsung. Korban meninggal dan luka-luka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.
  6. Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, menjadi mirip campuran semen. Atap pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Dalam radius sepuluh kilometer, masyarakat dilarang masuk karena kemungkinan datangnya awan panas. Tetapi, dalam kenyataannya, banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.
  7. Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Setelah letusan Kelud, di media sosial ramai dibicarakan Gunung Bromo-Semeru akan menyusul. Isu palsu ini bisa membuat panik. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak bergantung gunung lain.
  8. Seyogianya, pemerintah tangkas memberi informasi yang terangbenderang, yang tingkat akurasinya mampu menyelamatkan masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat lebih sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas, misalnya “juru kunci”. Pemerintah, bagaimanapun, harus mampu menyinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu pengetahuan dan pengalaman lokal.
  9. Tugas mitigasi adalah meningkatkan pengetahuan mayarakat tentang ciri-ciri letusan gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun menajemen rasional penanggulangan berbasis masyarakat. Daripada menghamburkan uang untuk hal-hal tak penting, lebih baik pemerintah mulai menyiapkan infrastruktur mitigasi yang benar. (Sumber: Majalah Tempo, 2 Maret 2014)

Ringkasan teks “Mitigasi Belum Optimal” adalah sebagai berikut.
Tanpa kebijakan permanen menghadapi bencana gunung, penyelamatan morat-marit. Pemerintah terlihat kurang cekatan dalam menanggulangi dampak erupsi. Operasi tanggap darurat yang dilakukan pemerintah terkesan sebatas respons reaktif, spontan, dan sporadis. Dibutuhkan operasi dengan persiapan koordinasi penyelamatan, penyediaan infrastruktur, sampai pelatihan relawan yang dilakukan secara prabencana.

Negara seperti Jepang, secara sistemik memiliki program kesiap-siagaan menghadapai bencana. Sedangkan dalam alam pikir masyarakat kita, letusan gunung masih dianggap sesuatu yang insidental.

Kemampuan pemerintah memberikan informasi penting masih lemah. Korban meninggal dan luka-luka justru karena dampak tak langsung. Beberapa orang tewas karena keruntuhan atap rumah ketika membersihkan debu yang menumpuk di bubungan.

Tatkala hujan turun, air membuat debu mengeras, atap pun ambruk karena tak kuat menahan beban. Masih ada kemungkinan korban bertambah akibat masyarakat melanggar zona bahaya. Kenyataaanya banyak penduduk menerobos karena menganggap keadaan sudah aman.

Kesimpang-siuran informasi hampir selalu terulang pada setiap bencana. Erupsi tak mirip virus influenza. Setiap gunung memiliki aktivitas vulkanis sendiri-sendiri, tidak bergantung gunung lain.

Seyogianya, pemerintah tangkas memberi informasi yang terang-benderang. Pada kenyataannya, masyarakat lebih sering mempercayai prediksi dari sumber tak jelas. Pemerintah harus mampu menyinergikan deteksi bencana yang bertolak dari ilmu pengetahuan dan pengalaman lokal.

Tugas mitigasi adalah meningkatkan pengetahuan mayarakat tentang ciri-ciri letusan gunung secara ilmiah. Tugas mitigasi juga membangun menajemen rasional penanggulangan berbasis masyarakat. Daripada menghamburkan uang untuk hal-hal tak penting, lebih baik pemerintah mulai menyiapkan infrastruktur mitigasi yang benar

Memproduksi Teks Opini/Editorial

Menulis teks opini berarti menyebarluaskan gagasan kepada khalayak. Dengan berbagai argumentasi, penulis teks opini harus berusaha memengaruhi khalayak melalui opininya. Apakah gagasannya diterima atau bahkan diperdebatkan oleh pembaca bergantung seberapa kuat argumentasi yang diberikan penulis. Tentu saja untuk menghasilkan sebuah teks opini, terdapat beberapa hal yang harus kalian perhatikan. Sebuah teks editoral dapat memberitahukan pembaca, merangsang pemikiran, membentuk pendapat dan kadang-kadang mengajak orang-orang untuk bertindak. Teks opini/editorial berupa pernyataan dari posisi penulis tentang sebuah isu yang mencerminkan visi dan misinya. Teks opini/editorial harus memiliki argumen, baik untuk atau terhadap masalah yang diangkat. Serta memiliki kritik dan menawarkan berbagai solusi untuk masalah.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan atau diikuti dalam memproduksi atau membuat teks opini/editorial. Untuk dapat memproduksi teks opini/editorial langkah pertama dalam menulis adalah menentukan tema. Untuk memilih tema dalam menulis teks opini, ikutilah isu aktual yang berkembang. Isu tersebut bisa diperoleh dari membaca media cetak atau berbagai media lainnya, menonton televisi, diskusi, atau melakukan wawancara. Banyak sekali isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat saat ini, salah satunya adalah mengnai bencana kabut asap yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Jika kita memperhatikan isu-isu tersebut maka tema yang kita pilih adalah kabut asap.
Setelah memilih isu yang akan dijadikan tema tulisan, tindakan selanjutnya adalah mengumpulkan data sebanyak mungkin. Data bisa kalian dapatkan dari buku, media cetak, internet, dan sebagainya. Misalnya data yang kita peroleh adalah sebagai berikut.
  1. Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra, seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan serta sebagian Kalimantan, telah menyebabkan kabut asap setidaknya dalam tiga bulan terakhir. 
  2. Setelah musim penghujan datang hampir sepekan ini kita sudah dapat kembali melihat langit yang biru dan udara yang mulai cerah.
  3. Kita juga mendengar bahwa akan ada tindakan hukum yang serius diterapkan terhadap mereka yang terbukti sebagai penyebab timbulnya kabut asap, baik perorangan maupun korporasi.
  4. Pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang mengakui bahwa “pertimbangan ekonomi” membuat pemerintah belum ingin mengumumkan perusahaan-perusahaan besar yang menjadi tersangka pembakar hutan.
  5. Pernyataan Menko Polhukam bahwa pemerintah sungguh-sungguh melancarkan penegakan hukum, khususnya atas perusahaan perkebunan dan pengelolaan hutan.
  6. Kelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman yang ringan juga dirasakan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan dari tahun ke tahun.
Baca dan perhatikan sekali lagi data yang telah diperoleh. Pilihlah data yang sesuai dengan tujuan dan dapat mendukung kekuatan tulisan.

Berilah judul untuk tulisan kalian. Sebuah judul sangat menentukan ketertarikan pembaca. Oleh sebab itu, pilihlah judul yang bagus dengan mencari sudut pandang yang menarik. Pemberian judul dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Sebagai contoh : Penegakan Hukum Jangan Ikut Lesap Bersama Perginya Kabut Asap

Sebuah teks opini memiliki struktur pernyataan pendapat^argumentasi^ pernyataan ulang pendapat. Nyatakanlah pendapat sebagai pembuka teks opini yang dibangun. Untuk memancing pembaca agar menuntaskan pembacaan terhadap tulisan, berikanlah kalimat pembuka yang menarik. Bagian yang terpenting dalam sebuah teks opini adalah argumentasi. Bagian ini dianggap jantung sebuah teks opini. Argumentasi yang diberikan harus mampu meyakinkan pembaca, tentu saja didukung oleh data yang telah dikumpulkan.
  1. Kita tidak boleh larut dalam kegembiraan yang berlebihan karena kita baru saja mengalami bencana.
  2. Jangan sampai kasus hukum ikut lesap bersamaan dengan perginya kabut-asap.
  3. Ada hal-hal yang merisaukan dari pemberitaan yang kita baca terkait penanganan secara hukum kasus kabut asap ini.
  4. Sudah seharusnya "pertimbangan ekonomi" dikesampingkan mengingat akibat yang ditimbulkan oleh kabut asap.
  5. Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang terlibat pembakaran hutan diragukan efektivitasnya oleh para pegiat lingkungan.

Kecenderungan pembaca teks opini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca, dan mudah dicerna. Oleh sebab itu, sebagai penulis, gunakanlah bahasa yang komunikatif, tidak bertele-tele, serta ringkas penyajiannya. Dalam mengeksplorasi gagasan dan argumentasi, gunakanlah kalimat yang efektif, efisien, dan mudah dimengerti. Kata yang tidak efektif bisa dipangkas. Jika menggunakan istilah asing atau bahasa daerah, buatlah padanannya dalam bahasa Indonesia.
kabut asap
Satu hal yang perlu kalian ingat, tulisan yang dibangun bukan untuk menggurui, tetapi hanya berbagi gagasan dan berharap pembaca dapat menerima pendapat terhadap suatu hal. Argumentasi yang dibangun haruslah konstruktif, agar pesan dalam tulisan bisa diserap secara baik oleh pembaca. Kemudian, berikanlah solusi yang komprehensif. Pada bagian akhir teks opini, bisa memberikan pernyataan ulang pendapat yang berfungsi mempertegas gagasan yang ditawarkan kepada pembaca. Perhatikan contoh di bawah ini.
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatKebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra, seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan serta sebagian Kalimantan, telah menyebabkan kabut asap setidaknya dalam tiga bulan terakhir. Di Riau dan Sumatra selatan, kualitas udara di Kota Pekanbaru dan Palembang sempat masuk kategori berbahaya seiring dengan meningkatnya jumlah titik api di Pulau Sumatera. Penyebab kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi dan berulang setiap tahunnya di Sumatera dan Kalimantan disebabkan karena lemahnya penegakan hukum. 
2.ArgumentasiSetelah musim penghujan datang hampir sepekan ini kita sudah dapat kembali melihat langit yang biru dan udara yang mulai cerah. Semoga kondisi udara terus membaik, normal seperti sediakala. Kondisi udara membaik yang kini disambut lega hendaknya tidak membuat kita larut dalam kegembiraan yang berlebihan. Kita baru saja melewati masa-masa menyedihkan yang sangat panjang akibat kabut asap hasil pembakaran hutan dan lahan.

Ketika peristiwa itu terjadi, kita juga mendengar bahwa akan ada tindakan hukum yang serius diterapkan terhadap mereka yang terbukti sebagai penyebab timbulnya kabut asap, baik perorangan maupun korporasi. Sejauh ini kepolisian telah menetapkan 132 tersangka dalam kasus kebakaran hutan yang sebagian besar pelakunya perorangan yaitu 127. Ini yang hendaknya terus dikawal, jangan sampai ikut lesap bersamaan dengan perginya kabut-asap.

Mengingat ada hal-hal yang merisaukan dari pemberitaan yang kita baca terkait penanganan secara hukum kasus kabut asap ini. Mulai dari dianulirnya status tersangka yang semula disematkan kepada sebuah korporasi besar. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut ada 10 perusahaan yang sudah masuk tahap penyidikan terkait kebakaran hutan di Sumatra.

Pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang mengakui bahwa “pertimbangan ekonomi” membuat pemerintah belum ingin mengumumkan perusahaan-perusahaan besar yang menjadi tersangka pembakar hutan. Apa pertimbangan ekonomi yang dimaksud masih kurang jelas. Namun jika kita melihat akibat yang ditimbulkan oleh kabut asap tersebut yang telah merugikan trilyunan rupiah serta mengakibatkan hilangnya jam belajar efektif, termasuk gangguan kesehatan hingga jatuhnya korban jiwa. Sudah seharusnya "pertimbangan ekonomi" dikesampingkan.

Walaupun berhembus aroma pesimis dari perkembangan yang terbaca ini, ada bagian dari pernyataan Menko Polhukam yang agaknya patut kita pegang, bahwa pemerintah sungguh-sungguh melancarkan penegakan hukum, khususnya atas perusahaan perkebunan dan pengelolaan hutan. Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang terlibat pembakaran hutan diragukan efektivitasnya oleh para pegiat lingkungan selama upaya itu bersifat tebang pilih.
3.Pernyataan Ulang PendapatKelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman yang ringan juga dirasakan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan dari tahun ke tahun. Kita catat dan pegang janji ini dengan serius karena semua ini diperlukan agar kabut asap tidak muncul lagi di masa mendatang. Semoga kabut asap bukan merupakan bencana tahunan seperti banjir di negara kita.

Mengonversi Teks Opini/Editorial

Konversi teks adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengubah suatu teks menjadi bentuk teks yang lain. Untuk dapat mengonversi teks tersebut tentunya harus memahami struktur dan unsur kebahasaan teks yang akan diubah. Misanya saja teks yang akan diubah adalah teks opini/editorial diubah ke teks eksplanasi. Teks opini/editorial memiliki struktur antara lain pernyataan pendapat^argumentasi^pernyataan ulang pendapat. Sedangkan teks eksplanasi memiliki struktur pernyataan umum^urutan sebab-akibat. Unsur kebahasaan teks opini/editorial antara lain adverbia frekuentatif, konjungsi, verba material, relasional, dan mental, kosakata. Sedangkan unsur kebahasaan teks eksplanasi antara lain konjungsi (hubungan sebab akibat) , kata benda (nomina), kata kerja (verba) material dan relasional.
Fungsi teks opini/editorial biasanya menjelaskan berita artinya,dan akibatnya pada masyarakat.Teks opini/editorial juga mengisi latar belakang dari kaitan berita tersebut dengan kenyataan sosial dan faktor yang mempengaruhi dengan lebih menyeluruh. Teks opini terkadang juga ada ramalan atau analisis kondisi yang berfungsi untuk mempersiapkan masyarakat akan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi serta meneruskan penilaian moral mengenai berita tersebut. Teks eksplanasi mempunyai fungsi sosial, yaitu memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang proses terjadinya sesuatu, disusun menurut prinsip sebab-akibat.

Bacalah teks “Sepertiga Penduduk Indonesia Derita Hipertensi” berikut ini dengan cermat.
hipertensi
“Sepertiga Penduduk Indonesia Derita Hipertensi”
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatDi sebuah harian nasional, Selasa (22/5), Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society for Hypertension) memasang sebuah iklan dengan judul dalam bahasa Inggris: World Hypertension Day, May 17, 2012, sebuah momentum yang digalang World Hypertension Leage dengan tema “Healthy Life Style-Healthy Blood Pressure”. Sebagai orang awam tentu banyak dari kita yang bertanya, apa penting dan signifikansinya memperingati Hari Hipertensi Dunia, yang tepat jatuh pada pekan lalu itu?
2.ArgumentasiBagi masyarakat Indonesia yang belakangan ini dilanda berbagai persoalan sosial, mulai dari larangan konser Lady Gaga hingga berbagai kasus korupsi yang tiada hentinya, persoalan hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi) seperti tenggelam tak ada gaungnya. Apakah karena dianggap kurang menarik sehingga tidak ada yang mau peduli?

Padahal, kalau melihat angka penderita hipertensi di Indonesia, haruslah kita waspada dan sangat peduli. Prevalensi penyakit ini di Indonesia mencapai 31,7 persen, artinya diperkirakan satu dari tiga penduduk berusia di atas 18 tahun adalah penderita hipertensi. Hal ini berarti puluhan juta penduduk Indonesia dipastikan menderita hipertensi.

Kalau hipertensi tanpa dampak, kita mungkin patut abai dan tenang-tenang saja. Persoalannya, hipertensi dapat memicu berbagai penyakit lain sebagai akibat rusaknya berbagai organ tubuh, seperti otak, ginjal, dan jantung kalau tidak ditangani dengan baik.

Secara global, penyakit hipertensi memiliki angka kematian yang cukup mencemaskan, yakni mencapai 7 juta orang meninggal per tahunnya di dunia. Hingga kini, diperkirakan lebih dari 1 milyar penduduk bumi menderita hipertensi.

Pada keluarga yang anggotanya menderita gagal ginjal, tentu sudah merasakan betapa beratnya biaya dan beban hidup yang harus ditanggung untuk cuci darah misalnya, meski mungkin sudah dibantu asuransi. Salah satu penyebab gagal ginjal adalah hipertensi. Penyakit lain yang juga bisa dipicu oleh hipertensi adalah stroke dan jantung koroner. Berbeda dengan demam berdarah yang penderitanya bisa meninggal dunia seketika, berbagai penyakit yang dipicu oleh hipertensi tersebut bisa berlangsung berkepanjangan dan bahkan menguras biaya yang sangat besar.

Bila hipertensi tidak diperhatikan, dirawat, atau pun dicegah, dipastikan akan menimbulkan berbagai penyakit lain yang bakal mengurangi kesejahteraan dan produktivitas. Dengan demikian, bermula dari masalah kesehatan dalam keluarga akan dapat menimbulkan masalah lain, yaitu problem ekonomi dan sosial. Maka, melalui tajuk rencana ini masyarakat diingatkan untuk tidak mengabaikan kesehatan. Masyarakat diimbau untuk selalu menjaga gaya dan pola hidup yang sehat.

Imbauan ini harus pula dibarengi dengan berbagai kampanye dan penyuluhan untuk berbagi pengetahuan tentang kesehatan. Hal ini dapat membangun dan menyadarkan masyarakat mengenai perlunya gaya dan pola hidup yang sehat. Tujuannya agar warga terhindar dari hipertensi dan berbagai penyakit turunannya.
3.Pernyataan Ulang PendapatDengan demikian, kampanye dan penyuluhan seperti yang dilakukan Perhimpunan Hipertensi Indonesia ini harus dihargai, mengingat risiko dan kerugian yang ditimbulkan penyakit ini sangat besar. Bukan saja menyebabkan beban bagi anggota keluarga penderita hipertensi, tetapi juga bagi masyarakat. Risiko ini dapat dikurangi kalau masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai hal itu.
(Sumber: Sinar Harapan, Rabu, 23 Mei 2012)

Konversikanlah teks “Sepertiga Penduduk Indonesia Derita Hipertensi” di atas menjadi sebuah teks lain dengan struktur yang berbeda.

Teks Eksplanasi
Sepertiga Penduduk Indonesia Derita Hipertensi
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan UmumDi sebuah harian nasional, Selasa (22/5), Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society for Hypertension) memasang sebuah iklan dengan judul dalam bahasa Inggris: World Hypertension Day, May 17, 2012, sebuah momentum yang digalang World Hypertension Leage dengan tema “Healthy Life Style-Healthy Blood Pressure”. Sebagai orang awam tentu banyak dari kita yang bertanya, apa penting dan signifikansinya memperingati Hari Hipertensi Dunia, yang tepat jatuh pada pekan lalu itu?
2.Urutan Sebab-akibatBagi masyarakat Indonesia persoalan hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi) seperti tenggelam tak ada gaungnya. Hal ini disebabkan karena belakangan ini masyarakat Indonesia dilanda berbagai persoalan sosial, mulai dari larangan konser Lady Gaga hingga berbagai kasus korupsi yang tiada hentinya,

Padahal, kalau melihat angka penderita hipertensi di Indonesia, haruslah kita waspada dan sangat peduli. Prevalensi penyakit ini di Indonesia mencapai 31,7 persen, artinya diperkirakan satu dari tiga penduduk berusia di atas 18 tahun adalah penderita hipertensi. Hal ini berarti puluhan juta penduduk Indonesia dipastikan menderita hipertensi.

Kalau hipertensi tanpa dampak, kita mungkin patut abai dan tenang-tenang saja. Persoalannya, hipertensi dapat memicu berbagai penyakit lain sebagai akibat rusaknya berbagai organ tubuh, seperti otak, ginjal, dan jantung kalau tidak ditangani dengan baik.

Secara global, penyakit hipertensi memiliki angka kematian yang cukup mencemaskan, yakni mencapai 7 juta orang meninggal per tahunnya di dunia. Hingga kini, diperkirakan lebih dari 1 milyar penduduk bumi menderita hipertensi.

Pada keluarga yang anggotanya menderita gagal ginjal, tentu sudah merasakan betapa beratnya biaya dan beban hidup yang harus ditanggung untuk cuci darah misalnya, meski mungkin sudah dibantu asuransi. Salah satu penyebab gagal ginjal adalah hipertensi. Penyakit lain yang juga bisa dipicu oleh hipertensi adalah stroke dan jantung koroner. Berbeda dengan demam berdarah yang penderitanya bisa meninggal dunia seketika, berbagai penyakit yang dipicu oleh hipertensi tersebut bisa berlangsung berkepanjangan dan bahkan menguras biaya yang sangat besar.

Bila hipertensi tidak diperhatikan, dirawat, atau pun dicegah, dipastikan akan menimbulkan berbagai penyakit lain yang bakal mengurangi kesejahteraan dan produktivitas. Dengan demikian, bermula dari masalah kesehatan dalam keluarga akan dapat menimbulkan masalah lain, yaitu problem ekonomi dan sosial. Maka, melalui tajuk rencana ini masyarakat diingatkan untuk tidak mengabaikan kesehatan. Masyarakat diimbau untuk selalu menjaga gaya dan pola hidup yang sehat.

Imbauan ini harus pula dibarengi dengan berbagai kampanye dan penyuluhan untuk berbagi pengetahuan tentang kesehatan. Hal ini dapat membangun dan menyadarkan masyarakat mengenai perlunya gaya dan pola hidup yang sehat. Tujuannya agar warga terhindar dari hipertensi dan berbagai penyakit turunannya.

Dengan demikian, kampanye dan penyuluhan seperti yang dilakukan Perhimpunan Hipertensi Indonesia ini harus dihargai, mengingat risiko dan kerugian yang ditimbulkan penyakit ini sangat besar. Bukan saja menyebabkan beban bagi anggota keluarga penderita hipertensi, tetapi juga bagi masyarakat. Risiko ini dapat dikurangi kalau masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai hal itu.
(Sumber: Sinar Harapan, Rabu, 23 Mei 2012)

Kaidah Kebahasaan Teks Opini/Editorial

Teks opini adalah teks yang berisi perkiraan, pikiran, pendapat, atau anggapan tentang suatu hal. Pendapat atau piiran setiap orang mengenai suatu hal berbeda-beda. Perbedaan pendapat bergantung pada sudut pandang dan latar belakang yang dimiliki. Pendapat dapat berupa saran, kritik, tanggapan, harapan, nasihat, atau ajakan. Diterima atau tidaknya gagasan atau usulan tersebut oleh pihak lain bergantung kepada kuat atau tidaknya argumentasi yang diajukan. Seseorang bebas menuangkan pandangannya terhadap sebuah persoalan melalui teks opini ini. Dalam mengungkapkan pendapat atau pikiran harus dilengkapi dengan fakta penunjang dan alasan yang masuk akal agar teks opini yang dibangun bisa diterima oleh pembaca atau pendengar. Jangan sampai teks yang tercipta itu hanya berisi pendapat kosong yang cenderung seperti khayalan belaka.

Pada tulisan ini akan dibahas mengenai kaidah kebahasaan teks Opini. Kaidah kebahasaan adalah aturan-aturan mendasar yang menjadi standar untuk dipakai dalam pemahaman bahasa teks opini. Ciri yang paling menonjol adalah penggunaan teks opini antara lain yang berhubungan dengan adverbia, konjungsi, verba (material, relasional, dan mental) dan kosa kata. Konjungsi yang banyak dijumpai pada teks opini adalah konjungsi yang digunakan untuk menata argumentasi, konjungsi yang menyatakan hubungan sebab akibat,  dan konjungsi yang menyatakan harapan, seperti agar, supaya, dan sebagainya. Untuk lebih memahami kaidah kebahasaan teks opini berikut ini contoh teks yang dapat anda amati.

Menjual Sembari Menjaga Nirwana
No.StrukturKalimat
1.Pernyataan PendapatIndonesia adalah surga sekaligus kisah nyata, bukan isapan jempol belaka atau romantisme dari masa lalu. Ada begitu banyak tempat indah yang tersembunyi dan masih belum tersentuh. Sayangnya, tempat-tempat itu belum digarap serius sebagai tujuan wisata. Jangankan membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan pemerintah.
2.ArgumentasiDalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah. Padahal, dengan pariwisata, daerah bisa mendapatkan penghasilan sekaligus memelihara alam selingkungannya.
menjual nirwana
Di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, ironi itu terpampang nyata. Kepulauan itu memiliki pantai-pantai indah, laut yang bening dan tenang, serta ikan berwarna-warni yang menyelinap di antara terumbu karang indah. Menjelang senja, matahari menjadi bola merah yang ditelan laut jingga. Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap didukung para politikus. Mereka datang hanya pada saat kampanye untuk memancing suara, bahkan mempersilakan para nelayan mengeb*m terumbu karang. Keinginan pemerintah pusat menjadikannya sebagai taman nasional ditentang justru oleh pemerintah daerah.

Di Mentawai, Sumatera Barat, lain lagi yang terjadi. Kepulauan ini memiliki ombak terbaik untuk berselancar. Di dunia ini hanya ada tiga tempat yang memiliki barrel-ombak berbentuk terowongan-yang dapat ditemui sepanjang waktu: Hawaii, Haiti, dan Mentawai. Namun, pemerintah daerah seolah-olah tidak berdaya di sana. Resor tumbuh menjamur, tetapi kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal. Mungkin ini merupakan bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana wisata di sana.

Dengan ribuan “surga yang tersembunyi” itu, pemerintah seharusnya bisa menaikkan jumlah wisatawan asing yang datang ke negeri ini. Tahun lalu, menurut catatan Badan Pusat Statistik, hanya ada 8 juta wisatawan asing yang datang berkunjung ke Indonesia. Jangankan dibandingkan dengan Prancis yang mampu mendatangkan 83 juta turis tahun lalu, jumlah wisatawan asing ke Indonesia masih jauh dari Malaysia, yang menurut United Nations World Tourism Organization kedatangan 25 juta pelancong pada 2012. Ini menempatkan Malaysia pada peringkat ke-10 negara dengan jumlah wisatawan asing terbanyak.

Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Indonesia adalah ceteknya kesadaran akan potensi yang kita miliki. Pemerintah pusat ataupun daerah masih lebih senang mendapatkan uang dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam. Mereka lebih suka membabat hutan untuk mengambil kayunya, menggali buminya untuk mengeduk mineral di dalamnya, atau menggantikan pepohonan hutan dengan kelapa sawit. Pariwisata dianggap tidak terlalu menguntungkan-terutama untuk pejabat yang korup. Tidak ada resor atau pengelola wisata yang bisa membayar setoran ke pejabat korup sebesar yang disetor pejabat hutan atau pemilik tambang.

Kesadaran menjaga alam dan mengembangkan potensi wisata justru datang dari operator wisata. Di Togean, seorang pemilik resor harus membayar nelayan secara berkala agar mereka tidak memburu ikan dengan b*m. Ia berupaya menyadarkan masyarakat tentang arti penting keindahan alam di halaman rumah mereka. Di Hulu Bahau, Kalimantan Utara, seorang ketua adat besar berhasil menyadarkan masyarakat untuk menjaga hutan. Bersama lembaga seperti WWF, masyarakat di sana mengembangkan wisata sungai dan rimba.

Pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik. Singapura, misalnya, pulau kecil yang penuh beton itu mampu membuat banyak atraksi wisata-meski sebagian besar artifisial dan terlihat lebih indah di iklan-yang mampu menarik 15 juta wisatawan asing. Hampir dua kali lipat dari yang ke Indonesia.

Selama ini pemerintah hanya menjual Bali dan Bali, atau-kalau mau dikatakan agak berpandangan luas sedikit-bergesernya pun paling-paling hanya ke Yogyakarta dan Danau Toba. Padahal tempat-tempat itu tidak perlu “dijual” lagi dan sebaiknya dibiarkan jalan sendiri. Berapa banyak peminat wisata yang tahu, misalnya, bahwa Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, di pertemuan antara Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan arus surut Sungai Kampar, terdapat “bono”, tidal bore yang dirindukan para selancar sungai, dan diakui sebagai yang terbaik di dunia.
3.Pernyataan Ulang PendapatIndonesia memang surga sekaligus kisah nyata. Di tangan para pemangku kepentingan terletak tanggung jawab merayakannya.

Berdasarkan isi teks opini/editorial di atas, terdapat beberapa argumentasi penulis. Tentukanlah apakah setuju atau tidak pada pendapat tersebut dengan membubuhkan tanda centang (√) pada kolom (S) jika setuju dan pada kolom (TS) jika tidak setuju.
No.ArgumentasiSTS
1.Keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah.-
2.Dengan ribuan “surga yang tersembunyi” itu, pemerintah seharusnya bisa menaikkan jumlah wisatawan asing yang datang ke negeri ini.-
3.Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Indonesia adalah ceteknya kesadaran akan potensi yang kita miliki.-
4.Selain membangun infrastruktur-seperti akses ke tempat itu-dan sarana semisal transportasi dan penginapan, pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik.-
5.Selama ini pemerintah hanya menjual Bali dan Bali, atau-kalau mau dikatakan agak berpandangan luas sedikit-bergesernya pun paling-paling hanya ke Yogyakarta dan Danau Toba. Padahal tempat-tempat itu tidak perlu “dijual” lagi dan sebaiknya dibiarkan jalan sendiri.-

Kemukakanlah pendapat kalian tentang beberapa pernyataan berikut ini.
Dengan pariwisata, daerah bisa mendapatkan penghasilan sekaligus memelihara alam selingkungannya. Apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut? Maksudnya adalah dengan pariwisata daerah dapat memperoleh penghasilan dari pengunjung obyek wisata yang ada sekaligus juga memelihara kelestarian sumber daya alam yang menjadi obyek wisata tersebut.

Setujukah dengan pernyataan: Resor tumbuh menjamur, tetapi kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal. Saya setuju karena pertumbuhan resort seharusnya dapat menambah pendapatan daerah. Dengan meningkatnya pendapatan daerah mengakibatkan ekonomi daerah juga meningkat.

Mungkin ini merupakan bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana wisata di sana. Apa yang dimaksudkan pengarang dengan kata “protes” pada pernyataan ini? Protes di sini adalah pernyataan tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah yang tidak membangun prasarana wisata.

Judul teks tersebut adalah “Menjual Sembari Menjaga Nirwana”. Apa yang hendak dijual di sini? Yang dimaksud dijual di sini adalah menawarkan keindahan obyek wisata kepada para wisatawan. Dengan datangnya wisatawan mendatangkan pendapatan darah.
Indonesia adalah surga sekaligus kisah nyata, bukan isapan jempol belaka atau romantisme dari masa lalu. Ada begitu banyak tempat indah yang tersembunyi dan masih belum tersentuh. Sayangnya, tempat-tempat itu belum digarap serius sebagai tujuan wisata. Jangankan membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan pemerintah. Dalam paragraf pertama tersebut terdapat kalimat yang dicetak miring yang merupakan kalimat utama paragraf tersebut. Beberapa kalimat utama masing-masing paragraf adalah sebagai berikut.
  1. Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah.
  2. Di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, ironi itu terpampang nyata.
  3. Di Mentawai, Sumatera Barat, lain lagi yang terjadi.
  4. Dengan ribuan “surga yang tersembunyi” itu, pemerintah seharusnya bisa menaikkan jumlah wisatawan asing yang datang ke negeri ini.
  5. Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Indonesia adalah ceteknya kesadaran akan potensi yang kita miliki.
  6. Kesadaran menjaga alam dan mengembangkan potensi wisata justru datang dari operator wisata.
  7. Pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik.
  8. Selama ini pemerintah hanya menjual Bali dan Bali, atau-kalau mau dikatakan agak berpandangan luas sedikit-bergesernya pun paling-paling hanya ke Yogyakarta dan Danau Toba.

Sebuah teks opini biasanya mengupas tuntas suatu masalah aktual tertentu dengan tujuan memberi tahu, memengaruhi, meyakinkan, atau bisa juga sekadar menghibur pembacanya. Oleh sebab itu, bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan opini tersebut harus mengungkapan tujuan. Dalam menyatakan sebuah informasi, kata-kata dipilih secara hati-hati untuk mengekspresikan sikap dan sudut pandang penulis. Cara penulis teks mengungkapkan tujuannya melalui teks opini/editorial adalah dengan cara sebagai berikut.
  1. Penulis menjelaskan kejadian-kejadian penting kepada para pembaca. Penulis menerangkan bagaimana suatu kejadian tertentu berlangsung, faktor-faktor apa yang diperhitungkan untuk menghasilkan perubahan dalam kebijakan pemerintah, dengan cara bagaimana kebijakan baru akan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.
  2. Untuk memperlihatkan kelanjutan suatu peristiwa penting, penulis teks opini menggambarkan kejadian tersebut dengan latar belakang sejarah, yaitu menghubungkannya dengan sesuatu yang telah terjadi sebelumnya.
  3. Suatu teks opini kadang kadang menyajikan analisis yang melewati batas berbagai peristiwa sekarang dengan tujuan meramalkan sesuatu yang akan terjadi pada masa datang.
  4. Para penulis editorial mempertahankan kata hati masyarakat. Mereka mempertahankan isu-isu moral dan mempertahankan posisi mereka. Merek berkata kepada pembacanya tentang sesuatu yang benar dan salah.
Adverbia
Dalam sebuah teks opini/editorial biasanya digunakan bahasa yang dapat mengekspresikan sikap eksposisi. Agar dapat meyakinkan pembaca, diperlukan ekspresi kepastian, yang bisa dipertegas dengan kata keterangan atau adverbia frekuentatif, seperti selalu, biasanya, sebagian besar waktu, sering, kadang-kadang, jarang, dan lainnya. Adverbia frekuentatif yang ada dalam teks di atas adalah sebagai berikut.
No.KalimatAdverbia Frekunesi
1.Jangankan membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan pemerintahkerap
2.Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap didukung para politikus.kerap

Konjungsi
Konjungsi yang banyak dijumpai pada teks opini adalah konjungsi yang digunakan untuk menata argumentasi, seperti pertama, kedua, berikutnya, dan sebagainya; atau konjungsi yang digunakan untuk memperkuat argumentasi, seperti bahkan, juga, selain itu, lagi pula, sebagai contoh, misalnya, padahal, justru dan lain-lain; atau konjungsi yang menyatakan hubungan sebab akibat, seperti sejak, sebelumnya, dan sebagainya; konjungsi yang menyatakan harapan, seperti agar, supaya, dan sebagainya.
No.KalimatKonjungsiFungsi Konjungsi
1.Kesadaran menjaga alam dan mengembangkan potensi wisata justru datang dari operator wisata.JustruUntuk memperkuat argumentasi
2.Selain membangun infrastruktur dan sarana semisal transportasi dan penginapan, pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik..AgarUntuk menyatakan harapan
3.Keinginan pemerintah pusat menjadikannya sebagai taman nasional ditentang justru oleh pemerintah daerah.JustruUntuk memperkuat argumentasi
4.Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah. BahkanUntuk memperkuat argumentasi
5.Mereka datang hanya pada saat kampanye untuk memancing suara, bahkan mempersilakan para nelayan mengeb*m terumbu karang. BahkanUntuk memperkuat argumentasi
5.Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap didukung para politikus.JugaUntuk memperkuat argumentasi
6.Singapura, misalnya, pulau kecil yang penuh beton itu mampu membuat banyak atraksi wisata-meski sebagian besar artifisial dan terlihat lebih indah di iklan-yang mampu menarik 15 juta wisatawan asing.MisalnyaUntuk memperkuat argumentasi
7.Berapa banyak peminat wisata yang tahu, misalnya, bahwa Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, di pertemuan antara Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan arus surut Sungai Kampar, terdapat “bono”, tidal bore yang dirindukan para selancar sungai, dan diakui sebagai yang terbaik di dunia.MisalnyaUntuk memperkuat argumentasi
8.Padahal, dengan pariwisata, daerah bisa mendapatkan penghasilan sekaligus memelihara alam selingkungannya.PadahalUntuk memperkuat argumentasi
9.Padahal tempat-tempat itu tidak perlu “dijual” lagi dan sebaiknya dibiarkan jalan sendiri.PadahalUntuk memperkuat argumentasi
10.Di Togean, seorang pemilik resor harus membayar nelayan secara berkala agar mereka tidak memburu ikan dengan b*m.AgarUntuk menyatakan harapan

Verba
Teks opini mencakup penggunaan kata kerja material, relasional, dan mental sekaligus.  Verba (kata kerja) material merupakan verba yang menunjukkan perbuatan fisik atau peristiwa, misalnya mengunyah, membaca, menulis, dan sebagainya. 

Verba relasional adalah verba yang menunjukkan hubungan intensitas (yang mengandung pengertian A adalah B), sirkumstansi (yang mengandung pengertian A pada/di dalam B), dan milik (yang mengandung pengertian A mempunyai B). Verba yang pertama tergolong ke dalam verba relasional identifikatif, sedangkan verba yang kedua dan ketiga tergolong ke dalam verba relasional atributif. Pada verba relasional identifikatif terdapat partisipan token (token) atau teridentifikasi (identified) dan nilai (value) atau pengidentifikasi (identifier). Misal: Ayah (token) adalah (verba relasional identifikasi) pelindung keluarga (nilai). Pada verba relasional atributif terdapat partisipan penyandang (carrier) dan sandangan (attribute). Misal: Ayah (penyandang) mempunyai (verba relasional atributif) mobil baru (sandangan).

Verba mental, pada umumnya digunakan untuk mengajukan klaim. Verba ini menerangkan persepsi (misalnya: melihat, merasa), afeksi (misalnya: suka, khawatir), dan kognisi (misalnya: berpikir, mengerti). Pada verba mental ini terdapat partisipan pengindera (senser) dan fenomena. Contohnya dalam klausa: Saya mempercayai bahwa..., Menurut saya..., Saya berpendapat.... Contoh lain dalam kalimat: Ayah (pengindera) mendengar (verba mental) kabar itu (fenomena).
No.KalimatVerbaJenis Verba
1.Indonesia adalah surga sekaligus kisah nyata, bukan isapan jempol belaka atau romantisme dari masa lalu.AdalahVerba Relasional
Identifikatif
2.Selain membangun infrastruktur dan sarana semisal transportasi dan penginapan, pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik..Membangun, MembungkusVerba Material
3.Di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, ironi itu terpampang nyata. Kepulauan itu memiliki pantai-pantai indah, laut yang bening dan tenang, serta ikan berwarna-warni yang menyelinap di antara terumbu karang indahMenyelinapVerba Material
4.Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Indonesia adalah ceteknya kesadaran akan potensi yang kita miliki. AdalahVerba Relasional
Identifikatif
5.Mungkin ini merupakan bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana wisata di sana.MerupakanVerba relasional atributif
5.Mereka datang hanya pada saat kampanye untuk memancing suara, bahkan mempersilakan para nelayan mengeb*m terumbu karang.MempersilahkanVerba Material
6.Mereka lebih suka membabat hutan untuk mengambil kayunya, menggali buminya untuk mengeduk mineral di dalamnya, atau menggantikan pepohonan hutan dengan kelapa sawitMembabat, MengedukVerba Material
7.Jangankan membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan pemerintah.Membuat, MembangunVerba Material
8.Berapa banyak peminat wisata yang tahu, misalnya, bahwa Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, di pertemuan antara Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan arus surut Sungai Kampar, terdapat “bono”, tidal bore yang dirindukan para selancar sungai, dan diakui sebagai yang terbaik di dunia.TerdapatVerba Relasional atributif
9.Pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik.MemikirkanVerba Mental
10.Selama ini pemerintah hanya menjual Bali dan Bali, atau-kalau mau dikatakan agak berpandangan luas sedikit-bergesernya pun paling-paling hanya ke Yogyakarta dan Danau Toba.BerpandanganVerba Mental

Kosakata
Dalam membuat teks opini, seorang penulis harus kaya akan kosakata agar teks yang dibangun memperlihatkan seorang penulis yang berwawasan luas. Di dalam teks tersebut, terlihat beberapa kosakata yang jarang digunakan dalam keseharian. Beberapa kosa kata baru yang ada dalam teks “Menjual Sembari Menjaga Nirwana” adalah sebagai berikut.

No.KosakataArti Kosakata
1.terumbuDangkalan di laut (yang tidak terlalu luas), terjadi dari gundukan batuan, seperti gamping atau koral, sering kelihatan apabila air surut
2.cetekTidak mendalam (tentang pengetahuan dan sebagainya)
3.nirwanaTempat kebebasan (kesempurnaan); surga
4.mengedukMengeruk; mengorek; menggali;
5.membabatMenebas; merambah (pohon-pohon, semak belukar, rerumputan, dan sebagainya);
6.resorDaerah kecil; daerah kuasa:
7.artifisialTidak alami, buatan
8.kreatifMemiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; bersifat (mengandung) daya cipta:
9.eksploitasiPengusahaan; pendayagunaan:
10.kontribusiUang iuran (kepada perkumpulan dan sebagainya); sumbangan
11.statistikCatatan angka-angka (bilangan); perangkaan; data yang berupa angka yang dikumpulkan, ditabulasi, digolong-golongkan sehingga dapat memberi informasi yang berarti mengenai suatu masalah atau gejala
12.wisataBepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya); bertamasya;
13.wisatawanOrang yang berwisata; pelancong; turis:
14.pelancongBepergian untuk bersenang-senang; bertamasya; pesiar:
15.potensiKemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya;
16.infrastrukturPrasarana
17.aksesJalan masuk
18.atraksiSesuatu yang menarik perhatian; daya tarik;
19.selancarOlahraga yang dilakukan di atas air dengan cara berdiri di atas sebilah papan, meluncur sambil melenggok-lenggok seirama dan lajunya ombak;
20.pemangkuPengelola; penyelenggara (pemerintahan dan sebagainya)

Analisis Isi Teks Editorial

Tujuan Pembelajaran:
Siswa mampu menganalisis isi teks editorial.
Pada pelajaran sebelumnya kita telah mempelajari struktur dan kaidah dalam teks editorial. Pada bagian ini kita akan belajar menentukan isi dari bagian-bagian teks editorial. Adapun bagian-bagian teks editorial adalah sebagai berikut.
a. Judul
Pada umumnya syarat teks editorial sama dengan judul artikel opini, yaitu provokatif, singkat, padat, relevan, fungsional, representative dan merujuk pada bahasa baku.
b. Tesis
Pada bagian pembuka editorial, dipaparkan latar belakang dari permasalahan yang diangkat dalam teks,
c. Argumentasi
Teks editorial membahas masalah yang sedang diperbincangkan umum di masyarakat. Masalah yang diulas biasanya berskala nasional. Teks editorial jarang membahas isu internasional. Isu internasional hanya akan dibahas jika memberikan efek pada stabilitas nasional. Dalam mengulas sebuah masalah, penulis selalu menyertakan beraneka argumentasi.Argumentasi ini bisa menyertakan fakta dan opini.
d. Penegasan ulang
Bagian ini berisi saran dan solusi dari penulis atas permasalahan yang sedang dibahas atau bisa berupa kesimpulan yang sifatnya menegaskan ulang pendapatnya.

Contoh Teks Editorial

Ciremai yang Patut Dipertahankan
Kabar pengembalian Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Ciremai, Jawa Barat kepada pemerintah dari PT Chevron cukup melegakan masyarakat setempat. Kita ingat bahwa Chevron merupakan peserta tunggal dalam lelang WKP Ciremai yang digelar 2011 lalu. Chevron kemudian ditetapkan sebagai pemenang lelang WKP tersebut. Masyarakat yang sebelumnya mengadakan ‘perlawanan’ bisa bernapas sejenak.
      Entahlah, pemerintah yang gagal menangkap keinginan masyarakat atau masyarakat yang gagal mengerti program pemerintah. Yang pasti gesekan akan kembali terjadi karena WKP Ceremai kemungkinan akan kembali dilelang.       Kita masih ingat isu yang beredar di masyarakat, bahwa pemerintah menjual Gunung Ciremai pada Chevron. Tentunya, isu itu menjadi sangat sensitif mengingat Chevron adalah pihak asing. Nasionalisme ditambah cinta lingkungan seperti bahan bakar yang memberi semangat pada masyarakat sekitar, bahkan masyarakat yang berdomisili di laur Ciremai tapi pernah bertempat tinggal atau sekadar berkunjung. Mereka mengagumi Gunung Ciremai dan khawatir jika proyek panas bumi itu akan menggerus keindahan Gunung Ciremai.
      Saatnya pemerintah meninjau ulang program-programnya. Masyarakat sudah berani bersikap untuk melindungi lingkungannya. Bukankah tugas pemerintah adalah mengayomi rakyatnya, tanah airnya? Bukan semata mencari celah keuntungan tapi merusak lingkungan.

Mari kita analisis isi teks editorial tersebut.

  1. Judul teks editorial adalah Ciremai yang Patut Dipertahankan.
  2. Tesis: Kabar pengembalian Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Ciremai, Jawa Barat kepada pemerintah dari PT Chevron cukup melegakan masyarakat setempat.
  3. Argumentasi: Nasionalisme ditambah cinta lingkungan seperti bahan bakar yang memberi semangat pada masyarakat sekitar, bahkan masyarakat yang berdomisili di laur Ciremai tapi pernah bertempat tinggal atau sekadar berkunjung. Mereka mengagumi Gunung Ciremai dan khawatir jika proyek panas bumi itu akan menggerus keindahan Gunung Ciremai.
  4. Penegasan ulang:Saatnya pemerintah meninjau ulang program-programnya. Masyarakat sudah berani bersikap untuk melindungi lingkungannya

    Point Penting

  • Teks editorial terdiri dari judul, tesis, argumentasi, penegasan ulang.
  • Isi tajuk rencana biasanya mengulas isu nasional.