Monday 27 December 2021

menganalisis sudut pandang dalam kutipan novel

 

Bacalah kutipan novel berikut ini!

 

Entah apa yang terjadi dengannya seminggu belakangan ini. Pulang dari kantor langsung menunjukkan muka masam. Belum lagi puasa bicara yang sudah ia lakukan seminggu belakangan ini. Apa mungkin karena hubungan dia dan sang kekasih yang tidak direstui oleh keluarga?

 

 
 

 

 

 

 

 


Penyudutpandangan kutipan novel tersebut adalah….

A. sudut pandang pertama pelaku utama

B. sudut pandang pertama pelaku sampingan

C. sudut pandang pertama pelaku tambahan

D. sudut pandang ketiga terbatas

E. sudut pandang ketiga tidak terbatas.

                                      

 

Kunci jawaban: D

 

Pada sudut pandang orang ketiga penulis menceritakan sebatas pengetahuannya saja. Pengetahuan ini diperoleh dari penangkapan pancaindra yang digunakan, baik dengan cara mengamati (melihat), mendengar, mengalami, atau merasakan suatu kejadian di dalam cerita. Pengamatan pun dapat diperoleh dari hasil olah pikir si penulis tentang tokoh “dia” yang sedang ia ceritakan. Posisi pengarang terbatas dalam bercerita. Hal ini ditandai dengan ada kata “entah”

 

Memaknai arti kata dalam kutipan novel

 Bacalah kutipan novel berikut ini!

 

Cerita yang diangkat Negeri 5 Menara (N5M) sebenarnya sederhana dan jamak ditemui. Kisah seorang anak (Alif) yang harus merantau dari tanah Minangkabau ke Jawa (Ponorogo) untuk meneruskan sekolah di Pondok Madani. Di sana ia berkawan karib dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dariBandung, dan Baso dari Gowa. Keenamnya  kemudian dijuluki sahibul menara karena kebiasaan mereka yang sering berkumpul di bawah menara masjid sambil menunggu azan maghrib. Saat berkumpul itulah setiap anak berbagi mimpi dan harapan.

 

Makna kata yang bercetak miring pada kutipan novel di atas adalah….

A. orang yang mempunyai

B. orang yang menguasai

C. orang yang jujur

D. orang yang terpelajar

E. orang yang memimpin.

 

 

Kunci jawaban: A

Sahibul bermakna mempunyai. Jawaban di atas adalah A

MATERI PEMBELAJARAN ISI DAN KEBAHASAAN NOVEL (KELAS XII)

 

ISI DAN KEBAHASAAN NOVEL

KD 3.4 Menganalisis Isi dan Kebahasaan Novel

A.    Pandangan dan Nilai-Nilai Kehidupan dalam Novel

1.      Menafsir Pandangan Pengarang dalam Novel

Menafsir pandangan pengarang dalam novel adalah menafsir apa saja yang terkandung dalam novel, dalam hal ini termasuk di dalamnya menafsir tentang pesan pengarang, kalimat konotasi, kaitan fakta dengan kehidupan yang ada dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh penulis. Langkah-langkah menafsir pandangan pengarang dalam novel:

a.       membaca novel dengan saksama;

b.      menentukan nilai-nilai kehidupan;

c.       menafsirkan pandangan pengarang terhadap nilai-nilai itu.

2.      Nilai-Nilai Kehidupan dalam Novel

Interpretasi terhadap pandangan pengarang adalah memberi kesan kepada pandangan pengarang baik berupa apresiasi maupun berupa nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam novel..

Nilai-nilai dalam novel:

a.       Nilai sosial adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang hubungan dengan  manusia atau masyarakat.

b.      Nilai agama adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang sesorang  berdasarkan hubungannya dengan Tuhan.

c.       Nilai moral adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kepribadian atau  sikap sesorang dalam menyikapi suatu masalah.

d.      Nilai budaya adalah nilai yang dilihat dari sudut pandang kebiasaan, adat-istiadat, kepercayaan, oleh masayarakat setempat.

Contoh menafsirkan dan interpretasi pandangan pengarang dalam novel.

Kutipan novel :

“Jimbron adalah seorang yang membuat kami takjub dengan tiga macam keheranan. Pertama, kami heran karena kalau mengaji, ia selalu diantar seorang pendeta. Sebetulnya beliau adalah seorang pastor karena beliau seorang Katolik, tapi kami memanggilnya Pendeta Geovany. Rupanya setelah sebatang kara seperti Arai ia menjadi anak asuh sang pendeta. Namun, pendeta berdarah Itali itu tak sedikit pun bermaksud mengonversi keyakinan Jimbron. Beliau malah tak pernah telat jika mengantarkan Jimbron mengaji ke masjid” (SP, 61)

 

Nilai kehidupan:

a.       Nilai religius/agama (dilihat dari Jimbron)

b.      Nilai sosial (dilihat dari pendeta)

 

Pandangan pengarang:

Pengarang menghadirkan tokoh Jimbron dalam novel Sang Pemimpi mencerminkan tokoh yang taat beragama dengan mengaji setiap harinya, walaupun dia hidup di lingkungan agama yang berbeda, yaitu agama Katolik. Kemudian pengarang juga menghadirkan cerminan toleransi dan jiwa sosial melalui tokoh pendeta.

 

Interpretasi Pandangan pengarang:

Sangat setuju dengan pandangan pengarang, melalui tokoh Jimron pengarang memberikan gambaran kehidupan religius  walaupun hidup berbeda agama dan pengarang juga memberikan gambaran cerminan toleransi dan jiwa sosial melalui tokoh pendeta.

 

 

 

 

SUDUT PANDANG PENGARANG DAN UNSUR EKSTRINSIK DALAM NOVEL

 

 

Pada materi sebelumnya kita mempelajari isi dan kebahasaan novel, pada kali ini kita akan mempelajari sudut pandang, dan unsur ekstrinsik novel.

A.    Sudut Pandang

Pengertian Sudut pandang adalah arah pandang seorang penulis dalam menyampaikan sebuah cerita, sehingga cerita tersebut lebih hidup dan tersampaikan dengan baik pada pembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain, sudut pandang merupakan cara penulis memandang/menempatkan dirinya dalam sebuah cerita. Menurut Teori Sastra, sudut pandang sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama dibagi lagi menjadi dua, yaitu: sudut pandang orang pertama-tokoh utama dan sudut pandang orang pertama-tokoh sampingan. Sementara sudut pandang orang ketiga juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu/mahatahu, dan sudut pandang orang ketiga pengamat.

1.       Sudut pandang orang pertama

Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti “aku” atau “saya” atau juga “kami” (jamak). Pada saat menggunakan sudut pandang orang pertama, Anda seakan-akan menjadi salah satu tokoh dalam cerita yang sedang. Si pembaca pun akan merasa melakoni setiap cerita yang dikisahkan.

a.       Sudut pandang orang pertama (tokoh utama)

Sesuai dengan namanya–sudut pandang orang pertama (tokoh utama)–si penulis seolah-olah ‘masuk’ dalam cerita tersebut sebagai tokoh utama/tokoh sentral dalam cerita (first person central). Segala hal yang berkaitan dengan pikiran, perasaan, tingkah laku, atau kejadian yang tokoh “aku” lakukan akan digambarkan pada cerita tersebut. Ia akan menjadi pusat kesadaran dan pusat dari cerita. Jika ada peristiwa/tokoh di luar diri “aku”, peristiwa/tokoh itu akan diceritakan sebatas keterkaitan dengan tokoh “aku”.

 

Contoh:

Aku sedang mengamati lemari jam yang berdiri kaku di pojok ruangan. Ukiran jati bertuliskan huruf Jawa kuno menjadi saksi bisu kelahiranku. Ditempat ini, 20 tahun lalu aku dilahirkan…….dst .

b.       Sudut pandang orang pertama tokoh sampingan/pelaku sampingan

Pada teknik ini, tokoh “aku” hadir tidak dalam peran utama, melainkan  peran pendukung atau tokoh tambahan (first personal peripheral). Kehadiran  tokoh “aku” dalam cerita berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang cerita kepada pembaca. Sementara tokoh utama, dibiarkan untuk menceritakan dirinya sendiri lengkap dengan dinamika yang terjadi. Dengan kata lain, tokoh “aku” pada teknik ini hanya sebagai saksi dari rangkaian peristiwa yang dialami (dan dilakukan) oleh tokoh utama.

Contoh: 

Brak!!! Sekali lagi aku dibuat kaget dengan suara pintu dari samping kamarku. Erika pergi terburu-buru sambil lari tunggang langgang. Sepertinya ia terlambat kuliah lagi. Erika adalah gadis yang manis, ia ramah dengan semua orang. Tidak heran jika banyak orang menyukainya.

 

2.       Sudut Pandang orang ketiga

Pada teknik sudut pandang orang atau pihak ketiga. Kata rujukan yang digunakan ialah “dia” “ia” atau nama tokoh dan juga mereka (jamak). Kata ganti ini digunakan untuk menceritakan tokoh utama dalam sebuah cerita.  Selain kata ganti yang digunakan, ada satu hal lagi yang membedakan antara sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga, yaitu kebebasan peran di dalam cerita. Pada sudut pandang orang pertama, si penulis bisa menunjukkan sosok dirinya di dalam cerita, dan ini tidak berlaku pada sudut pandang orang ketiga.  Pada sudut pandang orang ketiga, si penulis berada ‘di luar’ isi cerita dan hanya mengisahkan tokoh “dia” di dalam cerita.

a.       Sudut pandang orang ketiga serbatahu 

Pada sudut pandang orang ketiga serba tahu, si penulis akan menceritakan apa saja terkait tokoh utama. Ia seakan tahu benar tentang watak, pikiran, perasaan, kejadian, bahkan latar belakang yang mendalangi sebuah kejadian. Ia seperti seorang yang mahatahu tentang tokoh yang sedang ia ceritakan. Oh ya, selain menggunakan kata ganti “ia” atau “dia”, kata ganti yang biasa digunakan ialah nama dari si tokoh itu sendiri. Hal ini berlaku juga untuk sudut pandang orang ketiga (pengamat).

Contoh:

Sudah 6 bulan ini Naomi terjun pada dunia tarik suara. Ayah dan ibunya tidak ada yang merestui jalur karier yang ia geluti. Ia sampai beradu argumen dengan sang ayah yang memang memiliki watak keras. Keduanya sempat bersitegang sebelum akhirnya dipisahkan oleh sang ibu dengan derai air mata.

 
 

 

 

 


b.      Sudut pandang orang ketiga terbatas/pengamat

Teknik ini hampir sama dengan teknik sudut pandang orang ketiga serba tahu, hanya saja, tidak semahatahu teknik itu. Pada sudut pandang orang ketiga penulis menceritakan sebatas pengetahuannya saja. Pengetahuan ini diperoleh dari penangkapan pancaindra yang digunakan, baik dengan cara mengamati (melihat), mendengar, mengalami, atau merasakan suatu kejadian di dalam cerita. Pengamatan pun dapat diperoleh dari hasil olah pikir si penulis tentang tokoh “dia” yang sedang ia ceritakan.

Contoh:

Entah apa yang terjadi dengannya seminggu belakangan ini. Pulang dari kantor langsung menunjukkan muka masam. Belum lagi puasa bicara yang sudah ia lakukan seminggu belakangan ini. Apa mungkin karena hubungan dia dan sang kekasih yang tidak direstui oleh keluarga?

 

 
 

 

 

 

 

 

 


A.    Unsur Ekstrinsik dalam Novel

Dalam novel ini selain unsur intrinsik, novel juga kental dengan unsur ekstrinsik. Yang terdapat dalam novel tidak lepas dari latar belakang kehidupan si pengarang entah itu dari segi budaya, kepercayaan, lingkungan tempat tinggal dsb.  Berikut ini adalah beberapa unsur ekstrinsik yang dibahas dalam novel Laskar Pelangi :

1.      Latar Belakang Tempat Tinggal

Lingkungan tempat tinggal pengarang mempengaruhi psikologis pengarang. Apalagi novel laskar pelangi ini merupakan adaptasi dari cerita nyata yang di alami oleh pengarang secara langsung. Letak tempat tinggal pengarang yang jauh berada di kampung Gantung, Belitong Timur, Sumatera Selatan ternyata memang dijadikan latar belakang tempat bagi penulisan novel ini.

2.      Latar Belakang Sosial dan Budaya

Dalam novel ini banyak sekali mengandung unsur-unsur sosial dan budaya masyarakat yang bertempat di Belitong. Adanya perbedaan status antara kelompok buruh tambang dan kelompok pengusaha yang dibatasi oleh tembok tinggi merupakan latar belakan sosial dari novel ini. Dimana interaksi antara kedua kelompok ini memang ada dan saling ketergantungan. Kelompok buruh tambang membutuhkan uang untuk melanjutkan kehidupannya, sedangkan kelompok pengusaha membutuhkan tenaga para buruh tambang untuk menjalankan usahanya.

3.      Latar Belakang Agama (Religi)

Latar belakang agama atau religi si pengarang sangat terlihat seperti pantulan cermin dalam karya novel laskar pelangi ini. Nuansa keislamannya begitu padat. Dalam beberapa penggalan cerita, pengarang sering menyelipkan pelajaran-pelajaran seputar keislaman.

4.      Latar Belakang Ekonomi

Sebagai masyarakat Belitong mengabdikan dirinya terhadap perusahaan-perusahaan timah. Diceritakan dalam novel ini bahwa belitong adalah pulau yang kaya akan sumber daya alamnya. Akan tetapi, tidak semua masyarakat belitong dapat menikmati kekayaan alam itu. PN monopoli hasil produksi, sementara masyarakat termarginalkan dalam tanah mereka sendiri. Latar belakang ekonomi dalam novel ini diambil dari masyarakat belitong kebanyakan yang tingkat ekonominya dalam tingkatan rendah. Padahal sumber daya alamnya tinggi.

5.      Latar Belakang Pendidikan

Di dalam novel ini terdapat banyak sekali nilai-nilai edukasi yang disampaikan si pengarang. Pengarang tidak hanya menceritakan, namun juga menyajikan berbagai ilmu pengetahuan yang diselipkan dalam ceritanya. Begitu banyak cabang ilmu pengetahuan diselipkan yakni seperti sains (kimia,fisika, astronomi, biologi). Pengarang sangat gemar memasukkan istilah-istilah asing ilmu pengetahuan yang tercurah dalam novel ini.

 

 

Thursday 23 December 2021

Kalimat majemuk setara

Apa yang dimaksud dengan kalimat majemuk ya?




Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua (atau lebih) klausa. Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang disusun oleh klausa-klausa yang berkedudukan setara atau sederajat. Hubungan antara satu klausa dengan klausa lain bersifat koordinatif.

Kalimat majemuk membutuhkan kata sambung. Kata sambung yang biasa digunakan di antaranya: dan, ketika, lalu, sebelum, sedangkan, setelah, dan lain-lain. 


Selain kata sambung, kalimat majemuk setara pun selalu membutuhkan tanda koma (,). 

Pemakaian tanda koma pada kalimat majemuk setara adalah sebagai pemisah antara satu klausa dengan klausa lainnya.

Contoh:

Ayah bekerja di bank, sedangkan Ibu bekerja di hotel.

Klausa 1: Ayah bekerja di bank,

Kata sambung: sedangkan (sebelum kata sedangkan diberi tanda koma sebagai pemisah)

Klausa 2: Ibu bekerja di hotel.

Dengan demikian, pemakaian tanda koma pada kalimat majemuk setara adalah sebagai pemisah antara satu klausa dengan klausa lainnya.


Apabila kita cermati klausa 1 maupun Klausa 2 merupakan bentuk klausa utuh yang setidaknya memiliki subjek dan predikatnya masing-masing. Karena itu, kalaupun tidak dihubungkan dengan konjungsi sedangkan, keduanya masih dapat berdiri menjadi kalimat yang sempurna.


Wednesday 22 December 2021

Anafora dan Katafora

 


Anafora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Peranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka, nomina tertentu, konjungsi, keterangan waktu, alat, dan cara. Perhatikan contoh yang berikut.


(1) Bu Mastuti belum mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sarjananya dua tahun lalu.


(2) Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan. Waktu itu Hardi baru berumur sepuluh tahun. Dia masih duduk di kelas tiga sekolah dasar.


(3) Jakarta memang merupakan kota metropolis. Di sana berbagai suku bangsa dapat ditemukan. Mereka hidup bertetangga meskipun sehari-hari memakai bahasa yang berlain-lainan.


Pada contoh (1) kata dia beranafora dengan Bu Mastuti. Pada contoh (2) frasa waktu itu dan tahun 1965 pada kalimat sebelumnya mempunyai hubungan anaforis. Demikian pula dia dan Hardi. Pada contoh (3) di sana secara anaforis berkaitan dengan Jakarta, sedangkan mereka dengan berbagai suku bangsa.


Kebalikan dari anafora adalah katafora, yakni rujuk silang terhadap anteseden yang ada di belakangnya. Perhatikan kalimat berikut.


 (4) Setelah dia masuk, langsung Tony memeluk adiknya.


Salah satu interpretasi dari kalimat di atas ialah bahwa dia merujuk pada Tony meskipun ada kemungkinan interpretasi lain. Gejala pemakaian pronomina seperti dia yang merujuk pada anteseden Tony yang berada di sebelah kanannya inilah yang disebut katafora.

Yang benar memanasi susu atau memanaskan susu?

 Penggunaan kata bahasa Indonesia memiliki perbedaan makna yang halus. Perbedaan makna itu dapat kita pahami dengan cara yang mencermatinya. Misalnya sebagai contoh sebagai berikut:

(1) Ibu harus memanasi susu Adik.

(2) Ibu harus memanaskan susu Adik.


Dari contoh di atas kita tahu bahwa hasil perbuatan dari kata kerja adalah sama, yaitu susunya menjadi panas. 

Perbedaan makna kata kerja dari dua contoh tersebut adalah proses pemanasannya. Kata kerja memanasi memberikan kesan seolah-olah kita menaruh alat pemanas pada susu, sehingga susu menjadi panas. Sebaliknya kata kerja memanaskan dapat bermakna perbuatan seseorang menaruh susu ke dalam panci kemudian dipanasi dengan air yang panas sehingga susu tadi menjadi panas.


CONTOH SOAL AKM

CONTOH SOAL AKM

LITERASI
A. Menentukan gagasan utama/ide pokok paragraf 
1. Bacalah teks berikut!

Pemerintah kota (Pemkot) Salatiga bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PT  Pertamina MOR IV berkoordinasi terkait penambahan stok hingga dua kali lipat elpiji tiga kilogram pada Juni 2016. Upaya tersebut sebagai langkah antisipasi dini supaya tidak terjadi kelangakaan elpiji di Kota Salatiga. Selama Ramadan hingga menjelang Lebaran diperkirakan kelangkaan elpiji tidak akan terjadi. Bulan sebelumnya, stok elpiji melon di Kota Salatiga hanya 2.240 tabung. Per Juni 2016 stok elpiji tiga kilogram bertambah menjadi 4.480.

Ide pokok paragraf tersebut adalah . . .

A. kerjasama pemerintah Salatiga dengan Pemprov Jawa Tengah

B. upaya menggulangi kelangkaan elpiji di Kota Salatiga

C. stok elpiji di Kota Salatiga

D. penambahan stok elpiji per Juni 2016

E. stok elpiji melon di Kota Salatiga

Kunci Jawaban: D

Pembahasan

Ide pokok paragraf di atas adalah penambahan stok elpiji per Juni 2016. Ide pokok paragraf tersebut terdapat pada kalimat pertama atau awal paragraf sehingga termasuk paragraf deduktif. Ide pokok bersifat umum dan dijelaskan dengan ide penjelas. Kalimat nomor 2. 3, 4, dan 5 berisi penjelasan mengenai tujuan dan alasan penambahan stok elpiji per Juni 2016.

2. Bacalah paragraf berikut!

Seseorang akan diuji dengan apa yang dia miliki. Ketika memiliki ilmu, dia akan diuji dengan seberapa jauh kemampuannya memanfaatkan ilmu. Ketika mempunyai harta, dia akan diuji dengan keikhlasannya mendistribusikan hartanya untuk orang lain. Di saat menduduki jabatan, ia akan diuji dengan seberapa jauh kemampuannya mempertanggungjawabkan wewenang yang diembannya.

Ide pokok paragraf tersebut adalah….

A. ujian hidup seseorang

B. kebahagiaan keluarga

C. seseorang memiliki harta

D. tanggung jawab wewenang

Kunci jawaban: A

Pembahasan

Ide pokok atau gagasan pokok adalah gagasan utama atau gagasan yang paling penting dalam paragraf.

Ide pokok paragraf di atas adalah ujian hidup seseorang. Ide pokok paragraf tersebut terdapat pada kalimat pertama atau awal paragraf sehingga termasuk paragraf deduktif. Ide pokok bersifat umum dan dijelaskan dengan ide penjelas. Kalimat nomor 2. 3, dan 4 berisi penjelasan mengenai macam-macam ujian hidup seseorang.

B. Menentukan simpulan paragraf

Bacalah teks berikut!

Bagi anak-anak, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan. Selain itu, bermain dapat digunakan untuk melatih otak si kecil agar siap belajar. Belajar pun bisa menangani emosi. Hal ini dapat diibaratkan otot, kalau tidak dilatih tidak akan terbentuk. Permainan memiliki banyak manfaat bagi anak dalam usia perkembangan.

Simpulan isi teks tersebut adalah ….

A. Bermain tak punya kaitan dengan kecerdasan anak.

B. Setiap anak usia perkembangan perlu diberikan permainan.

C. Permainan dapat mempengaruhi kondisi emosional anak.

D. Permainan hanya membuat anak menjadi senang semata.

Kunci Jawaban: B

Pembahasan

Kalimat simpulan adalah pendapat terakhir yang didapatkan dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya. Simpulan dapat diperoleh dari keseluruhan isi bacaan yang ada pada paragraf.

Kalimat simpulan yang tepat sesuai isi teks tersebut adalah Setiap anak usia perkembangan perlu diberikan permainan.  (opsi B). Hal ini, berdasarkan isi pernyataan-pernyataan sebelumnya yang berisi penjelasan mengenai manfaat permainan untuk hiburan dan sebagai sarana belajar.

Opsi A dan D tidak sesuai dengan isi teks. Opsi C merupakan salah satu pernyataan yang terdapat dalam teks. 

Tuesday 21 December 2021

Apakah yang dimaksud dengan kalimat tunggal?

 Kalimat Tunggal


Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal tentu saja terdapat semua unsur wajib yang diperlukan. Di samping itu, tidak mustahil ada pula unsur manasuka seperti keterangan tempat, waktu, dan alat. Dengan demikian, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat panjang seperti terlihat pada contoh berikut.

(1) Dia akan pergi.

(2) Kami mahasiswa Atma Jaya.

(3) Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri.

(4) Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana di sini.


Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baku?

Kita sebagai pemakai bahasa Indonesia, pernah berpikir, "Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baku?





Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan, merupakan pokok yang sudah agak banyak ditelaah orang. Ragam itu jugalah yang kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Apa yang dahulu disebut bahasa Melayu Tinggi dikenal juga sebagai bahasa sekolah. Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukkan bahwa ragam itu memperoleh gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu juga yang dipakai oleh kaum yang berpendidikan dan kemudian dapat menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan yang penting. Pemuka masyarakat yang berpendidikan umumnya terlatih dalam ragam sekolah itu. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Fungsinya sebagai tolok menghasilkan nama bahasa baku atau bahasa standar baginya.


Proses tersebut terjadi di dalam banyak masyarakat bahasa yang terkemuka seperti Prancis, Inggris, Jerman, Belanda, Spanyol, dan Italia. Di Indonesia keadaannya agak berlainan: pejabat tinggi, pemuka, dan tokoh masyarakat kita dewasa ini berusia antara 50 dan 70 tahun dan tidak semuanya memperoleh kesempatan memahiri ragam à bahasa sekolah dengan secukupnya. Peristiwa revolusi kemerdekaan kita agaknya yang menjadi musababnya. Karena itu, mungkin tidak amat tepat menyamakan bahasa Indonesia yang baku dengan bahasa golongan pemimpin masyarakat secara menyeluruh. Masalahnya di Indonesia ialah kemahiran berbahasa yang benar, walaupun dihargai, belum menjadi prasyarat untuk kedudukan yang terkemuka di dalam masyarakat kita. Mengingat kenyataan tersebut di atas kita perlu kembali ke dunia pendidikan yang menurut adat menjadi persemaian para pemimpin. Ragam bahasa yang diajarkan dan dikembangkan di dalam lingkungan itulah yang akan menjadi ragam bahasa calon pemimpin kita sehingga pada suatu saat bahasa Indonesia yang baku memang dapat disamakan dengan ragam bahasa golongan pemuka yang memancarkan gengsi dan wibawa kemasyarakatan. Oleh sebab itu, di Indonesia, semua proses pembakuan hendaknya bermula pada ragam bahasa pendidikan dengan berbagai coraknya dari sudut pandangan sikap, bidang, dan sarananya. 


Ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat asas harus dapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Kehomoniman yang timbul akibat penerapan kaidah itu bukan alasan yang cukup kuat untuk menghalalkan penyimpangan itu. Bahasa mana pun tidak dapat luput dari kehomoniman. Di pihak lain, keman tapan itu tidak kaku, tetapi cukup luwes sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan peristilahan serta meng izinkan perkembangan berjenis ragam yang diperlukan di dalam kehidupan modern. Misalnya, di bidang peristilahan muncul keperluan untuk membeda kan pelanggan 'orang yang berlanggan(an)' dan langganan 'orang yang tetap menjual barang kepada orang lain; hal menerima terbitan atau jasa atas pesanan secara teratur'. Ragam baku yang baru, antara lain, dalam penulisan laporan, karangan ilmiah, undangan, dan percakapan telepon perlu dikembangkan lebih lanjut.


Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan-nya Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus dapat dilangsungkan lewat buku bahasa Indonesia. Akan tetapi, karena proses bernalar secara cendekia bersifat semesta dan bukan monopoli suatu bangsa semata-mata, pencendekiaan bahasa Indonesia tidak perlu diartikan sebagai pembaratan bahasa.


Baku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ciri ketiga ragam bahasa yang baku. Setelah mengenali ketiga ciri umum yang melekat pada ragam standar bahasa kita, baiklah kita beralih ke pembicaraan tentang lajunya proses pembakuan di bidang ejaan, lafal, kosakata, dan tata bahasa sampai kini.