Setelah Idul Fitri, masyarakat Jawa biasanya digelar sebuah tradisi. Tradisi tersebut adalah lebaran ketupat. Tradisi ini biasanya digelar satu minggu setelah Idul Fitri atau 1 Syawal.
Dari beberapa wilayah, tradisi ini disebut sebagai kegiatan
syawalan. Bagi warga masyarakat Klaten pada umumnya menyebut tradisi ini dengan
nama bakdo ketupat atau kenduri ketupat.
Konon tradisi ini merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga. Beliau adalah salah satu Wali
Songo yang dipercaya sebagai tokoh yang
pertama kali memperkenalkan ketupat.
Kala itu, Sunan Kalijaga memperkenalkan istilah ba'da atau
bakda Lebaran dan Bakda Kupat yang artinya sesudah Lebaran atau sesudah Kupat.
Tradisi kupatan muncul pada era tersebut. Sejarah lebaran ketupat ini muncul
dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di masyarakat.
Selanjutnya, tradisi ini dijadikan sebagai sarana untuk
mengenalkan ajaran Islam. Masyarakat diajarkan tentang cara bersyukur kepada
Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturahmi.
Sementara itu, kata 'ketupat' yang biasanya juga disebut
'kupat' berasal dari bahasa Jawa 'ngaku lepat'. Frasa tersebut berarti
'mengakui kesalahan'. Dengan demikian,
kehadiran ketupat merupakan simbol bagi umat Muslim agar saling mengakui
kesalahan dan memaafkan saat melaksanakan tradisi tersebut.
Janur
Selain itu, filosofi lain pada lebaran ketupat juga terdapat
pada bungkus ketupat yang menggunakan janur. Bagi masyarakat Jawa, janur kuning
melambangkan penolak bala.
Adapun bentuk ketupat yang menyerupai segi empat
mencerminkan prinsip 'kiblat papat lima pancer'. Artinya, ke mana pun manusia
menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Selain itu, bungkus ketupat yang berupa anyaman rumit
disimbolkan sebagai berbagai macam kesalahan manusia. Bukan itu saja, ketupat
yang berwarna putih saat dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian
setelah memohon ampun atas semua kesalahan.
Sementara itu, ketupat umumnya diisi dengan beras yang
dilambangkan sebagai kemakmuran di hari raya. Beberapa masyarakat juga
menggunakan ketupat sebagai penolak bala dengan menggantungnya di pintu masuk
rumah.
Biasanya, ketupat akan digantung bersama makanan lain, salah
satunya pisang. Makanan tersebut dibiarkan menggantung dalam waktu lama sampai
mengering.
Filosofi lain pada hidangan tradisi ini ada pada sayur
pelengkapnya, yakni opor ayam dan sambal goreng. Makanan yang dibuat dengan
menggunakan santan tersebut disimbolkan sebagai 'pangapunten' atau memohon
maaf.
Banyaknya filosofi yang terdapat pada komponen-komponen
dalam lebaran ketupat atau syawalan membuat masyarakat masih terus melestarikan
tradisi ini. Oleh sebab itu, tradisi ini masih terus ada dan tidak tenggelam
oleh modernisasi.