Isi dan Kebahasaan Drama
3.19 Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton
4.19 Mendemonstrasikan sebuah
naskah drama dengan
memperhatikan isi dan kebahasaan
Melalui posting kali ini, para pembaca yang budiman mampu:
Para pelajar yang baik hatinya, selamat bertemu
kembali . Kali ini kita
akan membahas materi
teks drama.
A. Konsep Drama dan Teater
Kata “drama‟ masuk
ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia berasal dan dibawa oleh kebudayaan Barat (Oemaryati, 1971: 14-15). Di tanah asal kelahiran drama, yaitu
Yunani, drama timbul dari suatu
ritual pemujaan terhadap para dewa.
Kata “drama‟ berasal
dari kata dran (bahasa Yunani)
yang menyiratkan makna
to do atau to act (Baranger, 1994: 4).
Sementara
itu, drama terus
mengalami perkembangan. Pada
awalnya hanya dilakukan di lapangan terbuka.
Para penonton duduk melingkar atau setengah lingkaran, dan upacara dilakukan di tengah lingkaran
tersebut. Makin lama jumlah
lingkaran makin luas, upacara-upacara juga semakin lebih besar, ini berarti membutuhkan tempat yang lebih
luas. Tempat yang
luas yang dijadikan
semacam auditorium inilah
yang di Yunani
saat itu disebut
theatron. Theatron yang diartikan sebagai
a place for seeing atau, tempat tontonan
itu (Baranger, 1994; Yudiaryani, 2002: 1) berbentuk bangku-bangku yang berputar setengah lingkaran dan mendaki ke arah lereng
bukit yang berfungsi sebagai tempat duduk penonton ketika drama Yunani klasik
berlangsung. Dengan demikian kata teater muncul
sesudah kata drama.
Jika melihat asal-usul katanya, kata drama dan teater jelas berbeda
artinya, tetapi saling
mengait. Yang satu perbuatan yang dapat ditonton,
yang lainnya tempat untuk menonton perbuatan yang dapat
ditonton itu.
Dalam perkembangan selanjutnya,
pergeseran-pergeseran mulai terjadi. Berangkat dari sebuah upacara keagamaan menjadi seni berbicara yang enak ditonton. Intonasi untuk memperoleh
efektivitas komunikasi mulai dipertimbangkan, sehingga
melahirkan dua kecenderungan besar. Di satu pihak
menekankan seni berbicara yang sarat dengan
musik, dan nyanyian
sebagai elemen utamanya, di pihak lain
muncul pula bentuk
seni berbicara yang
hanya mengandalkan dialog
sebagai elemen utamanya. Yang pertama hingga
sekarang kita sebut sebagai
opera. Sementara yang
kedua kelak kita
kenal sebagai drama. Dua kecenderungan besar
itu terus berkembang. Kata drama terus
bertahan artinya, tetapi kata teater melebar
artinya. Kata teater
masih tetap diartikan sebagai susunan tempat pementasan berlangsung,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menunjukkan sebuah
kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung. Dengan memakai kata teater, kita
mampu mengetahui seluruh warisan budaya drama sebagai
jenis sastra termasuk di dalamnya bentuk pementasan pantomim, pertunjukan
rakyat, wayang kulit, wayang golek, monolog, dan kabaret (Judiaryani, 2002: 2). Bahkan dalam masa sekarang
kata teater pemakaiannya lebih
luas lagi. Dapat dipergunakan untuk menyebut pertunjukan atau tempat-tempat yang terkait dengan
film, radio, dan televisi.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa istilah „drama‟
lebih sempit penggunaannya daripada istilah „teater‟.
Dalam pengertiannya yang paling
umum drama adalah setiap
karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung
oleh para aktor
yang menggambarkan kisah
hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan dengan
gerak dan laku. Sementara teater
adalah sebuah istilah lain untuk “drama”
dalam pengertian yang lebih luas,
termasuk pentas,
penonton, dan gedung pertunjukan. Atau seperti yang dikatakan Elam (1984: 2) dalam The
Semiotics of Theatre and Drama, kata „drama‟ diartikannya sebagai that
mode of fiction designed for stage representation and constructed according to
paticular dramatic convention, sementara kata “theatre‟
diartikannya sebagai, with the production and
communication of meaning in the performance itself and with the systems under
lying it. Maka, dalam modul
ini kata drama
akan dipergunakan untuk
menyebut pementasan yang menggunakan naskah, sementara kata teater dipergunakan lebih luas, termasuk untuk pementasan drama tanpa naskah seperti
pada teater tradisional, maupun
pementasan yang menggunakan naskah seperti dalam
drama Indonesia modern.
Kata drama sering bersinonim dengan
sandiwara (Harymawan, 1988: 2- 3). Menurutnya, kata sandiwara dipakai
oleh P.K.G. Mangkunegara VII untuk
menterjemahkan kata toneel
(bahasa Belanda), “sandi‟
artinya rahasia, dan “wara‟ dari “warah‟ pengajaran. Oleh
karena itu, kata “sandiwara‟ pada awalnya diartikan sebagai
pengajaran yang dilakukan dengan rahasia. Kata “rahasia‟ diperjelas maksudnya oleh almarhum Ki
Hadjar Dewantara sebagai “lambang‟.
Dengan demikian kata sandiwara dimaksudkan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan lambang. Dengan
kata lain apabila kita menonton drama/teater tradisional atau
sandiwara diharapkan akan memperoleh pengajaran secara tidak langsung. Ajaran yang diperoleh masih berwujud lambang
yang harus diartikan oleh para penonton.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kata
sandiwara memperoleh arti negatif sebagai kejadian-kejadian yang hanya dipertunjukkan untuk mengelabui mata alias tidak sungguh-sungguh (KBBI,
1988: 779). Apabila ada seorang teman mengatakan, “Jangan
main sandiwara, kamu!”,
ini jelas teman kita marah karena kita menutup-nutupi sesuatu
yang seharusnya transparan. Di samping itu,
istilah sandiwara hanya
terbatas pada para pemakai bahasa Jawa, misalnya untuk menyebut sandiwara radio, atau drama-drama
tradisional seperti ketoprak dalam bahasa Jawa yang diudarakan secara periodik
oleh stasiun radio khususnya di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dalam bahasa Indonesia istilah
sandiwara kurang begitu
populer dibanding dengan
istilah drama.
1.
Hakikat dan Karakteristik Drama
Pada materi sebelumnya kalian
telah mempelajari pengertian drama yang dirunut dari asal-usul katanya. Pertanyaannya, apa sebenarnya drama itu. Atau lebih konkret, seperti apakah
drama itu? Untuk itu, sebelum
kita menyimpulkan apakah hakikat drama
itu, silakan kalian
baca penggalan teks drama di bawah
ini.
INSPEKSI
Fransiskus Assisi Woddy Satyadarma
Para Pelaku:
1.
Ihnas
2.
Yunus
3.
Hajir
4.
Tumeles
5.
Karman
(Panggung merupakan sebuah
ruangan yang luas, dengan beberapa kursi dan meja: sehingga mirip
dengan sebuah ruangan
tamu dengan beberapa
pasang zitje. Sebuah rak buku tampak
di sana. Tentu
saja penuh dengan
buku-buku. Pada dasarnya
ruangan itu memang
kamar tamu sebuah
asrama, tapi pada jam-
jam tertentu juga menjadi
ruangan rekreasi, penghuni
asrama itu. Waktu
itu sore hari sekitar pukul 16.27 WIB. Yunus masuk ke panggung berbaju biru muda, mandi keringat, dengan tangan memegang sebotol
minuman, terengah- engah, dan duduk di kursi, membelakangi penonton. Seorang kawannya lagi, Karman, masuk mau
mengambil buku tetapi
melihat Yunus, berhenti
sejenak, memandangi Yunus,
lalu mengambil buku kemudian exit.
Selesai minum, Yunus lalu meletakkan botol, merentangkan
tangannya, lalu membuka bajunya yang basah kuyup, sehingga ia tinggal
bersinglet, lalu memandangi baju yang basah kuyup itu, dan menaruhnya di sandaran kursi. Persis selesai
Yunus membenahi bajunya, Ihnas masuk.)
Ihnas : Lha, lagi
lagi....
Yunus : (Memotong sebelum kalimat Ihnas
selesai) Lagi-lagi liku-liku. Ihnas : Kalau Mas Hajir
melihat kau begitu
ceroboh, tahu rasa
kau.
Yunus : Hah,
rasa apa saja
yang perlu kuketahui? Ihnas : Rasa garam,
tahu?
Yunus : Garam?
Ihnas : Ya, garam
produksi sendiri itu.
Yunus : Ah,
yang benar aja kamu, masak
garam suruh rasa.
Gimana sih kau,
Nas?
Ihnas : Ya,
garam keringatmu itu,
Goblok!
Yunus : Kau ini ngomong apa. Masak Mas Hajir suruh aku mencicipi
keringatku sendiri.
Ihnas : Habis kalau nggak, siapa suruh nyicip? Aku?
Yunus : Maksudmu gimana, sih, Nas?
Ihnas : Ini kan kamar tamu. Kalau kau naruh baju di sini kan gila.
Kalau si Mincuk
kemari gimana?
Yunus : Ooooo ini to soalnya. Lantas mesti ....
Ihnas : (Memotong) Taruh di kamar sendiri
sana.Terus mandi. Jangan
begitu, dong kau.
Yunus : Perkara naruh di kamar kan urusan gua sendiri. Demikian
pula soal mandi. (Kembali duduk
dan minum minuman
dari botol)
Ihnas : Kau mulai keras kepala, ya?
Yunus : Apa kepalamu nggak
keras? Coba aku pegang sini.
Ihnas : Nus!
Yunus : Apa?
Ihnas : Ini peringatanku demi kebaikanmu. Ambil baju itu dan bawa ke
kamarmu.
Yunus : Sejak kapan kau diberi mandat memberi peringatan pada aku?
Ihnas : Aku senior di....
Yunus : Perkara senior kan tidak ada sangkut pautnya
dengan baju. Ihnas : Kau taat tidak?
Yunus : Lagaknya.
Ihnas : Taat atau tidak? Jawab!
Yunus : (Diam minum)
Ihnas : Jawab!
Yunus : (Masih minum)
Ihnas : (Keras sekali) Jawab!
Yunus : (Mulutnya masih penuh minuman dan menjawab) Yaaaa!
(Minuman tumpah ke lantai dari mulut)
Ihnas : Aduuuuuh ... ini apa ? (Menunjuk tumpahan minuman)
............................................................................................................................
(Rumadi, A
(ed.).1988. Kumpulan Drama Remaja, hlm. 91-92)
Apa yang
membedakannya teks drama tersebut di atas dengan teks cerita rekaan seperti cerpen
dan novel? Masih
ingatkah kalian bahwa
menurut Aristoteles secara
garis besar karya sastra dibedakan ke dalam tiga pokok genre (dari bahasa Prancis,
ucapkan zyanre), yaitu:
lirik, epik, dan dramatik; atau lebih mudahnya yang berbentuk puisi, prosa rekaan,
dan drama? Kalian
tentu saja masih ingat bahwa dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, atau Burung- Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya, atau Larung
karya Ayu Utami, pengarangnya menceritakan kisahannya dengan melibatkan tokoh- tokoh Tono, Tini, Yah dalam
Belenggu, atau tokoh
Teto dan Larasati dalam Burung-Burung
Manyar lewat kombinasi antara dialog
dan narasi. Sementara itu, dalam teks drama di atas,
paparan kisahannya apakah
seperti itu?
Apa yang
lebih mendominasi dalam teks drama, dialog atau narasi? Dialog. Tepat jawaban
kalian . Dialog
(sering disebut sebagai
teks utama) antara Yunus dan Ihnas
mendominasi penggalan drama
berjudul Inspeksi karya
F.A. Woddy Satyadarma (nama samaran Bakdi Soemanto). Pembaca
ikut dibuat jengkel atas jawaban-jawaban Yunus yang terasa seenak perutnya
sendiri, yang menyiratkan
konflik tajam antarmereka berdua. Sementara narasi yang cukup dominan dalam novel, dalam teks drama
narasi hanya terbatas
berupa petunjuk pementasan yang disebut sebagai
teks sampingan. Lewat
petunjuk pementasan yang kebanyakan dicetak miring itulah
pengarang naskah drama memberi arahan penafsiran agar tidak terlalu melenceng
dari apa yang sebenarnya dikehendakinya.
Di samping
itu, dibandingkan dengan
novel, jumlah tokoh-tokohnya jauh lebih sedikit daripada
novel. Bisa Anda bayangkan jika dalam panggung
muncul puluhan tokoh
yang sekaligus tampil
berkelebatan di sana.
Anda bisa pusing. Dari sudut latar juga lebih terbatas dibanding
dengan novel. Dalam drama latar harus dapat divisualkan. Apalagi untuk pergantian
latar, pementasan membutuhkan waktu dan peralatan yang tidak sedikit. Itu
artinya juga membutuhkan biaya dan tenaga.
Sementara dalam novel,
pengarang dapat
sebebas-bebasnya melukiskan latar
kejadian sedetail dan
seluas mungkin.
Agar drama
yang dipentaskan dapat
ditonton dengan runtut
dan enak diikuti, mirip
dengan novel, drama
pun dibagi-bagi dalam
babak dan adegan- adegan. Babak merupakan bagian yang paling besar
dalam naskah drama, dan biasanya dibagi-bagi dalam banyak adegan.
Sementara itu, adegan
adalah suatu unit lakuan drama yang mengaitkan hukum kausalitas. Tentu,
bentuk visual drama tidak
harus bernomor, seperti contoh lakon tersebut di atas. Ditulis bernomor, salah satu alasannya adalah untuk
memudahkan pada saat berlatih. Bentuk visual
teks drama kebanyakan, seperti contoh penggalan
drama berjudul “Sampek
& Engtay” karya
N. Riantiarno (2004,
97-99), berikut ini.
............................................................................................................................
GURU : (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN
BARU BERHENTI KETIKA
MURID- MURID SUDAH
BERKUMPUL SEMUA.
DIA MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU)
Siapa di antara kalian yang
kencing sambil berdiri?
(SEMUA MURID
MENGACUNGKAN TANGAN. KECUALI ENGTAY)
GURU : Sejak kapan kalian
kencing sambil berdiri?
MURID-MURID : Sejak
kami kecil, Guru.
GURU : Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan tentang kencing?
MURID-MURID : Seingat
saya, sekolah kita
tidak pernah membuat
peraturan tentang
kencing, Guru. Yang ada hanya peraturan yang bunyinya: Jaga Kebersihan.
GURU : (MEMBENTAK) Jaga kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan
itu bisa berlaku
untuk segala perkara. Paham?
MURID-MURID : (KETAKUTAN) Paham, Guru.
GURU : Tapi coba
lihat sekarang di tembok WC dan kamar
mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga
kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu akibat
kalian kencing sambil
berdiri.
ENGTAY :
(MENGACUNGKAN TANGAN)
GURU : Kenapa Engtay?
Mau omong apa? Kamu satu-satunya yang tadi tidak tergolong kepada para
kencing-berdiriwan ini. Apa kamu kencing sambil berjongkok? Atau sambil
tiduran?
ENGTAY : (MENAHAN SENYUM) Maaf, Guru.
Saya kencing sambil
jongkok sejak saya kecil.
ENGTAY : Sudah kebiasaan. Kencing sambil
berdiri, bukan saja menyalahi peraturan sekolah kita, tapi juga melanggar ujar kitab-kitab yang bunyinya:
“Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar,
Supaya Kotoran Tidak Akan
Berceceran”.
............................................................................................................................
Selain cara penuturan dan bentuk visualnya, ciri khas apa yang terdapat dalam drama? Dari sepenggal
kutipan drama “Sampek
Engtay” tersebut di atas,
tatkala kita membacanya
tergambar di depan kita ulah seorang Guru yang cukup galak sedang menanyakan kepada murid-muridnya
tentang bagaimana mereka kencing sehingga
WC dan kamar mandi sangat
kotor. Ada gerak seperti
mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan demikian, penulis lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika
hanya dibaca. Dibutuhkan gerak. Itulah yang disebut action. Pementasan di panggung. Penulis lakon membayangkan action para aktornya dalam bentuk dialog.
Dan dialoglah bagian paling penting dalam drama. Lewat dialoglah kita
bisa melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, yang kesemuanya itu terhidang di panggung lewat action alias gerak. Oleh
karena itu, tidaklah
berlebihan apabila seorang
pakar drama kenamaan
Moulton menyebut drama
sebagai life presented
in action, alias drama adalah hidup yang ditampilkan dalam
gerak. Dengan demikian, secara lebih ringkas drama
adalah salah satu bagian dari genre sastra
yang menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dan
emosi lewat lakuan dan dialog, yang dirancang untuk
pementasan di panggung (Sudjiman, 1990).
2.
Jenis-Jenis Drama
Pembagian jenis drama adalah sebagai berikut:
a)
Berdasarkan penyajiannya:
1.
Tragedi yaitu
sebuah drama yang penuh dengan
kesedihan
2.
Komedi yaitu
sebuah drama yang menghibur dan penuh dengan
kelucuan
3.
Tragekomedi yaitu sebuah drama yang didalamnya terdapat perpaduan antara komedi dan
tragedy
4.
Opera yaitu sebuah drama yang percakapan atau dialognya dinyanyikan dengan iringan music
5.
Melodrama yaitu
sebuah drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi musik atau
melodi
6.
Farce yaitu
sebuah drama yang
nyaris serupa dengan
dagelan, namun tidak sepenuhnya
dagelan
7.
Tablo yaitu sebuah drama yang lebih
mengutamakan gerak dimana
para pelakon drama tidak
mengucapkan dialignya tetapi cukup dengan melakukan gerakan-gerakan.
8.
Sendratari yaitu jenis drama
yang menggabungkan antara seni tari dan
seni
drama
b)
Berdasarkan
sarana pementasannya
1.
Drama panggung
yakni jenis drama
yang dimainkan diatas
panggung
2.
Drama radio yakni sebuah
drama yang tidak bisa diraba dan dilihat, namun bisa didengarkan oleh para penikmat
drama
3.
Drama televisi yakni jenis drama
yang nyaris sama
dengan drama panggung, namun
perbedaannya hanya tidak
bisa diraba.
4.
Drama film
yakni jenis drama yang menggunakan layar lebar yang biasanya dipertunjukkan di bioskop-bioskop
5.
Drama wayang
yakni jenis drama yang diiringi
dengan pagelaran wayang
6.
Drama boneka
yakni sebuah jenis drama dimana para tokohnya diilustrasikan dengan boneka
dan dimainkan oleh
beberapa orang.
c)
Berdasarkan ada dan tidaknya naskah drama
1.
Drama modern
yaitu sebuah jenis drama yang menggunakan naskah dan drama ini bertolak dari hasil sastra yang tersusun untuk dipentaskan
2.
Drama
tradisional atau klasik yaitu jenis drama yang tidak menggunakan naskah drama
dan drama ini bersumber dari tradisi suatu masyarakat yang sifatnya
improvisatoris dan spontan.
Anak-anak
yang baik hati, kalian memang luar biasa telah membaca
uraian materi dengan cermat
dan penuh antusias.
Berdasarkan uraian materi
tersebut kalian diharapkan
semakin memahami hakikat
drama dan teater,
mengenal berbagai jenis drama dari berbagai aspek penggolongannya dan semakin memahami
karakteristik drama. Untuk selanjutnya kalian dapat menganalisis isi dan kebahasaan teks drama atau drama yang dipentaskan.
B. Rangkuman Materi
1.
Drama dimaksudkan sebagai karya sastra
yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas,
sedangkan teater adalah
istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan
tempat lakon itu dipentaskan. Di samping itu salah satu
unsur penting dalam drama adalah gerak
dan dialog. Lewat
dialoglah, konflik, emosi,
pemikiran dan karakter hidup dan kehidupan manusia terhidang di
panggung. Dengan demikian hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik
kehidupan manusia di panggung lewat
gerak.
2.
Jenis drama
berdasarkan penyajiannya terdiri atas tragedi, komedi, tragi- komedi,
melodrama, farce, tablo, dan sendratari. Jenis drama berdasarkan sarana pementasannya terdiri atas drama panggung,
drama radio, drama televisi, drama film,
drama wayang, dan
drama boneka. Selain
itu jenis drama berdasarkan ada tidaknya naskah
drama dikelompokkan menjadi
dua yakni drama modern dan drama tradisional.
C. Latihan Soal
Bacalah penggalan teks drama di bawah ini.
ROMEO DAN
JULIET
(Karya William Shakespeare, diterjemahkan oleh Trisno Sumarjo)
………………………………………………………………………………… ROMEO
Dia
mengucapkan kata.
Terus dan teruslah berkata, bidadari!
Sebab malam ini engkau ratu yang
terus berseri di ubun-ubunku laksana duta kahyangan bersayap mendatangi makhluk
yang tak punya
daya, hingga matanya memutih disebabkan takjub
tak tertanggungkan.
Ia jatuh telentang untuk
melihat tatkala dia naik ke pundakan awan yang berarak lalu melayang-layang di awan-awan tertinggi
JULIET
O, Romeo, Romeo!
Mengapa kau Romeo?
Jangan akui keturunanmu dan namamu! Dan aku bukan
lagi orang Capulet.
Dengan
begitu, kau bisa menjadi kekasihku.
ROMEO
Akankah
aku terus mendengar, atau menyela bicara?
JULIET
Hanya
namamu yang menjadi musuhku.
Tapi
engkau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montaque.
Apa itu “Montaque?” Ia bukan tangan,
bukan kaki, bukan
lengan, bukan muka, atau
apapun dari tubuh seseorang.
Jadilah
nama yang lain!
Apalah
arti sebuah nama? Harum mawar tetaplah harum mawar, andaikan mawar bersalin dengan nama lain.
Ia tetap
bernilai sendiri, sempurna, dan harum mawar tanpa harus bernama mawar. Romeo, tanggalkan
namamu. Untuk mengganti nama yang
bukan bagian dari dirimu itu, ambillah diriku seluruhnya.
ROMEO
Janji
itu mengikat dirimu!
Jadikan aku kekasihmu, dan kuubah namaku,
tak lagi Romeo.
JULIET
Orang
macam apa ini yang diselubungi malam mendengarkan rahasiaku?
…………………………………………………………………………………
Anak-anak
hebat, tentunya kalian sudah mencermati dan memahami seluruh materi pada kegiatan pertama di atas.
Tibalah kalian akan mengerjakkan tugas/latihan agar pemahaman dan keterampilan kalian maksimal. Ikuti
instruksi tugas berikut dengan
saksama!
Analisilah
isi teks drama di atas, lalu jawablah pertanyaan berikut!
1.
Jelaskan Isi drama di atas!
2.
Berdasarkan penyajiannya, termasuk ke dalam jenis apakah
drama di atas, jelaskan!
3.
Apakah amanat
yang terkandung dalam
drama di atas!
Pembahasan dan Pedoman Penskoran
Latihan Soal Pembelajaran 1
N0
Soal
|
Jawaban Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
1
|
Isi drama Romeo dan Juliet: Menceritakan tentang kisah sepasang kekasih yaitu romeo dan Juliet. Mereka sangat saling mencintai dan memperjuangkan cintanya sampai
mati.
|
Peserta didik menjawab soal dengan tepat
|
3
|
Peserta didik menjawab soal kurang tepat
|
2
|
Peserta didik menjawab soal
tidak tepat
|
1
|
N0
Soal
|
Jawaban Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
2
|
Drama Romeo dan Juliet temasuk
ke dalam jenis;
Tragedi. Karena drama tersebut ceritanya berakhir dengan kesedihan.
|
Peserta didik menjawab soal dengan tepat
|
3
|
Peserta didik menjawab soal kurang tepat
|
2
|
Peserta didik menjawab soal tidak tepat
|
1
|
N0
Soal
|
Jawaban Soal
|
Aspek yang Dinilai
|
Skor
|
3
|
Amanat drama Romeo
dan Juliet, adalah:
Sebagai
sepasang kekasih, hendaklah kita
dapat saling mencintai dengan tulus dan memegang janji untuk setia pada
kekasihnya.
|
Peserta didik menjawab soal dengan tepat
|
3
|
Peserta didik menjawab soal kurang tepat
|
2
|
Peserta didik menjawab soal tidak tepat
|
1
|