Wednesday 24 March 2021

Penggunaan Judul, Sapaan, Gelar, Nama, Geografi, dan Kata Tugas

 Penggunaan Judul, Sapaan, Gelar, Nama, Geografi, dan Kata Tugas

Ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan/huruf serta penggunaan tanda baca.

  1. Penulisan Judul
Penulisan judul memiliki ketentuan yang harus ditaati. Berikut ini ketentuan penulisan judul yang baik dan benar.
  • huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama semua kata, kecuali kata depan dan kata hubung.
  • Kata depan dan kata hubung di awal judul tetap menggunakan huruf kapital
  • huruf kapital digunakan untuk kata ulang sempurna, sedang pada kata ulang berubah bunyi huruf kapitalnya hanya berada di awal kata.
2. Penulisan Sapaan atau Gelar 
Penulisan sapaan atau gelar dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) memiliki beberapa cara dan ketentuan yang harus diikuti, berikut ini ketentuan yang berlaku.
  • Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang.
Contoh:
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Drs. Paijo.
  • Huruf pertama menggunakan huruf kapital sebagai unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatanyang dipakai sebagai sapaan.
Contoh:
Selamat pagi, Paijo.
Baik Komandan, saya laksanakan.
  • Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan menggunakan huruf kapital.
Contoh:
M.Si. Magister Sains.
S.Pd. Sarjana Pendidikan.
  • Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kaka, adik, dan paman yang dipakai  untuk sapaan menggunakan huruf kapital.
Contoh:

"Paman Dolit, Kamu sudah mandi?" tanya Tini.
  • Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam penyapaan tidak menggunakan huruf kapital.
Contoh:
Liburan ini semua saudara saya tidak pergi kemana-mana.

3. Penulisan Nama Kota/ Geografis/ Tempat 

Penulisan nama kota/geografis/tempat memiliki empat ketentuan, berikut ini ketentuan tersebut.

(1) Huruf pertama nama geografi menggunakan huruf kapital.
Contoh:
Kabupaten Semarang
Benua Asia
Laut Jawa

(2) Huruf pertama nama khas dalam geografi menggunakan huruf kapital.
Contoh:
Gunung Agung (benar), gunung Agung (salah)
Pantai Parangtritis (benar), pantai Parangtritis (salah)

(3) Huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri tidak menggunakan huruf kapital.
Contoh:
Saya suka piknik ke daerah pantai.
Saya suka naik gunung.

(4) Huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis tidak menggunakan huruf kapital.
Contoh:
Saya suka jeruk bali.
Saya suka makan pisang ambon.


4. Penulisan preposisi/kata depan

Kata depan adalah kata yang berada di depan kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh kata depan: di, ke, dari, untuk.

Saya mau pergi ke Jakarta.


Monday 22 March 2021

Isi dan Kebahasaan Drama

 

Isi dan Kebahasaan Drama

3.19 Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton

 

4.19 Mendemonstrasikan sebuah naskah drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaan

 

Melalui posting kali ini, para pembaca yang budiman mampu:

Para pelajar  yang baik hatinya, selamat bertemu  kembali . Kali ini kita akan membahas materi teks drama.

A.   Konsep Drama dan Teater

 

Kata “drama‟ masuk ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia berasal dan dibawa oleh kebudayaan Barat (Oemaryati, 1971: 14-15). Di tanah asal kelahiran drama, yaitu Yunani, drama timbul dari suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Kata “drama‟ berasal dari kata dran (bahasa Yunani) yang menyiratkan makna to do atau to act (Baranger, 1994: 4).

Sementara itu, drama terus mengalami perkembangan. Pada awalnya hanya dilakukan di lapangan terbuka. Para penonton duduk melingkar atau setengah lingkaran, dan upacara dilakukan di tengah lingkaran tersebut. Makin lama jumlah lingkaran makin luas, upacara-upacara juga semakin lebih besar, ini berarti membutuhkan tempat yang lebih luas. Tempat yang luas yang dijadikan semacam auditorium inilah yang di Yunani saat itu disebut theatron. Theatron yang diartikan sebagai a place for seeing atau, tempat tontonan itu (Baranger, 1994; Yudiaryani, 2002: 1) berbentuk bangku-bangku yang berputar setengah lingkaran dan mendaki ke arah lereng bukit yang berfungsi sebagai tempat duduk penonton ketika drama Yunani klasik berlangsung. Dengan demikian kata teater muncul sesudah kata drama. Jika melihat asal-usul katanya, kata drama dan teater jelas berbeda artinya, tetapi saling mengait. Yang satu perbuatan yang dapat ditonton, yang lainnya tempat untuk menonton perbuatan yang dapat ditonton itu.

Dalam perkembangan selanjutnya, pergeseran-pergeseran mulai terjadi. Berangkat dari sebuah upacara keagamaan menjadi seni berbicara yang enak ditonton. Intonasi untuk memperoleh efektivitas komunikasi mulai dipertimbangkan, sehingga melahirkan dua kecenderungan besar. Di satu pihak menekankan seni berbicara yang sarat dengan musik, dan nyanyian sebagai elemen utamanya, di pihak lain muncul pula bentuk seni berbicara yang hanya mengandalkan dialog sebagai elemen utamanya. Yang pertama hingga sekarang kita sebut sebagai opera. Sementara yang kedua kelak kita kenal sebagai drama. Dua kecenderungan besar itu terus berkembang. Kata drama terus bertahan artinya, tetapi kata teater melebar artinya. Kata teater masih tetap diartikan sebagai susunan tempat pementasan berlangsung, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung. Dengan memakai kata teater, kita mampu mengetahui seluruh warisan budaya drama sebagai jenis sastra termasuk di dalamnya bentuk pementasan pantomim, pertunjukan rakyat, wayang kulit, wayang golek, monolog, dan kabaret (Judiaryani, 2002: 2). Bahkan dalam masa sekarang kata teater pemakaiannya lebih luas lagi. Dapat dipergunakan untuk menyebut pertunjukan atau tempat-tempat yang terkait dengan film, radio, dan televisi.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa istilah „drama‟ lebih sempit penggunaannya daripada istilah „teater‟. Dalam pengertiannya yang paling umum drama adalah setiap karya yang dibuat untuk dipentaskan di atas panggung oleh para aktor yang menggambarkan kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan dengan gerak dan laku. Sementara teater adalah sebuah istilah lain untuk “drama” dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan gedung pertunjukan. Atau seperti yang dikatakan Elam (1984: 2) dalam The Semiotics of Theatre and Drama, kata „drama‟ diartikannya sebagai that mode of fiction designed for stage representation and constructed according to paticular dramatic convention, sementara kata “theatre‟ diartikannya sebagai, with the production and communication of meaning in the performance itself and with the systems under lying it. Maka, dalam modul ini kata drama akan dipergunakan untuk menyebut pementasan yang menggunakan naskah, sementara kata teater dipergunakan lebih luas, termasuk untuk pementasan drama tanpa naskah seperti pada teater tradisional, maupun pementasan yang menggunakan naskah seperti dalam drama Indonesia modern.

Kata drama sering bersinonim dengan sandiwara (Harymawan, 1988: 2- 3). Menurutnya, kata sandiwara dipakai oleh P.K.G. Mangkunegara VII untuk menterjemahkan kata toneel (bahasa Belanda), “sandi‟ artinya rahasia, dan “wara‟ dari “warah‟ pengajaran. Oleh karena itu, kata “sandiwara‟ pada awalnya diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan rahasia. Kata “rahasia‟ diperjelas maksudnya oleh almarhum Ki Hadjar Dewantara sebagai “lambang‟. Dengan demikian kata sandiwara dimaksudkan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan lambang. Dengan kata lain apabila kita menonton drama/teater tradisional atau sandiwara diharapkan akan memperoleh pengajaran secara tidak langsung. Ajaran yang diperoleh masih berwujud lambang yang harus diartikan oleh para penonton.

Akan tetapi, dalam perkembangannya kata sandiwara memperoleh arti negatif sebagai kejadian-kejadian yang hanya dipertunjukkan untuk mengelabui mata alias tidak sungguh-sungguh (KBBI, 1988: 779). Apabila ada seorang teman mengatakan, “Jangan main sandiwara, kamu!”, ini jelas teman kita marah karena kita menutup-nutupi sesuatu yang seharusnya transparan. Di samping itu, istilah sandiwara hanya terbatas pada para pemakai bahasa Jawa, misalnya untuk menyebut sandiwara radio, atau drama-drama tradisional seperti ketoprak dalam bahasa Jawa yang diudarakan secara periodik oleh stasiun radio khususnya di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam bahasa Indonesia istilah sandiwara kurang begitu populer dibanding dengan istilah drama.

 

1.      Hakikat dan Karakteristik Drama

 

Pada materi sebelumnya kalian telah mempelajari pengertian drama yang dirunut dari asal-usul katanya. Pertanyaannya, apa sebenarnya drama itu. Atau lebih konkret, seperti apakah drama itu? Untuk itu, sebelum kita menyimpulkan apakah hakikat drama itu, silakan kalian baca penggalan teks drama di bawah ini.

 

INSPEKSI

Fransiskus Assisi Woddy Satyadarma

 

Para Pelaku:

1.        Ihnas

2.        Yunus

3.        Hajir

4.        Tumeles

5.        Karman

 

(Panggung merupakan sebuah ruangan yang luas, dengan beberapa kursi dan meja: sehingga mirip dengan sebuah ruangan tamu dengan beberapa pasang zitje. Sebuah rak buku tampak di sana. Tentu saja penuh dengan buku-buku. Pada dasarnya ruangan itu memang kamar tamu sebuah asrama, tapi pada jam- jam tertentu juga menjadi ruangan rekreasi, penghuni asrama itu. Waktu itu sore hari sekitar pukul 16.27 WIB. Yunus masuk ke panggung berbaju biru muda, mandi keringat, dengan tangan memegang sebotol minuman, terengah- engah, dan duduk di kursi, membelakangi penonton. Seorang kawannya lagi, Karman, masuk mau mengambil buku tetapi melihat Yunus, berhenti sejenak, memandangi Yunus, lalu mengambil buku kemudian exit. Selesai minum, Yunus lalu meletakkan botol, merentangkan tangannya, lalu membuka bajunya yang basah kuyup, sehingga ia tinggal bersinglet, lalu memandangi baju yang basah kuyup itu, dan menaruhnya di sandaran kursi. Persis selesai Yunus membenahi bajunya, Ihnas masuk.)

 

Ihnas : Lha, lagi lagi....

 

Yunus : (Memotong sebelum kalimat Ihnas selesai) Lagi-lagi liku-liku. Ihnas : Kalau Mas Hajir melihat kau begitu ceroboh, tahu rasa kau.

 

Yunus : Hah, rasa apa saja yang perlu kuketahui? Ihnas : Rasa garam, tahu?

 

Yunus : Garam?

Ihnas : Ya, garam produksi sendiri itu.

 

Yunus : Ah, yang benar aja kamu, masak garam suruh rasa. Gimana sih kau, Nas?

 

Ihnas : Ya, garam keringatmu itu, Goblok!

 

Yunus : Kau ini ngomong apa. Masak Mas Hajir suruh aku mencicipi keringatku sendiri.

 

Ihnas : Habis           kalau  nggak,                                 siapa  suruh  nyicip?         Aku?

 

Yunus : Maksudmu gimana, sih, Nas?

 

Ihnas : Ini kan kamar tamu. Kalau kau naruh baju di sini kan gila.

Kalau si Mincuk kemari gimana?

 

Yunus : Ooooo ini to soalnya. Lantas mesti ....

Ihnas : (Memotong) Taruh di kamar sendiri sana.Terus mandi. Jangan begitu, dong kau.

 

Yunus : Perkara naruh di kamar kan urusan gua sendiri. Demikian pula soal mandi. (Kembali duduk dan minum minuman dari botol)

 

Ihnas : Kau mulai keras kepala, ya?

 

Yunus : Apa kepalamu nggak keras? Coba aku pegang sini.

Ihnas : Nus!

 

Yunus : Apa?

 

Ihnas : Ini peringatanku demi kebaikanmu. Ambil baju itu dan bawa ke kamarmu.

 

Yunus : Sejak kapan kau diberi mandat memberi peringatan pada aku?

 

Ihnas : Aku senior di....

 

Yunus : Perkara senior kan tidak ada sangkut pautnya dengan baju. Ihnas : Kau taat tidak?

 

Yunus : Lagaknya.

 

Ihnas : Taat atau tidak? Jawab!

 

Yunus : (Diam minum)

 

Ihnas : Jawab!

 

Yunus : (Masih minum)

 

Ihnas : (Keras sekali) Jawab!

 

Yunus : (Mulutnya masih penuh minuman dan menjawab) Yaaaa! (Minuman tumpah ke lantai dari mulut)

 

Ihnas : Aduuuuuh ... ini apa ? (Menunjuk tumpahan minuman)

............................................................................................................................

(Rumadi, A (ed.).1988. Kumpulan Drama Remaja, hlm. 91-92)

 

Apa yang membedakannya teks drama tersebut di atas dengan teks cerita rekaan seperti cerpen dan novel? Masih ingatkah kalian bahwa menurut Aristoteles secara garis besar karya sastra dibedakan ke dalam tiga pokok genre (dari bahasa Prancis, ucapkan zyanre), yaitu: lirik, epik, dan dramatik; atau lebih mudahnya yang berbentuk puisi, prosa rekaan, dan drama? Kalian tentu saja masih ingat bahwa dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, atau Burung- Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya, atau Larung karya Ayu Utami, pengarangnya menceritakan kisahannya dengan melibatkan tokoh- tokoh Tono, Tini, Yah dalam Belenggu, atau tokoh Teto dan Larasati dalam Burung-Burung Manyar lewat kombinasi antara dialog dan narasi. Sementara itu, dalam teks drama di atas, paparan kisahannya apakah seperti itu?

Apa yang lebih mendominasi dalam teks drama, dialog atau narasi? Dialog. Tepat jawaban kalian . Dialog (sering disebut sebagai teks utama) antara Yunus dan Ihnas mendominasi penggalan drama berjudul Inspeksi karya F.A. Woddy Satyadarma (nama samaran Bakdi Soemanto). Pembaca ikut dibuat jengkel atas jawaban-jawaban Yunus yang terasa seenak perutnya sendiri, yang menyiratkan konflik tajam antarmereka berdua. Sementara narasi yang cukup dominan dalam novel, dalam teks drama narasi hanya terbatas berupa petunjuk pementasan yang disebut sebagai teks sampingan. Lewat petunjuk pementasan yang kebanyakan dicetak miring itulah pengarang naskah drama memberi arahan penafsiran agar tidak terlalu melenceng dari apa yang sebenarnya dikehendakinya.

Di samping itu, dibandingkan dengan novel, jumlah tokoh-tokohnya jauh lebih sedikit daripada novel. Bisa Anda bayangkan jika dalam panggung muncul puluhan tokoh yang sekaligus tampil berkelebatan di sana. Anda bisa pusing. Dari sudut latar juga lebih terbatas dibanding dengan novel. Dalam drama latar harus dapat divisualkan. Apalagi untuk pergantian latar, pementasan membutuhkan waktu dan peralatan yang tidak sedikit. Itu artinya juga membutuhkan biaya dan tenaga. Sementara dalam novel, pengarang dapat sebebas-bebasnya melukiskan latar kejadian sedetail dan seluas mungkin.

Agar drama yang dipentaskan dapat ditonton dengan runtut dan enak diikuti, mirip dengan novel, drama pun dibagi-bagi dalam babak dan adegan- adegan. Babak merupakan bagian yang paling besar dalam naskah drama, dan biasanya dibagi-bagi dalam banyak adegan. Sementara itu, adegan adalah suatu unit lakuan drama yang mengaitkan hukum kausalitas. Tentu, bentuk visual drama tidak harus bernomor, seperti contoh lakon tersebut di atas. Ditulis bernomor, salah satu alasannya adalah untuk memudahkan pada saat berlatih. Bentuk visual teks drama kebanyakan, seperti contoh penggalan drama berjudul “Sampek & Engtay” karya N. Riantiarno (2004, 97-99), berikut ini.

 

............................................................................................................................

GURU : (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN BARU BERHENTI KETIKA MURID- MURID SUDAH BERKUMPUL SEMUA.

DIA MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU)

Siapa di antara kalian yang kencing sambil berdiri?

(SEMUA MURID MENGACUNGKAN TANGAN. KECUALI ENGTAY)

 

GURU : Sejak kapan kalian kencing sambil berdiri?

 

MURID-MURID : Sejak kami kecil, Guru.

 

GURU : Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan tentang kencing?

 

MURID-MURID : Seingat saya, sekolah kita tidak pernah membuat peraturan tentang kencing, Guru. Yang ada hanya peraturan yang bunyinya: Jaga Kebersihan.

 

GURU : (MEMBENTAK) Jaga kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk segala perkara. Paham?

 

MURID-MURID : (KETAKUTAN) Paham, Guru.

 

GURU : Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu akibat kalian kencing sambil berdiri.

 

ENGTAY : (MENGACUNGKAN TANGAN)

 

GURU : Kenapa Engtay? Mau omong apa? Kamu satu-satunya yang tadi tidak tergolong kepada para kencing-berdiriwan ini. Apa kamu kencing sambil berjongkok? Atau sambil tiduran?

 

ENGTAY : (MENAHAN SENYUM) Maaf, Guru. Saya kencing sambil jongkok sejak saya kecil.

 

ENGTAY : Sudah kebiasaan. Kencing sambil berdiri, bukan saja menyalahi peraturan sekolah kita, tapi juga melanggar ujar kitab-kitab yang bunyinya: “Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar, Supaya Kotoran Tidak Akan Berceceran”.

............................................................................................................................

 

Selain cara penuturan dan bentuk visualnya, ciri khas apa yang terdapat dalam drama? Dari sepenggal kutipan drama “Sampek Engtay” tersebut di atas, tatkala kita membacanya tergambar di depan kita ulah seorang Guru yang cukup galak sedang menanyakan kepada murid-muridnya tentang bagaimana mereka kencing sehingga WC dan kamar mandi sangat kotor. Ada gerak seperti mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan demikian, penulis lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika hanya dibaca. Dibutuhkan gerak. Itulah yang disebut action. Pementasan di panggung. Penulis lakon membayangkan action para aktornya dalam bentuk dialog. Dan dialoglah bagian paling penting dalam drama. Lewat dialoglah kita bisa melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, yang kesemuanya itu terhidang di panggung lewat action alias gerak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila seorang pakar drama kenamaan Moulton menyebut drama sebagai life presented in action, alias drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Dengan demikian, secara lebih ringkas drama adalah salah satu bagian dari genre sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, yang dirancang untuk pementasan di panggung (Sudjiman, 1990).

 

2.        Jenis-Jenis Drama

 

Pembagian jenis drama adalah sebagai berikut:

a)        Berdasarkan penyajiannya:

1.        Tragedi yaitu sebuah drama yang penuh dengan kesedihan

2.        Komedi yaitu sebuah drama yang menghibur dan penuh dengan kelucuan

3.        Tragekomedi yaitu sebuah drama yang didalamnya terdapat perpaduan antara komedi dan tragedy

4.        Opera yaitu sebuah drama yang percakapan atau dialognya dinyanyikan dengan iringan music

5.        Melodrama yaitu sebuah drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi musik atau melodi

6.        Farce yaitu sebuah drama yang nyaris serupa dengan dagelan, namun tidak sepenuhnya dagelan

7.        Tablo yaitu sebuah drama yang lebih mengutamakan gerak dimana para pelakon drama tidak mengucapkan dialignya tetapi cukup dengan melakukan gerakan-gerakan.

8.        Sendratari yaitu jenis drama yang menggabungkan antara seni tari dan seni drama

b)       Berdasarkan sarana pementasannya

1.        Drama panggung yakni jenis drama yang dimainkan diatas panggung

2.        Drama radio yakni sebuah drama yang tidak bisa diraba dan dilihat, namun bisa didengarkan oleh para penikmat drama

3.        Drama televisi yakni jenis drama yang nyaris sama dengan drama panggung, namun perbedaannya hanya tidak bisa diraba.

4.        Drama film yakni jenis drama yang menggunakan layar lebar yang biasanya dipertunjukkan di bioskop-bioskop

5.        Drama wayang yakni jenis drama yang diiringi dengan pagelaran wayang

6.        Drama boneka yakni sebuah jenis drama dimana para tokohnya diilustrasikan dengan boneka dan dimainkan oleh beberapa orang.

c)        Berdasarkan ada dan tidaknya naskah drama

1.        Drama modern yaitu sebuah jenis drama yang menggunakan naskah dan drama ini bertolak dari hasil sastra yang tersusun untuk dipentaskan

2.        Drama tradisional atau klasik yaitu jenis drama yang tidak menggunakan naskah drama dan drama ini bersumber dari tradisi suatu masyarakat yang sifatnya improvisatoris dan spontan.

 

 

Anak-anak yang baik hati, kalian memang luar biasa telah membaca uraian materi dengan cermat dan penuh antusias. Berdasarkan uraian materi tersebut kalian diharapkan semakin memahami hakikat drama dan teater, mengenal berbagai jenis drama dari berbagai aspek penggolongannya dan semakin memahami karakteristik drama. Untuk selanjutnya kalian dapat menganalisis isi dan kebahasaan teks drama atau drama yang dipentaskan.

 

 

B.     Rangkuman Materi

1.               Drama dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung oleh para aktor di pentas, sedangkan teater adalah istilah lain untuk drama dalam pengertian yang lebih luas, termasuk pentas, penonton, dan tempat lakon itu dipentaskan. Di samping itu salah satu unsur penting dalam drama adalah gerak dan dialog. Lewat dialoglah, konflik, emosi, pemikiran dan karakter hidup dan kehidupan manusia terhidang di panggung. Dengan demikian hakikat drama sebenarnya adalah gambaran konflik kehidupan manusia di panggung lewat gerak.

2.               Jenis drama berdasarkan penyajiannya terdiri atas tragedi, komedi, tragi- komedi, melodrama, farce, tablo, dan sendratari. Jenis drama berdasarkan sarana pementasannya terdiri atas drama panggung, drama radio, drama televisi, drama film, drama wayang, dan drama boneka. Selain itu jenis drama berdasarkan ada tidaknya naskah drama dikelompokkan menjadi dua yakni drama modern dan drama tradisional.

 

 

C.    Latihan Soal

Bacalah penggalan teks drama di bawah ini.

 

ROMEO DAN JULIET

 

(Karya William Shakespeare, diterjemahkan oleh Trisno Sumarjo)

………………………………………………………………………………… ROMEO

Dia mengucapkan kata.

Terus dan teruslah berkata, bidadari!

Sebab malam ini engkau ratu yang terus berseri di ubun-ubunku laksana duta kahyangan bersayap mendatangi makhluk yang tak punya daya, hingga matanya memutih disebabkan takjub tak tertanggungkan.

Ia jatuh telentang untuk melihat tatkala dia naik ke pundakan awan yang berarak lalu melayang-layang di awan-awan tertinggi

 

JULIET

O, Romeo, Romeo! Mengapa kau Romeo? Jangan akui keturunanmu dan namamu! Dan aku bukan lagi orang Capulet.

Dengan begitu, kau bisa menjadi kekasihku.

 

ROMEO       

Akankah aku terus mendengar, atau menyela bicara?

 

JULIET

Hanya namamu yang menjadi musuhku.

Tapi engkau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montaque.

Apa itu “Montaque?” Ia bukan tangan, bukan kaki, bukan lengan, bukan muka, atau apapun dari tubuh seseorang.

Jadilah nama yang lain!

Apalah arti sebuah nama? Harum mawar tetaplah harum mawar, andaikan mawar bersalin dengan nama lain.

Ia tetap bernilai sendiri, sempurna, dan harum mawar tanpa harus bernama mawar. Romeo, tanggalkan namamu. Untuk mengganti nama yang bukan bagian dari dirimu itu, ambillah diriku seluruhnya.

 

ROMEO

Janji itu mengikat dirimu!

Jadikan aku kekasihmu, dan kuubah namaku, tak lagi Romeo.

 

JULIET

Orang macam apa ini yang diselubungi malam mendengarkan rahasiaku?

…………………………………………………………………………………

 

Anak-anak hebat, tentunya kalian sudah mencermati dan memahami seluruh materi pada kegiatan pertama di atas. Tibalah kalian akan mengerjakkan tugas/latihan agar pemahaman dan keterampilan kalian maksimal. Ikuti instruksi tugas berikut dengan saksama!

 

Analisilah isi teks drama di atas, lalu jawablah pertanyaan berikut!

 

1.               Jelaskan Isi drama di atas!

2.               Berdasarkan penyajiannya, termasuk ke dalam jenis apakah drama di atas, jelaskan!

3.               Apakah amanat yang terkandung dalam drama di atas!

 

Pembahasan dan Pedoman Penskoran Latihan Soal Pembelajaran 1

 

N0

Soal

Jawaban Soal

Aspek yang Dinilai

Skor

 

1

Isi drama Romeo dan Juliet: Menceritakan               tentang         kisah sepasang kekasih yaitu romeo dan Juliet.            Mereka                    sangat  saling mencintai dan               memperjuangkan cintanya sampai mati.

Peserta didik menjawab soal dengan tepat

3

Peserta didik menjawab soal kurang tepat

2

Peserta didik menjawab soal

tidak tepat

1

 

 

N0

Soal

Jawaban Soal

Aspek yang Dinilai

Skor

 

2

Drama Romeo dan Juliet temasuk ke dalam jenis; Tragedi. Karena drama tersebut ceritanya berakhir dengan kesedihan.

Peserta didik menjawab soal dengan tepat

3

Peserta didik menjawab soal kurang tepat

2

Peserta didik menjawab soal tidak tepat

1

 

N0

Soal

Jawaban Soal

Aspek yang Dinilai

Skor

 

3

Amanat drama Romeo dan Juliet, adalah:

Sebagai sepasang kekasih, hendaklah kita dapat saling mencintai dengan tulus dan memegang janji untuk setia pada kekasihnya.

Peserta didik menjawab soal dengan tepat

3

Peserta didik menjawab soal kurang tepat

2

Peserta didik menjawab soal tidak tepat

1