Mengidentifikasi Struktur Teks cerita sejarah Mangir karya Pramoedya Ananta Toer
Berikut adalah penjelasan tentang masing-masing bagian dalam struktur teks cerita sejarah:
1. Pengenalan Situasi Cerita:
Bagian ini memperkenalkan latar belakang cerita, tokoh-tokoh utama, dan suasana pada masa tersebut. Di sini, pembaca diperkenalkan dengan informasi dasar yang diperlukan untuk memahami konteks cerita.
2. Pengungkapan Peristiwa:
Bagian ini menguraikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kronologis tertentu. Peristiwa-peristiwa ini bisa melibatkan perkembangan sosial, politik, budaya, atau faktor-faktor lain yang relevan dengan cerita sejarah.
3. Menuju Konflik:
Pada titik ini, tegangan mulai terbangun dan konflik muncul. Konflik bisa bersifat antara individu, kelompok, atau bahkan konflik internal tokoh utama. Situasi semakin memanas dan arah cerita menjadi lebih jelas.
4. Puncak Konflik:
Ini adalah titik tertinggi dari konflik dalam cerita. Konflik mencapai intensitasnya yang maksimal, dan tokoh-tokoh dihadapkan pada situasi yang kritis. Keputusan besar diambil dan memiliki dampak besar pada perkembangan cerita.
5. Penyelesaian:
Setelah mencapai puncak konflik, cerita mulai mereda menuju resolusi. Konflik utama diselesaikan, dan akibat-akibat dari keputusan yang diambil pada puncak konflik mulai tampak. Pembaca mendapatkan pemahaman tentang bagaimana segala sesuatu berakhir.
6. Koda:
Bagian ini memberikan penutup untuk cerita. Bisa berupa pandangan terakhir tentang nasib tokoh-tokoh utama, dampak jangka panjang dari peristiwa cerita, atau pesan moral yang bisa diambil dari cerita tersebut.
Dalam konteks cerita sejarah, struktur ini membantu mengatur narasi untuk memastikan bahwa pembaca atau pendengar memahami dengan baik bagaimana peristiwa-peristiwa sejarah saling terkait dan bagaimana dampaknya berkembang dari waktu ke waktu.
Untuk lebih meningkatkan pemahamanmu terhadap struktur novel sejarah, analisislah dengan memanfaatkan kutipan novel Mangir karya Pramoedya Ananta Toer berikut ini.
Mangir
Karya Pramoedya Ananta Toer
Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, mengunjungi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi.
1. Abad Keenam Belas Masehi
Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak- ombak besar bergulung-gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara-semua-dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak-ombak makin menggila.
Sebuah kapal peronda pantai meluncur dengan kecepatan tinggi dalam cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing, timbul-tenggelam di antara ombak-ombak purnama yang menggila. Layar kemudi di haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung-gunung air itu-serong ke barat laut. Barisan dayung pada dinding kapal berkayuh berirama seperti kaki-kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.
Sang Patih berhenti di tengah-tengah pendopo, dekat pada Damarsewu, menegur. "Dingin-dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda." Dan Patragading berjalan mendekat dengan lututnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. "Ampuni patik, membangunkan Paduka pada malam buta begini Kabar duka, Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga-duga, menyalahi aturan perang."
"Allah Dewa Batara!" sahut Sang Patih. "Itu bukan aturan raja-raja! Itu aturan brandal!"
"Balatentara Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka."
"Bagaimana Bupati Jepara?"
"Tewas enggan menyerah Paduka," Patragading mengangkat sembah. "Sisa balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga ribu orang."
"Begitulah kata warta," Pada meneruskan dengan hati-hati matanya tertuju pada Boris. "Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda, kuil, candi, akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buang ke laut! Tinggal hanya pengumumannya."
"Disambar petirlah dia!" Boris meraung, seakan batu-batu itu bagian dari dirinya sendiri. "Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di kahyangan, Dikutuk dia oleh Batara Kala!" Tiba-tiba suaranya turun mengiba-iba: "Apa lagi artinya pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!" Meraung.
la lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya tangga dan dengannya melangkahi pagar papan kayu. Dari balik pagar orang berseru-seru, "Lari dari asrama! Lari!"
Mula-mula pertikaian berkisar pada kelakuan Trenggono yang begitu sampai hati membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya yang polos terhadap peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyatakan sikap menentang usaha Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan ke Jawa? Sikap itu semakin ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang sudah tak dapat menahan hati lagi telah bermusyawarah dan membentuk utusan untuk menghadap Sultan. Mereka ditolak dengan alasan: apa yang terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut dengan Demak dan musafir.
Jawaban itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, mereka menganggap, sudah tak ada perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak karena keagungannya memang sudah tak ada lagi. Apa gunanya armada besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun disiapkan kalau bukan untuk mengusir Portugis dan dengan demikian terjamin dan melindungi Demak sebagai negeri Islam pertama-tama di Jawa? Masuknya Peranggi ke Jawa berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak punya sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan Islam.
Orang menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak dan ibu takkan ada perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul: Adakah Sultan akan mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana ia telah melakukannya terhadap abang-kandungnya.
Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin terhadap keselamatan wanita tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil sesuatu tindakan terhadap ibunya. Ia makin keranjingan membangun pasukan daratnya. Hampir setiap hari orang dapat melihat ia berada di tengah-tengah pasukan kuda kebanggaannya, baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan berpacu samba memainkan pedang menghajar boneka yang digantungkan pada sepotong kayu. Ia sendiri ikut dalam latihan-latihan ini.
Dan dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara terbuka, "Tak ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula kami semua!" Dan para perwira pasukan kuda pada berdatangan dan merubungnya, semua di atas kuda masing-masing.
"Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa. Bila debunya jatuh kembali ke bumi, ingat-ingat para kawula, akan kalian lihat, takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapak- tapaknya di Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu kuda kalian." Seluruh Tuban kembali dalam ketenangan dan kedamaian-kota dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah. Nama barunya: Wirabumi. Panggilannya yang lengkap: Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala. Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih kembali. Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal-kapal Tuban mendapat perkenan untuk berlabuh dan berdagang di Malaka ataupun Pasai.
Mari kita analisis cerita "Mangir" dengan menggunakan struktur teks cerita sejarah yang terdiri atas pengenalan situasi cerita, pengungkapan peristiwa, menuju konflik, puncak konflik, penyelesaian, dan koda:
1. Pengenalan Situasi Cerita:
Cerita dimulai dengan deskripsi suasana malam di bawah bulan purnama di Pulau Jawa. Pembaca diperkenalkan pada latar belakang waktu dan suasana yang tenang, terang, dan damai. Ini menciptakan latar belakang dan suasana awal cerita.
2. Pengungkapan Peristiwa:
Cerita mengungkapkan situasi laut Jawa yang gelisah di bawah bulan purnama. Kapal peronda pantai meluncur dengan cepat melalui ombak-ombak yang membesar. Ada percakapan antara Sang Patih dan Patragading yang mengungkapkan peristiwa penting seperti serangan Balatentara Demak ke Jepara. Ini adalah awal dari peristiwa-peristiwa yang akan mempengaruhi cerita.
3. Menuju Konflik:
Konflik mulai berkembang ketika serangan Balatentara Demak ke Jepara diungkapkan. Ada pertanda kekacauan dan ancaman perang. Jepara diserang dan dihadapkan pada situasi yang tak terduga. Konflik muncul karena ketidakpastian dan perbedaan pandangan antara kelompok yang terlibat.
4. Puncak Konflik:
Puncak konflik dalam potongan cerita ini adalah ketika Sang Patih mengetahui bahwa Balatentara Demak telah memasuki Jepara dan menyalahi aturan perang. Sang Patih merasa marah dan mengutuk tindakan brutal ini sebagai "aturan brandal." Ini menciptakan ketegangan yang signifikan dan menunjukkan eskalasi konflik yang mungkin akan berdampak besar pada jalan cerita.
5. Penyelesaian:
Penyelesaian dalam potongan cerita ini belum dijelaskan. Namun, bisa diasumsikan bahwa konflik antara Balatentara Demak dan Jepara akan mengarah pada tindakan dan keputusan yang akan menentukan bagaimana konflik ini akan diselesaikan. Penyelesaian ini mungkin akan melibatkan pertempuran atau perundingan di kemudian hari.
6. Koda:
Potongan cerita ini tidak mencapai koda, sehingga tidak ada informasi tambahan atau penutupan yang diberikan untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang nasib tokoh-tokoh utama atau dampak jangka panjang dari peristiwa yang telah terjadi.
Dalam analisis ini, kita melihat bagaimana potongan cerita "Mangir" mengikuti struktur teks cerita sejarah yang terdiri atas pengenalan situasi cerita, pengungkapan peristiwa, menuju konflik, puncak konflik, dan membentuk dasar bagi penyelesaian dan koda yang mungkin ada dalam cerita keseluruhannya.
No comments:
Post a Comment