PENILAIAN SUMATIF AKHIR SEMESTER
Mata Pelajaran :
Bahasa Indonesia
Kelas / Semester :
X/ Gasal
Hari, tanggal :
Selasa, 26 November 2025
Waktu : 120 menit
![]()
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat!
Soal nomor 1
Bacalah teks
berikut ini dengan cermat!
Robohnya Surau Kami
(Karya A.A. Navis)
Kalau beberapa
tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan
berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah
Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima,
membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui
sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui
empat buah pancuran mandi.
Dan di
pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di
sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah
bertahun- tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya
Kakek.
Sebagai
penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang
dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari
hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang
mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia
lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan
pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah
minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan
pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang
minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling
sering diterimanya ialah ucapan terima kasih
dan sedikit senyum.
Tapi kakek ini sudah tidak
ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa
penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan
segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka
mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan
datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian
yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya.
Secepat anak-anak berlari di
dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah
sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di
jaga lagi.
Dan biang keladi dari
kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya.
Beginilah kisahnya.
Sekali hari
aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku
suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia
duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke
depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu
yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau
cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek
begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu.
Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek,
"Pisau siapa, Kek?"
"Ajo Sidi."
"Ajo Sidi?"
Kakek
tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu.
Analisislah sudut pandang yang
digunakan pengarang dalam kutipan cerpen tersebut dan tentukan pengaruhnya
terhadap penyampaian cerita secara keseluruhan!
A.
Sudut pandang
orang pertama tokoh utama membentuk kedekatan emosional pembaca karena narator
mengalami langsung peristiwa, memengaruhi pemahaman pembaca.
B.
Sudut pandang
orang ketiga serbatahu memungkinkan pengarang menyampaikan seluruh isi hati
tokoh, memberi kebebasan menjelaskan peristiwa tanpa keterbatasan.
C.
Sudut pandang
orang pertama sebagai saksi menghadirkan narator yang mengamati kejadian,
memberi informasi terbatas namun kuat dalam membentuk kesan realis.
D.
Sudut pandang
campuran membuat narator berpindah antara sudut pandang tokoh, memungkinkan
fleksibilitas tetapi berpotensi membingungkan alur penyampaian cerita.
E.
Sudut pandang
orang kedua memaksa pembaca seakan menjadi tokoh, menciptakan kedekatan
langsung meski jarang digunakan dalam cerpen konvensional.
Soal nomor 2
Analisislah perkembangan alur pada cuplikan cerita
tersebut dan tentukan bagian alur mana yang paling berperan membentuk konflik
utamanya!
A.
Bagian ketika
narator menggambarkan kondisi surau yang mulai rusak dan tak terurus,
menunjukkan latar awal yang perlahan memunculkan perubahan situasi menuju
konflik utama.
B.
Bagian ketika
pengarang memperkenalkan pekerjaan Kakek sebagai pengasah pisau yang dihormati,
memberikan gambaran rutinitas kehidupan sebelum konflik muncul berkembang
semakin tajam.
C.
Bagian ketika
tokoh Kakek tampak muram dan tak menyahut salam, menandai titik awal
meningkatnya ketegangan yang mengarah pada inti persoalan cerita.
D.
Bagian ketika
anak-anak bermain di dalam surau rusak dan perempuan mengambil papan,
memperlihatkan latar sosial yang memberi nuansa pendukung konflik cerita.
E.
Bagian ketika
narator mengenang Ajo Sidi sebagai pembual kampung, menampilkan tokoh tambahan
yang membantu memperkaya struktur narasi tanpa memicu konflik utama.
Soal nomor 3
Bacalah teks berikut ini
dengan cermat!
MALING
Karya Lidya Kartika Dewi
Sejak rumahnya yang sederhana berubah menjadi bangunan
megah bertingkat dua, sikap keluarga Pak Cokro pun ikut berubah. Rumah yang
berdiri tepat di depan sebuah gang sempit itu tampak seperti istana di antara
rumah para tetangga yang serba sederhana. Padahal, sebelum kaya mendadak,
keluarga Pak Cokro dan Bu Marni hidup rukun bagaikan saudara. Jika memiliki
makanan lebih, Pak Cokro selalu meminta istrinya membagikan kepada Bu Marni
yang menjadi janda dengan empat anak kecil. Sebaliknya, Bu Marni sering
membantu mencuci, menyeterika, dan mengepel rumah Bu Cokro tanpa banyak bicara.
Meski tahu itu sumber rezeki Bu Marni, Bu Cokro selalu memberi upah yang
pantas. Hubungan keduanya akrab, hangat, dan penuh kasih.
Namun kini, keakraban itu lenyap. Rumah megah Pak
Cokro dikelilingi pagar tinggi yang ditutup dengan lembaran fiberglas berwarna
biru. Bahkan melihat terasnya pun Bu Marni tidak bisa. Di rumah yang besar itu,
kini bekerja dua pembantu dari desa. Para tetangga hanya bisa mengangguk
maklum. Orang kaya baru biasanya cepat melupakan kebaikan masa lalu.
Suatu sore, telinga Bu Marni memanas ketika mendengar
Pak Cokro berteriak marah. Motor bebek milik Hendi, anak keduanya, hilang.
Dengan suara lantang, Pak Cokro menuduh tanpa menyebut nama.
“Makanya jangan sembrono. Menaruh motor di luar pagar
itu mengundang maling. Di sekitar rumah kita banyak maling. Kamu tahu pekerjaan
orang yang tinggal di depan rumah kita itu?”
Bu Marni yang sedang menyapu teras merasa jelas bahwa
kata kata itu diarahkan padanya. Ia mengetuk pagar dengan tegas dan bertanya
apakah ia dituduh mencuri. Namun Pak Cokro dengan tenang mengatakan bahwa Bu
Marni hanya salah paham.
Begitu Bu Marni pergi, Pak Cokro berbisik sinis,
“Dasar miskin, sedikit saja tersinggung.”
Tak lama kemudian, berita televisi menguak mega
korupsi di instansi tempat Pak Cokro bekerja. Nama Pak Cokro disebut sebagai
salah satu yang terlibat. Sejak itu, ia sering duduk melamun di depan rumah.
Melihat kesempatan itu, Bu Marni melampiaskan sakit hatinya. Ketika pintu pagar
rumah Pak Cokro terbuka, ia berkata keras kepada putrinya.
“Sekar, belajar yang baik. Agar nanti ketika kamu jadi
pejabat, kamu tidak jadi maling.” Sekar menjawab polos, “Kalau pejabat tidak
maling, Bu. Namanya korupsi.”
“Ah, itu hanya istilah. Hakikatnya tetap maling,”
jawab Bu Marni dengan suara lantang. Pak Cokro mendengar dan segera menutup
pagar rumahnya rapat rapat.
Beberapa hari kemudian, pagi pagi sekali, Bu Cokro
datang. Wajahnya tampak canggung.
“Bu Marni, kalau berkenan, saya ingin Ibu membantu
lagi di rumah kami.”
“Pembantunya ke mana?” tanya Bu Marni heran.
“Sebelum dibawa ke hotel prodeo, Pak Cokro memulangkan
mereka. Ia berharap Ibu bersedia menggantikan.”
Bu Marni terdiam. Ia teringat kata kata menyakitkan
keluarga itu. Namun ia sadar bahwa ia harus menghidupi empat anaknya. Dengan
hati yang lapang, ia berkata pelan, “Baik, Bu. Saya mau.”
Lalu ia bertanya dengan polos, “Hotel prodeo itu apa?”
“Penjara,” jawab Bu Cokro. “Tapi tidak lama. Di sana
pun nyaman. Ada pendingin udara, kulkas, dan televisi.”
Bu Marni hanya mengangguk. Sebuah anggukan yang
menyimpan getir, tetapi juga ketegaran seorang ibu untuk tetap bertahan hidup.
Berdasarkan cerita “Maling”,
bagaimana analisis unsur intrinsik pada bagian ketika keluarga Pak Cokro
memasang pagar tinggi dan menjauh dari tetangga, sehingga perubahan sikap
tersebut memengaruhi konflik, alur, dan penggambaran karakter dalam
perkembangan cerita secara menyeluruh?
A. Unsur intrinsiknya menunjukkan bahwa pagar tinggi dipasang karena
keluarga Pak Cokro ingin menjaga privasi. Perubahan tersebut bukan konflik,
melainkan langkah normal orang kaya untuk melindungi harta. Alur tetap stabil
tanpa memunculkan pertentangan yang berarti antar tokoh cerita.
B. Bagian tersebut menggambarkan latar fisik rumah yang berubah menjadi
megah dan eksklusif, tetapi tidak berpengaruh terhadap konflik. Karakter Pak
Cokro tetap digambarkan baik sehingga pagar tinggi hanya menjadi simbol
kemajuan hidup tanpa menimbulkan masalah dalam alur cerita.
C. Perubahan pagar tinggi menandakan kekaguman masyarakat terhadap
keberhasilan Pak Cokro. Unsur intrinsiknya menunjukkan bahwa alur bergerak
harmonis tanpa pertentangan, dan karakter Bu Marni digambarkan sebagai tokoh
yang berlebihan menanggapi perubahan wajar dalam kehidupan tetangganya.
D. Unsur intrinsik yang tampak adalah perubahan karakter Pak Cokro dari
ramah menjadi sombong, memicu konflik sosial dengan Bu Marni. Alur bergerak
naik ketika ketegangannya muncul, dan latar rumah berpagar tinggi menegaskan
jarak emosional antartokoh dalam cerita.
E. Unsur intrinsik menampilkan konflik yang muncul akibat kesombongan
keluarga Pak Cokro setelah kaya. Pagar tinggi menjadi simbol jarak sosial, alur
menegang, dan karakter Bu Marni berkembang sebagai tokoh yang tersakiti
sehingga memengaruhi dinamika hubungan antartokoh.
Soal nomor 4
Analisislah konflik batin
tokoh Bu Marni dalam cerita, lalu tentukan pernyataan yang paling tepat
menggambarkan pergulatan emosional yang ia alami antara rasa sakit hati
terhadap keluarga Pak Cokro dan kebutuhan ekonominya sebagai ibu tunggal dengan
empat anak.
A. Konflik muncul saat Bu Marni memutuskan untuk menolak seluruh bentuk
pekerjaan dari siapa pun, karena ia ingin menjaga martabatnya tanpa memedulikan
kondisi ekonomi keluarga, meskipun anak-anaknya membutuhkan perhatian serta
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap hari.
B. Konflik terlihat ketika Bu Marni memutuskan untuk meninggalkan kampung
demi mencari pekerjaan bergaji besar di kota lain, meninggalkan anak-anaknya
sementara waktu demi memperbaiki keadaan ekonomi keluarga yang semakin terpuruk
akibat perlakuan tetangganya.
C. Konflik muncul ketika Bu Marni ingin membeli rumah baru setelah menjadi
kaya, tetapi ia kesulitan memutuskan apakah harus pindah dari lingkungan lama
yang telah memberinya banyak kenangan indah bersama keluarga Pak Cokro sebelum
hubungan mereka memburuk.
D. Konflik batin tampak ketika Bu Marni menolak permintaan maaf Bu Cokro
meskipun sangat membutuhkannya, menunjukkan bahwa ia ingin tetap mempertahankan
perasaan sakit hatinya sebagai bentuk perlawanan terhadap kesombongan keluarga
tersebut.
E. Konflik batin Bu Marni tampak ketika ia menahan sakit hati akibat
penghinaan keluarga Pak Cokro, tetapi tetap menerima pekerjaan demi menghidupi
anak-anaknya, menunjukkan ketegaran seorang ibu yang mendahulukan kebutuhan keluarga
dibandingkan harga diri yang sempat dilukai.
Soal nomor 5
Bacalah teks berikut ini
dengan cermat!
MALING
Karya Lidya Kartika Dewi
Sejak rumahnya yang sederhana berubah menjadi bangunan
megah bertingkat dua, sikap keluarga Pak Cokro pun ikut berubah. Rumah yang
berdiri tepat di depan sebuah gang sempit itu tampak seperti istana di antara
rumah para tetangga yang serba sederhana. Padahal, sebelum kaya mendadak,
keluarga Pak Cokro dan Bu Marni hidup rukun bagaikan saudara. Jika memiliki
makanan lebih, Pak Cokro selalu meminta istrinya membagikan kepada Bu Marni
yang menjadi janda dengan empat anak kecil. Sebaliknya, Bu Marni sering
membantu mencuci, menyeterika, dan mengepel rumah Bu Cokro tanpa banyak bicara.
Meski tahu itu sumber rezeki Bu Marni, Bu Cokro selalu memberi upah yang
pantas. Hubungan keduanya akrab, hangat, dan penuh kasih.
Namun kini, keakraban itu lenyap. Rumah megah Pak
Cokro dikelilingi pagar tinggi yang ditutup dengan lembaran fiberglas berwarna
biru. Bahkan melihat terasnya pun Bu Marni tidak bisa. Di rumah yang besar itu,
kini bekerja dua pembantu dari desa. Para tetangga hanya bisa mengangguk
maklum. Orang kaya baru biasanya cepat melupakan kebaikan masa lalu.
Suatu sore, telinga Bu Marni memanas ketika mendengar
Pak Cokro berteriak marah. Motor bebek milik Hendi, anak keduanya, hilang.
Dengan suara lantang, Pak Cokro menuduh tanpa menyebut nama.
“Makanya jangan sembrono. Menaruh motor di luar pagar
itu mengundang maling. Di sekitar rumah kita banyak maling. Kamu tahu pekerjaan
orang yang tinggal di depan rumah kita itu?”
Bu Marni yang sedang menyapu teras merasa jelas bahwa
kata kata itu diarahkan padanya. Ia mengetuk pagar dengan tegas dan bertanya
apakah ia dituduh mencuri. Namun Pak Cokro dengan tenang mengatakan bahwa Bu
Marni hanya salah paham.
Begitu Bu Marni pergi, Pak Cokro berbisik sinis,
“Dasar miskin, sedikit saja tersinggung.”
Tak lama kemudian, berita televisi menguak mega
korupsi di instansi tempat Pak Cokro bekerja. Nama Pak Cokro disebut sebagai
salah satu yang terlibat. Sejak itu, ia sering duduk melamun di depan rumah.
Melihat kesempatan itu, Bu Marni melampiaskan sakit hatinya. Ketika pintu pagar
rumah Pak Cokro terbuka, ia berkata keras kepada putrinya.
“Sekar, belajar yang baik. Agar nanti ketika kamu jadi
pejabat, kamu tidak jadi maling.” Sekar menjawab polos, “Kalau pejabat tidak
maling, Bu. Namanya korupsi.”
“Ah, itu hanya istilah. Hakikatnya tetap maling,”
jawab Bu Marni dengan suara lantang. Pak Cokro mendengar dan segera menutup
pagar rumahnya rapat rapat.
Beberapa hari kemudian, pagi pagi sekali, Bu Cokro
datang. Wajahnya tampak canggung.
“Bu Marni, kalau berkenan, saya ingin Ibu membantu
lagi di rumah kami.”
“Pembantunya ke mana?” tanya Bu Marni heran.
“Sebelum dibawa ke hotel prodeo, Pak Cokro memulangkan
mereka. Ia berharap Ibu bersedia menggantikan.”
Bu Marni terdiam. Ia teringat kata kata menyakitkan
keluarga itu. Namun ia sadar bahwa ia harus menghidupi empat anaknya. Dengan
hati yang lapang, ia berkata pelan, “Baik, Bu. Saya mau.”
Lalu ia bertanya dengan polos, “Hotel prodeo itu apa?”
“Penjara,” jawab Bu Cokro. “Tapi tidak lama. Di sana
pun nyaman. Ada pendingin udara, kulkas, dan televisi.”
Bu Marni hanya mengangguk. Sebuah anggukan yang
menyimpan getir, tetapi juga ketegaran seorang ibu untuk tetap bertahan hidup.
Tentukan kalimat yang paling
menunjukkan makna konotatif negatif dalam cerita, khususnya berkaitan dengan
penggunaan istilah "maling" dan bagaimana kata tersebut menggambarkan
penilaian sosial terhadap perilaku korupsi dalam konteks hubungan antara Bu
Marni dan keluarga Pak Cokro.
A. Konotasi negatif tampak ketika Bu Marni menyebutkan bahwa semua pejabat
selalu bekerja keras dan memberikan teladan baik, sehingga masyarakat
seharusnya menghormati mereka tanpa mempertanyakan kejujuran, meskipun banyak
kasus korupsi terjadi dalam lingkungan birokrasi yang tidak selalu transparan.
B. Makna konotatif negatif terlihat saat Sekar menyampaikan bahwa pejabat
tidak maling, menegaskan bahwa semua tindakan pemerintah selalu berada dalam
jalur hukum, sehingga masyarakat tidak perlu mengaitkan tindakan mereka dengan
istilah pencurian yang merugikan publik.
C. Makna konotatif negatif muncul ketika Bu Marni menyebut pejabat korup
sebagai maling, menunjukkan bahwa tindak korupsi dipandang sebagai tindakan
pencurian bermotif kekuasaan, sehingga memberikan tekanan moral kuat bagi
pembaca untuk memahami hubungan antara tindakan tersebut dan kerusakan sosial
yang ditimbulkan.
D. Konotasi negatif muncul ketika Pak Cokro menuduh tetangganya sebagai pencuri
tanpa bukti jelas, bertujuan menjaga citra dirinya di hadapan pembantu,
sehingga ia dapat mempertahankan posisi berkuasa dalam keluarga meskipun
tindakannya tidak mencerminkan kejujuran moral.
E. Makna konotatif negatif tampak saat Bu Cokro menyebut hotel prodeo
sebagai tempat nyaman, menunjukkan bahwa penjara sebenarnya memberikan
fasilitas mewah, sehingga istilah tersebut tidak lagi berfungsi sebagai simbol
hukuman, melainkan sebagai tempat istirahat bagi pejabat bersalah.
Soal nomor 6
Bacalah kutipan teks berikut
ini dengan cermat !
ANAK KEBANGGAAN karya A.A. Navis
(....)
Pada
suatu hari terjadilah apa yang kuduga bakal terjadi. Tapi tak kuharapkan
berlangsungnya. Kulihat Pak Pos memasuki halaman rumah Ompi. Hari waktu itu jam
sebelas siang. Aku tahu itu pastilah bukan surat yang dibawanya. Melainkan
sepucuk telegram. Dan pada telegram itu pastilah bertengger saat-saat kritis
sekali. Tergesa- gesa aku menyongsong Pak Pos itu ke ambang pintu. Maksudku
hendak membuka telegram itu untuk mengetahui isinya lebih dulu. Dan jika perlu
akan kuubah isinya. Agar terelakkan saat-saat yang menyeramkan.
Akan
tetapi semua kejadian datang dengan serba tiba-tiba. Hingga gagallah recanaku.
Tak sempat aku membuka surat itu. Karena di luar segala dugaanku, Ompi yang
sudah lumpuh selama ini, telah berada saja di belakangku. Sesaat ketika aku
menerima dan menandatangani resi telegram itu. Gemetar kaki Ompi mendukung
tubuhnya yang kisut. Tangannya
berpegang pada sandaran kursi. Dan aku kehilangan kepercayaan pada pandangan mataku sendiri. Kekuatan
apakah yang menyebabkan Ompi bisa berdiri dan bahkan berjalan itu. Aku tak
tahu.
"Bukalah.
Bacakan segera isinya." Ompi berkata seperti ia memerintah orang-orang di
waktu mudanya dulu.
Aku
sobek sampul yang kuning muda itu dengan tangan yang menggigil. Sekilas saja
tahulah aku, bahwa saat yang paling kritis sudah sampai di puncaknya. Indra
Budiman dikabarkan sudah meninggal.
"Telegram
dari anakku? Apa katanya? Pulanglah dia membawa titel dokternya?" Ompi
bertanya dengan suara yang mendesis tapi terburu-buru berdesakan keluar.
Tak
tahulah aku, apa yang harus kukatakan. Dan kuharapkan sebuah keajaiban yang
diberikan Tuhan untuk membebaskan aku dari siksa ini. Tapi keajaiban tidak juga
datang. Aku mengangguk. Sedang dalam hatiku berteriak, terjadilah apa yang akan
terjadi.
Ompi
terduduk di kursi. Matanya cemerlang memandang. Tangannya diulurkannya kepadaku
meminta telegram itu. Aku merasa ngeri memberikannya. Tapi aku tak bisa berbuat
lain. Telegram itu kusodorkan ke tangannya. Telegram itu digenggamnya erat.
Lalu didekapkan ke dadanya. "Datang juga apa yang kunantikan,"
katanya.
Sepi begitu menekan, sehingga aku dapat mendengar denyut jantungku sendiri.
"Ah,
tidak. Aku takkan membaca telegram ini. Aku takut kegembiraanku akan meledakkan
hatiku. Kaubacakan buatku. Bacakan pelan-pelan. Biar sepatah demi sepatah bisa
menjalari segala saraf sarafku," kata Ompi dengan terputus-putus.
Dalam
kegugupan kususun sebuah taruhan jiwa dan sesalam bagi selama hidupku. Akan
kukarang kisah yang menyenangkan hatinya.
Tapi telegram itu tak diberikannya
padaku. Masih terletak pada dekapan dadanya. Sedangkan bibirnya membariskan
senyum, serta matanya menyinarkan cahaya yang cemerlang.
"Tak
usah dibacakan. Takkan sanggup aku mendengarnya. Aku akan mati lemas oleh
kebahagiaan yang datang bergulung ini. Aku mau sehat. Mau kuat dulu. Sehingga
ledakan kegembiraan ini tak membunuhku. Panggilkan dokter. Panggilkan. Biar aku
jadi segar bugar pada waktu anakku, Dokter Indra Budiman, datang. Pergilah.
Panggilkan dokter," kata Ompi dengan gembira.
Dan telegram itu dibawa ke bibirnya. Diciumnya dengan mesra. Lama
diciumnya seraya matanya memicing. Selama tangannya sampai terkulai dan matanya
terbuka setelah kehilangan cahaya. Dan telegram itu jatuh dan terkapar di
pangkuannya.
Bagaimana reaksi Ompi yang mencium telegram dengan penuh cinta
menunjukkan nilai kasih sayang orang tua dalam budaya masyarakat, dan bagaimana
penulis menjadikan tindakan tersebut sebagai simbol tragedi harapan yang tidak
pernah terwujud?
A.
Perilaku Ompi mencium telegram menegaskan kedalaman
kasih sayang orang tua, dan penulis menggunakannya sebagai simbol kegetiran
hidup ketika cinta yang paling tulus justru bertabrakan dengan kenyataan pahit
yang sama sekali tidak sesuai dengan harapan keluarga sepanjang hidupnya.
B.
Tindakan itu mencerminkan nilai bahwa orang tua selalu
memandang anaknya sebagai sumber kebahagiaan, dan penulis memanfaatkan gambaran
tersebut untuk memperlihatkan betapa besarnya luka emosional yang muncul ketika
harapan yang dibangun dengan cinta runtuh dalam sekejap.
C.
Reaksi tersebut menjelaskan nilai cinta orang tua yang
kuat dalam masyarakat, dan penulis menggunakannya untuk menekankan bagaimana
manusia sering terjebak dalam keyakinan indah yang kemudian berubah menjadi
tragedi ketika kenyataan datang tanpa memberi waktu untuk mempersiapkan diri
menerima kebenaran.
D.
Sikap Ompi memperlihatkan betapa tingginya posisi anak
dalam budaya keluarga, dan penulis memanfaatkannya sebagai simbol bahwa cinta
dapat membutakan seseorang dari kenyataan sehingga momen yang seharusnya
menyenangkan berubah menjadi pukulan emosional yang sangat menyakitkan.
E.
Perilaku Ompi menggambarkan besarnya kebanggaan orang
tua terhadap anaknya, dan penulis menjadikan tindakan itu sebagai penanda bahwa
hidup sering menghadirkan ironi pahit ketika cinta dan harapan justru membawa
seseorang ke dalam penderitaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Soal nomor 7
Keterbatasan pandangan narator
“aku” menyebabkan pembaca tidak pernah mengetahui isi telegram secara langsung,
melainkan melalui reaksinya terhadap Ompi. Sudut pandang apakah yang memberi
efek keterbatasan informasi tersebut?
A. Sudut pandang orang ketiga serbatahu yang seharusnya memberikan
informasi lengkap tentang isi telegram serta keadaan Ompi tanpa batasan
perspektif narator.
B. Sudut pandang orang kedua yang mengajak pembaca merasakan kejadian
sebagai pelaku utama sehingga keterbatasan informasi muncul karena pembaca
belum diberi akses.
C. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan karena narator hanya
menyampaikan apa yang ia lihat dan rasakan sebagai saksi, bukan pengendali
kejadian, sehingga informasi mengenai tragedi Indra Budiman mengalir secara
tidak langsung melalui persepsinya.
D. Sudut pandang orang pertama utama yang menempatkan tokoh “aku” sebagai
pusat cerita sehingga memungkinkan pengungkapan langsung isi telegram sesuai
kehendak narator.
E. Sudut pandang objektif yang hanya menampilkan tindakan tanpa memaparkan
perasaan, membuat pembaca menafsirkan isi telegram melalui bahasa tubuh tokoh.
Soal nomor 8
Tuhan menegur manusia karena
membiarkan kekayaan alam dirampas dan tetap melarat. Berdasarkan konteks
tersebut, nilai kehidupan apa yang dapat dianalisis sebagai kritik terhadap
sikap pasrah berlebihan yang membuat masyarakat tidak mampu menjaga hak serta
kemandirian ekonomi bangsanya sendiri?
A. Nilai kehidupan yang menegaskan pentingnya bekerja keras, mengelola
kekayaan alam secara bertanggung jawab, serta memperjuangkan kemandirian
ekonomi bangsa agar tidak mudah dieksploitasi, sehingga masyarakat mampu
memperbaiki kehidupan bersama tanpa hanya mengandalkan ibadah ritual semata
sepanjang hidupnya di dunia.
B. Nilai kehidupan yang menekankan bahwa menerima kemiskinan sebagai takdir
tanpa melawan eksploitasi adalah bentuk kesalehan, sehingga manusia tidak perlu
berusaha memperjuangkan hak ekonomi karena semuanya sudah ditentukan dan tidak
dapat diubah oleh usaha manusia.
C. Nilai kehidupan yang menunjukkan bahwa kekayaan alam tidak perlu
dikelola oleh bangsa sendiri karena lebih baik diserahkan kepada pihak luar
selama masyarakat tetap tekun beribadah sehingga keselamatan di akhirat tetap
terjamin walaupun kehidupan dunia terabaikan sepenuhnya.
D. Nilai kehidupan yang mengajarkan bahwa usaha ekonomi merupakan hal yang
tidak terlalu penting selama manusia dapat menjaga ibadah ritual, karena
bekerja keras dianggap menurunkan derajat kesalehan dibandingkan ibadah yang
dilakukan terus-menerus tanpa henti.
E. Nilai kehidupan yang menyatakan bahwa kesadaran sosial ekonomi tidak
diperlukan karena ibadah saja sudah cukup untuk menunjukkan ketaatan, sehingga
masyarakat tidak perlu memikirkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di
negeri sendiri.
Soal nomor 9
Bacalah teks berikut ini
dengan cermat!
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak
Menurut sahibul hikayat, sebermula ada seorang Datu
yang sakti mandraguna sedang bertapa di tengah laut. Namanya Datu Mabrur. Ia
bertapa di antara Selat Laut dan Selat Makassar. Siang malam ia bersemadi di
batu karang, di antara percikan buih, debur ombak, angin, gelombang, dan badai
topan. Ia memohon kepada Sang Pencipta agar diberi sebuah pulau. Pulau itu akan
menjadi tempat bermukim bagi anak-cucu dan keturunannya kelak.
Hatta, ketika laut tenang, seekor ikan besar tiba-tiba
muncul dari permukaan laut dan terbang menyerangnya. Tanpa beringsut dari
tempat duduk maupun membuka mata, Datu Mabrur menepis serangan mendadak itu.
Ikan itu terpelanting dan jatuh di karang. Setelah jatuh ke air, ikan itu
menyerang lagi, demikian berulang-ulang. Di sekeliling karang, ribuan ikan lain
mengepung, memperlihatkan gigi mereka yang panjang dan tajam, seakan prajurit
siap tempur.
Pada serangan terakhir, ikan itu terpelanting jatuh
persis saat Datu Mabrur membuka matanya.
“Hai, ikan! Apa maksudmu mengganggu semadiku? Ikan apa
kamu?”
“Aku ikan todak, Raja Ikan Todak yang menguasai
perairan ini. Semadimu membuat lautan bergelora. Kami terusik, dan aku
memutuskan untuk menyerangmu. Tapi engkau memang sakti, Datu Mabrur. Aku
takluk,” katanya megap-megap. Matanya berkedip-kedip menahan sakit. Tubuhnya
terjepit di sela-sela karang tajam.
“Jadi itu rakyatmu?” tanya Datu Mabrur sambil menunjuk
ribuan ikan yang mengepung karang.
“Ya, Datu. Tapi sebelum menyerangmu tadi kami telah
bersepakat: kalau aku kalah, kami akan menyerah dan mematuhi apa pun
perintahmu. Datu, tolonglah aku. Obati luka-lukaku dan kembalikan aku ke laut.
Kalau terlalu lama di darat, aku bisa mati. Atas nama rakyatku, aku berjanji
akan mengabdi padamu bila engkau menolongku….” Raja Ikan Todak mengiba-iba.
Seolah sulit bernapas, insangnya membuka dan menutup.
“Baiklah,” ujar Datu Mabrur sambil berdiri. “Sebagai
sesama makhluk ciptaan-Nya, aku akan menolongmu.”
“Apa pun permintaanmu, kami akan memenuhinya. Datu
ingin istana bawah laut terbuat dari emas dan permata, dilayani ikan duyung dan
gurita? Ingin berkeliling dunia bersama ikan paus dan lumba-lumba?”
“Tidak. Aku tak punya keinginan pribadi, tapi untuk
masa depan anak-cucuku nanti….”
Lalu, Datu Mabrur menceritakan maksud pertapaannya
selama ini.
“Akan kukerahkan rakyatku, seluruh penghuni lautan dan
samudra. Sebelum matahari terbit esok pagi, impianmu akan terwujud. Aku
bersumpah!” jawab Raja Ikan Todak.
Datu Mabrur tak dapat membayangkan bagaimana Raja Ikan
Todak akan memenuhi sumpah itu. “Baiklah. Tapi kita harus membuat perjanjian.
Sejak sekarang kita harus sa-ijaan, seiring sejalan. Seia sekata sampai ke
anak-cucu kita. Kita harus rakat mufakat, bantu membantu, bahu membahu.
Setuju?”
“Setuju, Datu…,” sahut Raja Ikan Todak yang tergolek
lemah. Ia sangat membutuhkan air.
Mendengar jawaban itu, Datu Mabrur tersenyum. Dengan
hati-hati ia melepaskan tubuh Raja Ikan Todak dari jepitan karang, lalu
mengusapnya lembut. Ajaib! Dalam sekejap, darah dan luka di sekujur tubuh Raja
Ikan Todak mengering. Kulitnya licin kembali seperti semula, seakan tak pernah
luka. Ikan itu menggerakkan sirip dan ekornya dengan gembira. Dengan lembut dan
penuh kasih sayang, Datu Mabrur mengangkat Raja Ikan Todak dan mengembalikannya
ke laut.
Ribuan ikan yang tadi mengepung karang kini berenang
mengerumuninya, melompat-lompat bersuka ria.
“Sa-ijaan!” seru Raja Ikan Todak sambil melompat di
permukaan laut.
“Sa-ijaan!” sahut Datu Mabrur.
Sebelum tengah malam, sebelum batas waktu pertapaannya
berakhir, Datu Mabrur dikejutkan oleh suara gemuruh yang datang dari dasar
laut. Gemuruh perlahan, tapi pasti. Suara itu terdengar bersamaan dengan
timbulnya sebuah daratan dari dasar laut. Kian lama, permukaan daratan itu
tampak, naik dan terus naik, hingga seluruhnya muncul ke permukaan.
Di bawah permukaan air, jutaan ikan dari berbagai
jenis mendorong dan memunculkan daratan baru itu. Sambil mendorong, mereka
serempak berteriak, “Sa-ijaan! Sa-ijaan! Sa-ijaan…!”
Datu Mabrur tercengang di karang pertapaannya. Raja
Ikan Todak telah memenuhi sumpahnya.
Bersamaan dengan terbitnya matahari pagi, daratan itu
telah timbul sepenuhnya. Berupa sebuah pulau lengkap dengan ngarai, lembah,
perbukitan, dan pegunungan. Tanahnya tampak subur. Pulau kecil yang makmur.
Datu Mabrur senang dan gembira. Impiannya tentang pulau yang akan menjadi
tempat tinggal bagi anak-cucu dan keturunannya telah menjadi kenyataan.
Permohonannya telah dikabulkan.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Sang
Pencipta, ia menamakannya Pulau Halimun. Alkisah, Pulau Halimun kemudian
disebut Pulau Laut, sebab ia timbul dari dasar laut dan dikelilingi lautan.
Sebagai hikmahnya, kata sa-ijaan dan ikan todak dijadikan slogan dan lambang
Pemerintah Kabupaten Kotabaru.
Perjanjian sa-ijaan menekankan keutuhan hubungan
jangka panjang antarmakhluk. Jika diterapkan dalam konteks pendidikan sekolah,
perilaku yang paling mencerminkan nilai tersebut manakah di antara pilihan
berikut?
A. Siswa hanya menuruti guru ketika diawasi, namun bersikap tidak peduli
ketika guru tidak hadir. Sikap ini tidak menerapkan nilai sa-ijaan karena tidak
mencerminkan komitmen jangka panjang maupun hubungan saling mendukung dalam
lingkungan pendidikan.
B. Siswa dan guru membangun komunikasi terbuka, saling menghormati, serta
bekerja bersama menyelesaikan masalah kelas dengan musyawarah, sehingga
tercipta lingkungan pendidikan harmonis yang mencerminkan nilai sa-ijaan yang
menekankan kesatuan, kebersamaan, dan komitmen jangka panjang.
C. Guru mengutamakan beberapa siswa saja dan mengabaikan lainnya sehingga
hubungan belajar tidak adil. Sikap ini tidak sejalan dengan nilai kesetaraan
dan keselarasan yang ditekankan dalam konsep sa-ijaan dalam hikayat Datu Mabrur
dan Raja Ikan Todak.
D. Siswa memilih menyelesaikan masalah secara individual tanpa melibatkan
teman lain, membuat kerja kelompok tidak harmonis. Sikap ini tidak mencerminkan
nilai sa-ijaan yang menekankan keselarasan, musyawarah, dan kebersamaan dalam
mencapai tujuan bersama secara ikhlas.
E. Guru menghindari diskusi dengan siswa tentang kesulitan belajar,
sehingga tidak terjadi hubungan kerja sama yang berkelanjutan. Sikap ini tidak
mencerminkan nilai sa-ijaan yang menjunjung komunikasi dua arah dan saling
membantu dalam jangka panjang.
Soal nomor 10
Bacalah kutipan cerpen
“Rubuhnya Surau Kami” karya A.A Navis berikut ini dengan cermat!
‘Kalian
di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.
‘Kami
ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di
negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya,
benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya
yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang
lainnya, bukan?’
‘Benar.
Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak.
Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah
mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di
negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar.
Benar. Benar. Itulah negeri kami.’
‘Di
negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’
‘Ya.
Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri
yang lama diperbudak negeri lain?’
‘Ya,
Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan
hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
‘Benar,
Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’
‘Di
negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang
hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar,
Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting
bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau
rela tetap melarat, bukan?’
‘Benar.
Kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena
keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’
‘Sungguhpun
anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka
hafal di luar kepala.’
‘Tapi
seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’
‘Ada,
Tuhanku.’
‘Kalau
ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua.
Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka.
Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling
memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka
beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting
tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau
kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk
neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di
keraknya!"
Semua
menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa
jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah
yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani
bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka
itu.
‘Salahkah
menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak.
Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu
kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis.
Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak
mempedulikan mereka sedikit pun.’
Demikianlah
cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan
besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak
pergi menjenguk.
“Siapa
yang meninggal?" tanyaku kaget.
"Kakek."
"Kakek?"
"Ya.
Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
"Astaga!
Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku
yang tercengang-cengang.
Aku
cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku
tanya dia.
"Ia
sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
"Tidak
ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah.
Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh
lapis."
"Dan
sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang
kemana dia?"
"Kerja."
"Kerja?"
tanyaku mengulangi hampa.
"Ya,
dia pergi kerja."
Kematian Kakek setelah mendengar cerita Ajo Sidi
menunjukkan adanya nilai kehidupan yang berkaitan dengan benturan batin.
Berdasarkan kutipan, nilai apakah yang dapat dianalisis sebagai refleksi moral
tentang dampak beratnya kritik sosial terhadap orang yang merasa telah hidup
benar secara agama?
A. Nilai kehidupan yang menegaskan bahwa seseorang tidak boleh merasa
bersalah terhadap cara beribadahnya, karena ibadah ritual merupakan
satu-satunya ukuran kesalehan sehingga kritik terhadap perilaku sosial tidak
relevan dan tidak perlu memengaruhi kondisi psikologis seseorang.
B. Nilai kehidupan yang menjelaskan bahwa menjalankan ibadah secara rutin
sudah cukup menjamin ketenangan batin, sehingga kritik apa pun yang diberikan
orang lain tidak akan berdampak apa pun terhadap kondisi mental maupun perasaan
seseorang.
C. Nilai kehidupan yang menunjukkan bahwa kritik sosial yang keras dapat
mengguncang keyakinan seseorang sehingga ia menyadari kekeliruan pemahamannya
tentang ibadah, lalu mengalami tekanan batin berat karena menyadari bahwa
hidupnya kurang memberi manfaat bagi keluarga serta masyarakat sekitar.
D. Nilai kehidupan yang menyatakan bahwa seseorang tidak memiliki kewajiban
moral terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga kritik mengenai peran sosial
tidak perlu ditanggapi dan seharusnya tidak menyebabkan tekanan batin atau
pergolakan emosional apa pun.
E. Nilai kehidupan yang menggambarkan bahwa penilaian moral hanya berasal
dari ibadah ritual, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa
tertekan secara batin meskipun ia tidak peduli pada keadaan sosial atau
kesejahteraan masyarakatnya.
Soal nomor 11
Bacalah teks berikut ini dengan cermat!
YOGYAKARTA SEBAGAI KOTA BUDAYA
Yogyakarta
dikenal luas sebagai kota budaya di Indonesia. Julukan ini muncul karena
kekayaan tradisi, kesenian, dan adat istiadat yang tetap lestari di tengah perkembangan
zaman.
Budaya di
Yogyakarta sangat beragam, mencakup kesenian tradisional seperti wayang kulit,
tari klasik, batik, hingga gamelan. Wayang kulit, misalnya, tidak hanya
berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan moral (Sukma
Ayu Trihapsari, Dkk., 2026). Selain itu, batik Yogyakarta memiliki ciri khas
motif yang sarat makna filosofis (Silitonga, G, Dkk., 2023). Tari klasik
seperti Bedhaya dan Srimpi mencerminkan kehalusan budi pekerti masyarakat Jawa
(Najwa Aulia Nafisa, 2025).
Pusat-pusat
budaya seperti Keraton Yogyakarta dan Taman Sari menjadi saksi sejarah
perkembangan budaya yang terus hidup di masyarakat. Tidak hanya itu, berbagai
upacara adat seperti Sekaten dan Grebeg Maulud masih rutin dilaksanakan dan
menarik minat wisatawan (Shakran, 2023).
Bagi
generasi muda, budaya berperan penting dalam membentuk identitas, menanamkan
nilai moral, dan memperkuat rasa nasionalisme. Melalui pelestarian budaya,
mereka belajar menghargai warisan leluhur sekaligus mengembangkan kreativitas
dalam konteks modern. Dengan demikian, budaya bukan hanya peninggalan masa
lalu, tetapi juga bekal berharga untuk masa depan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Sukma Ayu Trihapsari, Dkk. 2026. Wayang Kulit
sebagai Media Pendidikan Moral untuk Generasi Muda (Studi pada Dalang Senior Ki
Sukron Suwondo). Tersedia: https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/transgenera/article/download/4807/2224/18010
(14/08/2025).
Silitonga, G, Dkk. 2023. Proses pembuatan
batik tulis. Tersedia: https://www.gramedia.com/bestseller/motif-batikyogyakarta/?srsltid=AfmBOor2rh5WCg5lD7xGTH9wYaa2wUImO8cq2oGAH3QK3mZ3o2hd_in5
(14/08/2025).
Najwa Aulia Nafisa. 2025. Budaya Jawa:
Warisan Seni, Tradisi, dan Sejarah. Tersedia: https://lensaish.com/budaya-jawa-warisan-seni-tradisi-dan-sejarah/sosial/ (14
Agustus 2025).
Shakran. 2023. Perayaan Sekaten dan Grebeg
Maulud di Yogyakarta: Merayakan Kearifan Lokal dan Keagamaan. Tersedia: https://shakrankreasi.com/perayaan-sekaten-dan-grebeg-mauluddi-yogyakarta-merayakan-kearifan-lokal-dan-keagamaan/ (14
Agustus 2025).
Jika
Anda membuat kerangka daftar pustaka dari teks tersebut, sumber yang ditulis
pertama adalah “Najwa Aulia Nafisa” karena huruf “N” muncul lebih awal
dibanding “Shakran” atau “Silitonga”. Bagaimana kerangka penyusunan berikutnya
agar konsisten dengan prinsip alfabetis?
A. Setelah
Najwa ditulis, lalu Silitonga, kemudian Sukma, dan terakhir Shakran, meskipun
urutan alfabetis tidak sepenuhnya tepat.
B. Setelah
Najwa ditulis, lalu Shakran, kemudian Silitonga, dan terakhir Sukma, agar
daftar pustaka terlihat lebih rapi walaupun tidak sesuai aturan.
C. Setelah
Najwa ditulis, lalu Shakran, kemudian Sukma, dan terakhir Silitonga, karena
huruf awal harus benar-benar diperhatikan secara konsisten.
D. Setelah
Najwa ditulis, lalu Silitonga, kemudian Shakran, dan terakhir Sukma, karena
urutan alfabetis harus benar-benar ditaati sesuai aturan ilmiah.
E.
Setelah Najwa ditulis, lalu Sukma,
kemudian Shakran, dan terakhir Silitonga, meskipun seharusnya huruf awal
menentukan urutan dengan ketat.
Soal nomor 12
Dalam teks, catatan perut digunakan
untuk menjelaskan bahwa wayang kulit berfungsi sebagai hiburan sekaligus
pendidikan moral, dan sumbernya adalah Sukma Ayu Trihapsari, dkk. Jika Anda
diminta menyusun kerangka catatan perut, bagian pertama yang harus ditulis
adalah nama penulis, lalu bagian berikutnya apa yang harus dimasukkan?
A. Tahun
penerbitan buku atau artikel, kemudian judul lengkap sumber, dan terakhir
halaman kutipan sesuai kaidah penulisan ilmiah.
B. Judul
buku atau artikel langsung ditulis, baru nama penulis, tanpa mencantumkan tahun
agar lebih sederhana dan ringkas.
C. Data
kota penerbit lebih dahulu, lalu diikuti nama penulis, baru judul buku,
meskipun urutannya tidak sesuai standar.
D. Halaman
kutipan ditulis di awal sebelum nama penulis, agar pembaca bisa langsung tahu
bagian yang dikutip.
E. Judul
sumber bisa ditulis di akhir tanpa mencantumkan halaman karena pembaca bisa
mencarinya sendiri.
Soal nomor 13
Apabila
siswa diminta membuat bagan sederhana yang menggambarkan hubungan antara teks
laporan observasi dan sumber pendukungnya, maka posisi teks laporan diletakkan
di tengah, lalu sumber catatan perut mengarah ke bawah halaman, dan daftar
pustaka ke bagian akhir laporan. Bagaimana kerangka hubungan ini dapat
dipahami?
A. Catatan
perut dan daftar pustaka sama-sama berfungsi sebagai catatan tambahan, sehingga
bisa ditempatkan di sembarang posisi dalam laporan.
B. Catatan
perut menjelaskan kutipan pada isi teks, sedangkan daftar pustaka merangkum
semua sumber di akhir, sehingga keduanya saling melengkapi.
C. Catatan
perut berfungsi sebagai pengganti daftar pustaka, sehingga tidak perlu dibuat
lagi untuk menghemat halaman laporan.
D. Catatan
perut hanya digunakan untuk buku cetak, sedangkan daftar pustaka untuk sumber
online, agar tidak terjadi kebingungan.
E. Catatan
perut boleh dihilangkan bila sudah ada daftar pustaka, karena keduanya dianggap
memiliki fungsi yang sama.
Soal nomor 14
Dalam
teks, daftar pustaka mencantumkan sumber dari jurnal, artikel online, hingga
buku, dan semuanya memiliki format yang berbeda sesuai jenisnya. Jika siswa
diminta menyusun kerangka perbandingan, bagaimana seharusnya mereka menempatkan
sumber online dibanding buku cetak?
A. Sumber
online ditulis sebelum buku cetak karena lebih mudah diakses, meskipun aturan
ilmiah tidak mensyaratkan hal tersebut.
B. Sumber
buku cetak harus didahulukan, lalu sumber online ditulis di bagian akhir tanpa memperhatikan
urutan alfabetis.
C. Semua
sumber tetap ditulis berdasarkan urutan alfabetis nama penulis, baik online
maupun cetak, agar konsisten dengan aturan penulisan.
D. Sumber
online tidak perlu ditulis karena daftar pustaka sebaiknya hanya berisi buku
dan artikel cetak untuk menjaga kualitas.
E. Sumber
online cukup ditulis judulnya saja tanpa nama penulis agar lebih ringkas,
berbeda dengan buku cetak.
Soal nomor 15
Keraton Yogyakarta adalah pusat
kebudayaan sekaligus tempat tinggal Sultan, dan bangunan ini menjadi saksi
sejarah perkembangan tradisi Jawa yang masih lestari. Nilailah apakah kalimat
definisi ini sudah memenuhi unsur kebahasaan yang tepat.
A. Definisi
tepat karena menggabungkan fungsi sosial, sejarah, dan identitas budaya yang melekat
pada Keraton Yogyakarta.
B. Definisi
kurang tepat karena hanya menyebutkan kedudukan Sultan tanpa menjelaskan
struktur ruang Keraton.
C. Definisi
tidak sesuai karena menyamakan Keraton dengan museum biasa yang hanya menyimpan
benda-benda kuno.
D. Definisi
masih belum lengkap sebab tidak menyinggung nilai filosofis dan simbolik dari
tata ruang Keraton.
E. Definisi
itu keliru karena menggunakan kata kerja "menjadi" yang seharusnya
diganti dengan kata benda abstrak.
Soal nomor 16
Kalimat
deskripsi berfungsi menampilkan suasana, sehingga pembaca dapat membayangkan
keindahan objek yang diamati secara lebih mendalam. Dari contoh berikut,
kalimat mana yang paling sesuai menggambarkan suasana Tari Bedhaya?
A.
Tari Bedhaya ditampilkan dengan gerakan
lemah gemulai yang penuh makna, sehingga penonton dapat merasakan kehalusan
budi pekerti Jawa. Tarian ini dipentaskan dengan iringan gamelan yang syahdu,
menciptakan nuansa khidmat.
B.
Tari Bedhaya dipentaskan di panggung, dan
orang-orang yang menonton bertepuk tangan keras setelah tarian selesai. Tarian
itu dianggap sebagai hiburan biasa tanpa makna budaya yang mendalam.
C.
Tari Bedhaya diperkenalkan oleh guru di
kelas, lalu siswa menirukan gerakan tarinya dengan gerakan sederhana. Tarian
ini dianggap sama dengan tarian modern yang hanya menekankan gerakan fisik.
D.
Tari Bedhaya sering disebut tarian
tradisional, tetapi sebagian generasi muda tidak mengetahui gerakan maupun
makna filosofisnya. Mereka menilai tarian ini kuno dan tidak relevan.
E.
Tari Bedhaya dipromosikan di media sosial,
namun banyak orang menonton hanya karena penasaran. Tarian ini kehilangan makna
budaya karena dianggap hiburan biasa.
Soal nomor 17
Bacalah kutipan cerpen “Rubuhnya Surau Kami” karya A.A
Navis berikut ini dengan cermat!
‘Kalian
di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.
‘Kami
ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O,
di negeri yang tanahnya subur itu?’
‘Ya,
benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya
yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang
lainnya, bukan?’
‘Benar.
Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak.
Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah
mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di
negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar.
Benar. Benar. Itulah negeri kami.’
‘Di
negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’
‘Ya.
Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’
‘Negeri
yang lama diperbudak negeri lain?’
‘Ya,
Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Dan
hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’
‘Benar,
Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’
‘Di
negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang
hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar,
Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi
kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau
rela tetap melarat, bukan?’
‘Benar.
Kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena
keralaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’
‘Sungguhpun
anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka
hafal di luar kepala.’
‘Tapi
seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak di masukkan ke hatinya, bukan?’
‘Ada,
Tuhanku.’
‘Kalau
ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua.
Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka.
Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling
memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka
beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting
tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau
kira aku ini suka pujian, mabuk di sembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk
neraka. hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di
keraknya!"
Semua
menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa
jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah
yang akan di kerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani
bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka
itu.
‘Salahkah
menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.
‘Tidak.
Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu
kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis.
Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak
mempedulikan mereka sedikit pun.’
Demikianlah
cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan
besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak
pergi menjenguk.
“Siapa
yang meninggal?" tanyaku kaget.
"Kakek."
"Kakek?"
"Ya.
Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan
sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur."
"Astaga!
Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku
yang tercengang-cengang.
Aku
cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku
tanya dia.
"Ia
sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
"Tidak
ia tahu Kakek meninggal?"
"Sudah.
Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh
lapis."
"Dan
sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh
perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, "dan sekarang
kemana dia?"
"Kerja."
"Kerja?"
tanyaku mengulangi hampa.
"Ya,
dia pergi kerja."
Ajo Sidi digambarkan tidak bertanggung jawab setelah menyebabkan
tragedi, tetapi ia tetap “pergi kerja”. Berdasarkan teks, nilai kehidupan apa
yang dapat dianalisis sebagai kritik terhadap sikap manusia yang mampu
mengkritik keras orang lain namun justru mengabaikan tanggung jawab moral atas
dampak ucapannya?
A. Nilai kehidupan yang menunjukkan bahwa kritik tajam boleh disampaikan
tanpa memikirkan perasaan atau kondisi orang lain, karena tujuan utama kritik
adalah menyampaikan kebenaran meskipun menyebabkan penderitaan besar bagi orang
yang dikritik serta tidak memerlukan tanggung jawab moral apa pun.
B. Nilai kehidupan yang mengajarkan bahwa seseorang bebas mengkritik siapa
pun tanpa mempertimbangkan konsekuensi, karena tanggung jawab atas reaksi orang
lain sepenuhnya berada pada orang yang mendengarkan, bukan pada pemberi kritik
yang menyampaikan pandangan secara langsung.
C. Nilai kehidupan yang menekankan bahwa pekerjaan pribadi lebih penting
daripada mempertimbangkan dampak ucapan, sehingga seseorang tidak perlu
memikirkan akibat kritik keras selama ia tetap menjalankan aktivitas hariannya
seperti biasa tanpa gangguan moral.
D. Nilai kehidupan yang menegaskan bahwa seseorang harus bertanggung jawab
atas ucapan dan tindakan yang memberikan dampak besar kepada orang lain, karena
kritik sosial tanpa empati dapat menimbulkan luka batin mendalam sehingga
menuntut kepekaan moral serta tanggung jawab yang seharusnya dijunjung tinggi.
E. Nilai kehidupan yang menilai bahwa kritik sosial sebaiknya disampaikan
tanpa mempertimbangkan keberlanjutan emosional orang lain, karena kejujuran
dianggap lebih utama daripada kepedulian moral terhadap pihak yang menerima
kritik tersebut.
Soal nomor 18
Bacalah teks berikut ini dengan cermat!
Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak
Menurut sahibul hikayat, sebermula ada seorang Datu yang sakti
mandraguna sedang bertapa di tengah laut. Namanya Datu Mabrur. Ia bertapa di
antara Selat Laut dan Selat Makassar. Siang malam ia bersemadi di batu karang,
di antara percikan buih, debur ombak, angin, gelombang, dan badai topan. Ia
memohon kepada Sang Pencipta agar diberi sebuah pulau. Pulau itu akan menjadi
tempat bermukim bagi anak-cucu dan keturunannya kelak.
Hatta, ketika laut tenang, seekor ikan besar tiba-tiba muncul dari
permukaan laut dan terbang menyerangnya. Tanpa beringsut dari tempat duduk
maupun membuka mata, Datu Mabrur menepis serangan mendadak itu. Ikan itu
terpelanting dan jatuh di karang. Setelah jatuh ke air, ikan itu menyerang
lagi, demikian berulang-ulang. Di sekeliling karang, ribuan ikan lain
mengepung, memperlihatkan gigi mereka yang panjang dan tajam, seakan prajurit
siap tempur.
Pada serangan terakhir, ikan itu terpelanting jatuh persis saat Datu
Mabrur membuka matanya.
“Hai, ikan! Apa maksudmu mengganggu semadiku? Ikan apa kamu?”
“Aku ikan todak, Raja Ikan Todak yang menguasai perairan ini. Semadimu
membuat lautan bergelora. Kami terusik, dan aku memutuskan untuk menyerangmu.
Tapi engkau memang sakti, Datu Mabrur. Aku takluk,” katanya megap-megap.
Matanya berkedip-kedip menahan sakit. Tubuhnya terjepit di sela-sela karang
tajam.
“Jadi itu rakyatmu?” tanya Datu Mabrur sambil menunjuk ribuan ikan yang
mengepung karang.
“Ya, Datu. Tapi sebelum menyerangmu tadi kami telah bersepakat: kalau
aku kalah, kami akan menyerah dan mematuhi apa pun perintahmu. Datu, tolonglah
aku. Obati luka-lukaku dan kembalikan aku ke laut. Kalau terlalu lama di darat,
aku bisa mati. Atas nama rakyatku, aku berjanji akan mengabdi padamu bila
engkau menolongku….” Raja Ikan Todak mengiba-iba. Seolah sulit bernapas,
insangnya membuka dan menutup.
“Baiklah,” ujar Datu Mabrur sambil berdiri. “Sebagai sesama makhluk
ciptaan-Nya, aku akan menolongmu.”
“Apa pun permintaanmu, kami akan memenuhinya. Datu ingin istana bawah
laut terbuat dari emas dan permata, dilayani ikan duyung dan gurita? Ingin
berkeliling dunia bersama ikan paus dan lumba-lumba?”
“Tidak. Aku tak punya keinginan pribadi, tapi untuk masa depan
anak-cucuku nanti….”
Lalu, Datu Mabrur menceritakan maksud pertapaannya selama ini.
“Akan kukerahkan rakyatku, seluruh penghuni lautan dan samudra. Sebelum
matahari terbit esok pagi, impianmu akan terwujud. Aku bersumpah!” jawab Raja
Ikan Todak.
Datu Mabrur tak dapat membayangkan bagaimana Raja Ikan Todak akan
memenuhi sumpah itu. “Baiklah. Tapi kita harus membuat perjanjian. Sejak
sekarang kita harus sa-ijaan, seiring sejalan. Seia sekata sampai ke anak-cucu
kita. Kita harus rakat mufakat, bantu membantu, bahu membahu. Setuju?”
“Setuju, Datu…,” sahut Raja Ikan Todak yang tergolek lemah. Ia sangat
membutuhkan air.
Mendengar jawaban itu, Datu Mabrur tersenyum. Dengan hati-hati ia
melepaskan tubuh Raja Ikan Todak dari jepitan karang, lalu mengusapnya lembut.
Ajaib! Dalam sekejap, darah dan luka di sekujur tubuh Raja Ikan Todak
mengering. Kulitnya licin kembali seperti semula, seakan tak pernah luka. Ikan
itu menggerakkan sirip dan ekornya dengan gembira. Dengan lembut dan penuh
kasih sayang, Datu Mabrur mengangkat Raja Ikan Todak dan mengembalikannya ke
laut.
Ribuan ikan yang tadi mengepung karang kini berenang mengerumuninya,
melompat-lompat bersuka ria.
“Sa-ijaan!” seru Raja Ikan Todak sambil melompat di permukaan laut.
“Sa-ijaan!” sahut Datu Mabrur.
Sebelum tengah malam, sebelum batas waktu pertapaannya berakhir, Datu
Mabrur dikejutkan oleh suara gemuruh yang datang dari dasar laut. Gemuruh
perlahan, tapi pasti. Suara itu terdengar bersamaan dengan timbulnya sebuah
daratan dari dasar laut. Kian lama, permukaan daratan itu tampak, naik dan
terus naik, hingga seluruhnya muncul ke permukaan.
Di bawah permukaan air, jutaan ikan dari berbagai jenis mendorong dan
memunculkan daratan baru itu. Sambil mendorong, mereka serempak berteriak,
“Sa-ijaan! Sa-ijaan! Sa-ijaan…!”
Datu Mabrur tercengang di karang pertapaannya. Raja Ikan Todak telah
memenuhi sumpahnya.
Bersamaan dengan terbitnya matahari pagi, daratan itu telah timbul
sepenuhnya. Berupa sebuah pulau lengkap dengan ngarai, lembah, perbukitan, dan
pegunungan. Tanahnya tampak subur. Pulau kecil yang makmur. Datu Mabrur senang
dan gembira. Impiannya tentang pulau yang akan menjadi tempat tinggal bagi
anak-cucu dan keturunannya telah menjadi kenyataan. Permohonannya telah
dikabulkan.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Sang Pencipta, ia menamakannya
Pulau Halimun. Alkisah, Pulau Halimun kemudian disebut Pulau Laut, sebab ia
timbul dari dasar laut dan dikelilingi lautan. Sebagai hikmahnya, kata sa-ijaan
dan ikan todak dijadikan slogan dan lambang Pemerintah Kabupaten Kotabaru.
Raja Ikan Todak memenuhi
sumpahnya dengan menghadirkan pulau bagi Datu Mabrur. Dalam konteks evaluasi
tanggung jawab sosial, perilaku apa yang paling sesuai dengan nilai kesetiaan
terhadap janji seperti digambarkan dalam hikayat?
A. Seseorang membuat janji besar kepada masyarakat namun tidak pernah
menepatinya, sehingga kepercayaan hilang dan hubungan sosial memburuk. Perilaku
ini bertentangan dengan nilai kesetiaan dan tanggung jawab yang digambarkan
oleh Raja Ikan Todak dalam cerita.
B. Seseorang menepati janji membantu komunitasnya membangun fasilitas umum
meski menghadapi kesulitan pribadi, karena ia memprioritaskan kepentingan
bersama dan memahami pentingnya kepercayaan serta tanggung jawab sosial
sebagaimana ditunjukkan Raja Ikan Todak dalam hikayat tersebut.
C. Seseorang hanya menepati janji ketika mendapatkan keuntungan pribadi dan
mengabaikannya ketika tidak diuntungkan, sehingga nilai tanggung jawab sosial
tidak terpenuhi serta tidak mencerminkan ketulusan tindakan seperti yang
diperlihatkan Raja Ikan Todak dalam memenuhi sumpahnya.
D. Seseorang menghindari janji agar tidak memiliki beban moral, sehingga
tidak membangun kepercayaan sosial. Sikap ini tidak menggambarkan nilai
tanggung jawab maupun kesetiaan kepada komitmen sebagaimana dilakukan Raja Ikan
Todak yang setia menepati sumpahnya.
E. Seseorang menunda-nunda pemenuhan janji tanpa batas waktu, menyebabkan
tujuan sosial tidak tercapai. Sikap ini jelas tidak menggambarkan nilai
tanggung jawab, kesetiaan, serta keteguhan moral sebagaimana yang dicontohkan
Raja Ikan Todak dalam hikayat tersebut.
Soal nomor 19
Bacalah teks berikut ini dengan cermat!
Udara
dingin dari bawah bertambah nyaman kurasa bagi tubuhku yang telah dibalut debu
jalan selama dalam bus tadi. Beberapa penumpang yang ada di seberang banyak
yang menghilang, mungkin mendaki sambil iseng-iseng meninggalkan ujung jalan
yang menikung di pangkal jembatan. Dan tak urung ada juga tiga orang yang
berbaring di atas balok-balok, sementara sinar merah bertambah indah di langit
barat.
(Di
Atas Jembatan Rusak, B.Yass)
Makna
simbolik sinar merah pada kutipan cerpen tersebut adalah...
A.
Matahari
yang terbit
B.
Kilatan
sengatan matahari
C.
Kilauan
cahaya pelangi
D.
Matahari
mulai terbenam
E.
Pantulan
bias cahaya
Soal nomor 20
Bacalah teks anekdot ini
dengan cermat!
(1)
“Coba pikir lagi, Nak. (2) Barangkali kau berminat. (3) Kujual ladangku dengan
harga sangat murah. (4) Mungkin kau punya sejumlah uang yang saya perlukan,”
lelaki tua lusuh itu menyebut sejumlah harga. (5) Aryo tercengang. (6) Alangkah
murah dan wajah lelaki itu menyiratkan permohonan. (7) “Uang ini untuk biaya
berobat istri saya” (8) Tertegun. Aryo surut, merasa diri kerdil. (9)
Ditahannya tubuh yang menggigil. (10) Ia tak lagi berani membalas tatapan
juling lelaki tua lusuh itu. (11) Liang sunyi sangat legam di dalamnya. (12)
“Besok siang datanglah kembali ke sini. (13) Akan saya bayar lunas ladang itu.”
(14) Gugup, lelaki tua berpeci itu menyalami Aryo. (15) Menembus rintik gerimis
tiada henti membasahi pecinya. (16) Langkahnya terpincang-pincang. Tertatih-tatih
menjauh. (17) Menuruni jalan setapak tak jauh dari rumahnya, menjelang senja,
Aryo mencapai ladang yang dibelinya dari lelaki tua berpeci. (18) Ladang itu
terletak di lembah yang dikitari pegunungan. (19) Berpagar bambu berkeliling,
dan di dalamnya berdiri surau kayu. (20) Dalam gerimis, surau itu mengekalkan
sunyi, tak jauh dari rumah-rumah kampung yang dirobohkan buldoser. (21)
Pepohonan bergelimpangan ditebas gergaji mesin. (22) Ladang-ladang diratakan
sebagai dataran luas—cokelat kemerahan—dengan kupu-kupu senja berpasangan,
senyap dan rapuh. (23) Tinggal rumah lelaki tua berpeci, ladang yang dibeli
Aryo, dan surau kayu beratus tahun yang masih utuh berdiri.
Kalimat bermajas dalam kutipan cerpen
tersebut terdapat pada nomor...
A. (5)
B. (7)
C. (1)
D. (17)
E. (20)
Soal
nomor 21
Bacalah
teks anekdot ini dengan cermat!
(1)
“Coba pikir lagi, Nak. (2) Barangkali kau berminat. (3) Kujual ladangku dengan
harga sangat murah. (4) Mungkin kau punya sejumlah uang yang saya perlukan,”
lelaki tua lusuh itu menyebut sejumlah harga. (5) Aryo tercengang. (6) Alangkah
murah dan wajah lelaki itu menyiratkan permohonan. (7) “Uang ini untuk biaya
berobat istri saya” (8) Tertegun. Aryo surut, merasa diri kerdil. (9)
Ditahannya tubuh yang menggigil. (10) Ia tak lagi berani membalas tatapan
juling lelaki tua lusuh itu. (11) Liang sunyi sangat legam di dalamnya. (12)
“Besok siang datanglah kembali ke sini. (13) Akan saya bayar lunas ladang itu.”
(14) Gugup, lelaki tua berpeci itu menyalami Aryo. (15) Menembus rintik gerimis
tiada henti membasahi pecinya. (16) Langkahnya terpincang-pincang.
Tertatih-tatih menjauh. (17) Menuruni jalan setapak tak jauh dari rumahnya,
menjelang senja, Aryo mencapai ladang yang dibelinya dari lelaki tua berpeci.
(18) Ladang itu terletak di lembah yang dikitari pegunungan. (19) Berpagar
bambu berkeliling, dan di dalamnya berdiri surau kayu. (20) Dalam gerimis,
surau itu mengekalkan sunyi, tak jauh dari rumah-rumah kampung yang dirobohkan
buldoser. (21) Pepohonan bergelimpangan ditebas gergaji mesin. (22)
Ladang-ladang diratakan sebagai dataran luas—cokelat kemerahan—dengan kupu-kupu
senja berpasangan, senyap dan rapuh. (23) Tinggal rumah lelaki tua berpeci,
ladang yang dibeli Aryo, dan surau kayu beratus tahun yang masih utuh berdiri.
Nilai sosial yang terdapat dalam kutipan
tersebut adalah....
A. menawarkan
barang dengan harga murah
B. membeli
barang yang ditawarkan orang lain
C. memeriksakan
istri ke dokter
D. membantu
orang yang membutuhkan
E. menjual
barang yang tidak dibutuhkan
Soal
nomor 22
Bacalah kutipan
cerpen berikut dengan saksama !
“Min,
kita semua tahu bahwa orang hidup itu butuh uang, butuh pekerjaan. Betul
tidak?” Paimin mengangguk setuju.
“Kamu
sendiri bekerja untuk mencari uang, untuk mendapatkan uang to? Sekarang lihat
apa yang aku genggam. Uang, Min. Uang ini banyak sekali. Dengan uang ini, kamu
bisa beli apa saja. Kamu nggak usah repot-repot kerja siang malam lagi. Bawalah
uang ini, Min!”
Paimin
kaget bukan kepalang. Dia tidak menyangka sama sekali kalau sahabatnya ini suka
menyuap.
“Maaf,
uang ini dari mana. Untuk apa uang ini diberikan padaku?” tanya Paimin tidak
percaya.
“Kamu
tidak perlu pura-pura tidak tahu, Min. Di mana-mana urusan proyek biar lancar
pasti perlu uang. Iya, kan?” kata laki-laki itu setengah berbisik.
“Tidak
bisa! Aku tidak bisa menerima uang ini! Proyek harus melalui lelang. Bukan
begini caranya, main di belakang menghalalkan segala cara,” jawab Paimin dengan
nada tinggi.
“Paimin,
kita tidak perlu munafik. Kenapa harus susah-susah kalau di depan mata sudah
ada uang?
Keterkaitan isi cerita dengan kehidupan
sehari-hari adalah...
A. minta tolong kepada teman untuk
mendapatkan pekerjaan
B. menasihati orang lain agar tidak perlu bekerja
keras
C. menolong teman yang dilanda kesulitan
D. meringankan beban orang lain yang sangat
membutuhkan
E. menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan sesuatu.
Soal nomor 23
Bacalah teks berikut
ini dengan cermat!
“Mau
cari siapa?” sapa pembantu.
“Tante
ada?” tanyanya sambil membuka tutup bayi dalam gendongannya supaya tidak gerah.
“Oh,
sedang istirahat, baru saja pulang. Akhir-akhir ini Tante sibuk sekali.”
“Cobalah sampaikan padanya. Saya perlu
sekali.” Pembantu ragu-ragu. Matanya meneliti, melihat pada bayi.
“Ya,
tunggu dulu ya!”
Ia
duduk di kursi. Pegal-pegal di pahanya ia kendorkan.
“Ada
apa? Oh, ini ya bayinya yang baru lahir itu? Aduh, kenapa jadi begini?” ujar
tante tergopoh-gopoh.
la
berusaha tetap tabah. Ia angkat wajahnya lalu pelan-pelan ia utarakan
maksudnya. Dahi tante berkernyit.
“Sebentar,
aku ingat-ingat dulu... Siapa ya yang kemarin dulu... ah, mau Paing jadi tukang
kebun?” ujar tante tiba-tiba.
“Tentu
saja mau sekali!” jawabnya cepat. Harapannya mekar kembali.
“Kalau nggak salah temanku yang jadi
peragawati. Dia bilang tukang kebunnya pergi dan butuh tukang kebun baru.
Banyak tanamannya yang mahal-mahal mati, sayang benar, aku sering ke sana
dan... benar Paing mau? Dipikirlah dulu, sebab tempatnya jauh di Jakarta
Selatan sana.”
Sumber: Cerpen
“Paing” karya Edy Haryono
Nilai sosial yang terdapat dalam kutipan
tersebut adalah . . .
A. Memberikan
pertolongan kepada yang membutuhkan.
B. Mencari
pekerjaan ke sana kemari tanpa kenal lelah.
C. Yakin
bahwa pertolongan pasti akan datang.
D. Seorang
teman yang menjadi peragawati.
E. Meminta
pertolongan kepada seseorang.
Soal
Nomor 24
Bacalah teks berikut ini dengan
cermat!
Maka Khoja Bakhti Jamal pun membawa Alkis Menteri
kepada tempat perbendaharaan itu. Apabila Alkis Menteri melihat harta
perbendaharaan itu terlalu banyak, maka hatinya pun terlalu sukacita; mukanya
berseri-seri seperti bunga raya kembang. Maka ia pun berpikir di dalam hatinya,
“Adapun harta ini terlalu banyak, jika aku ambil setahu Khoja Bakhti Jamalini,
nescaya keluarlah rahasia ini. Seperti kata orang tua-tua dahulu kala, “Jika
memenggal kepala orang, jika kepada saudara sendiri pun jangan diberitahu”.
Demikian adatnya pekerjaan rahasia ini, sempurnalah aku. Adapun Khojah Bakti
Jamal ini, di atas perbendaharaan inilah aku bunuh, supaya seumur hidupku
datang kepada anak cucuku pun memakannya tiada habis, dan suatru pun tiada
balanya akan daku dan akan anak cucuku (Hikayat Amir Hamzah).
Isi hikayat tersebut adalah ….
A. Khoja
Bakti Jamal bersahabat baik dengan Alkis Menteri hingga akhir hayat.
B. Persahabatan
dua orang yang saling pengertian dan saling menolong.
C. Persahabatan
antara Khoja dan Alkis Menteri menjadi teladan bagi rakyat.
D. Alkis
Menteri hendak membunuh sahabatnya Khoja Bakti Jamal karena harta.
E. Alkis
Menteri terpaksa akan menghabisi sahabatnya demi menjaga rahasia.
Soal
Nomor 25
Bacalah teks berikut ini dengan
cermat!
MERDEKA BELANJA
Abstraksi
Di sebuah sekolah, murid-murid sedang sibuk membicarakan berita panas: korupsi
Chromebook. Katanya, pelakunya bukan calo di pasar loak, tapi orang besar yang
duduk manis di kursi empuk.
Orientasi
Pak Guru masuk kelas sambil senyum pahit. “Anak-anak, kalian tahu nggak kenapa
kita belum dapat Chromebook?” Murid serempak menjawab, “Karena sinyalnya lemah,
Pak?” Pak Guru geleng-geleng, “Bukan, karena anggarannya sudah lebih dulu
‘tersinyal’ ke dompet orang besar di gedung tinggi.”
Murid-murid terheran-heran. “Lho, bukannya ini demi Merdeka Belajar,
Pak?”
Pak Guru menjawab, “Betul. Tapi ternyata yang merdeka itu… bukan murid,
bukan guru, tapi sang pengatur dana. Merdeka belanja, merdeka nyimpen, merdeka
ngatur nasib anggaran.”
Krisis
Seorang murid nyeletuk polos, “Kalau begitu, Pak, kita belajar pakai papan
tulis aja?” Pak Guru menepuk jidat. “Iya, Nak. Ironis kan? Chromebook yang
harusnya di tangan kalian malah nyasar ke tangan orang penting berseragam rapi.
Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya butuh laptop? Murid sekolah, atau murid
rekening?”
Reaksi
Kelas langsung gaduh. Ada yang menirukan gaya orator: “Semua ini demi
pendidikan anak bangsa!” Murid lain menimpali, “Anak bangsa dompet, Pak!” Semua
tertawa. Pak Guru pun ikut, meski tawanya getir.
Koda
Akhirnya mereka sepakat: pelajaran paling berharga bukan dari Chromebook, tapi
dari kasus ini. Mereka belajar bahwa korupsi itu memang canggih, bisa bikin “update sistem” dari Merdeka
Belajar jadi Merdeka Belanja. Dan murid-murid pun bergumam, “Ternyata
pendidikan kita nggak cuma butuh guru, tapi juga butuh satpam anggaran!”
Karakter
Pak Guru yang digambarkan tersenyum pahit dan menepuk jidat saat murid
mengajukan pertanyaan reflektif, jika dianalisis secara mendalam, menunjukkan
bahwa beliau bukan hanya sekadar pengajar, tetapi juga menjadi mediator antara
realitas pendidikan dan kebijakan yang bermasalah; implikasi dari karakter ini
adalah:
A. Guru terlalu
pesimistis terhadap murid
B. Guru
berperan sebagai pelindung moral dan pembimbing kritis
C. Guru
hanya menanggapi humor murid
D. Guru
menolak untuk memberikan solusi praktis
E. Guru menyalahkan
murid atas kekurangan teknologi
Soal nomor
26
Bacalah teks berikut
ini dengan cermat!
Maka Khoja Bakhti Jamal pun membawa Alkis Menteri
kepada tempat perbendaharaan itu. Apabila Alkis Menteri melihat harta
perbendaharaan itu terlalu banyak, maka hatinya pun terlalu sukacita; mukanya
berseri-seri seperti bunga raya kembang. Maka ia pun berpikir di dalam hatinya,
“Adapun harta ini terlalu banyak, jika aku ambil setahu Khoja Bakhti Jamalini,
nescaya keluarlah rahasia ini. Seperti kata orang tua-tua dahulu kala, “Jika
memenggal kepala orang, jika kepada saudara sendiri pun jangan diberitahu”.
Demikian adatnya pekerjaan rahasia ini, sempurnalah aku. Adapun Khojah Bakti
Jamal ini, di atas perbendaharaan inilah aku bunuh, supaya seumur hidupku
datang kepada anak cucuku pun memakannya tiada habis, dan suatru pun tiada
balanya akan daku dan akan anak cucuku (Hikayat Amir Hamzah).
Nilai yang terkandung dalam kutipan
hikayat tersebut adalah ….
A. Agama
B. Kesopanan
C. Kesusilaan
D. Kebersamaan
E. Moral
Soal
nomor 27
Bacalah teks berikut
ini dengan cermat!
Alkisah Bayan
berhikayat. Maka kata Bayan, “Sekali peristiwa Nabi Sulaiman alaihi` salam
dipersembahkan oleh raja jin air ma‘al hayat pada suatu bejana kecil. Maka Nabi Allah Sulaiman pun bertanyakan
khasiat air ma‘al hayat itu kepada
seorang menteri baginda yang bernama Asad.”
Maka sembah Menteri Asad itu, “Ya, Tuanku Syah Alam!
Baiklah Tuanku minum, supaya kekal hidup Syah Alam hingga hari kiamat.”
Maka Nabi Allah Sulaiman pun bertanya pula kepada
menteri baginda, jin yang bernama Afrit itu, “Baiklah, supaya segala penyakit
di dalam tubuh Syah Alam hingga hari kiamat.”
Maka Nabi Sulaiman pun bertanya kepada menteri baginda
bernama Burung Ukab. Demikianlah titah baginda, “Hai menteriku! Betapakah
bicaramu? Aku minumkah air ini atau jangankah?”
Maka sembah Menteri Ukab, “Baik Syah Alam minum,
supaya Duli Syah Alam boleh kembali muda pula.”
Setelah itu, Nabi Allah Sulaiman pun bertanya kepada
Menteri Asad, “Baiklah Tuanku minum, supaya Duli Tuanku bertambah-tambah baik
paras. Tetapi pada antara patik ini daripada segala binatang, yang terlebih
bijaksana lagi berakal ialah landak itu. Baik Duli Syah Alam bertanya kepada
landak itu.”
Maka titah Nabi Sulaiman, “Di manakah landak itu
sekarang?” Maka sembahlah Asad, “Akan landak itu di dalam lubangnya.”
Maka titah Nabi Sulaiman kepada kuda, suruh pergi
memanggil landak itu, katanya, “Hai landak! Titah panggil engkau segera
kemari.”
Maka kata landak, “Mohonlah hamba dahulu.”
Maka kuda itu pun kembalilah menghadap baginda
Sulaiman. Demi Nabi Sulaiman mendengar sembah kuda itu, maka murkalah Nabi
Sulaiman akan landak.
Maka bertitah pula Nabi Sulaiman kepada anjing,
“Pergilah engkau panggil landak itu. Jika tiada ia mau kemari, hendaklah engkau
gagahi bawa kemari juga; baik jahat pun bawalah olehmu.”
Maka anjing pun pergilah dengan segera. Setelah sampai
ia ke lubang landak itu, maka ia pun bertempik, katanya, “Hai landak! Marilah
engkau dipanggil oleh Nabi Allah Sulaiman. Segeralah engkau ke luar. Jika tiada
mau dengan baik, dengan jahat aku bawa menghadap.”
Maka landak pun terkejut mendengar suara anjing itu
terlalu hebat bunyinya. Maka segeralah ia berlari-lari datang menghadap Nabi
Allah Sulaiman. Maka landak pun sujud kepalanya ke tanah.
Maka titah Raja Sulaiman kepada menterinya, “Manatah
katamu landak ini berakal lagi bijaksana? Mengapa kesuruh panggil kepada kuda
kenaikan aku yang mulia, tiada ia mau kemari; maka kusuruh panggil kepada
anjing yang hina itu, maka segera ia datang?”
Maka menteri itu pun menjunjung duli titah Raja
Sulaiman itu kepada landak.
Maka sahut landak, “Hai menteri yang budiman!
Sebenarnyalah titah Duli Syah Alam itu. Tetapi tidakkah tuan hamba tahu akan
khasiatnya? Adapun akan kuda itu suatu binatang yang mulia, sekali-kali tiada
ia akan berbuat fitnah kepada hamba; sebagaimana kata hamba. Demikianlah
dipersembahkannya ke bawah Duli Syah Alam dengan sembah durhaka. Jadi,
durhakalah hamba. Sebab itulah maka hamba segera datang, takut hamba dikatakan
durjaka ke bawah Duli Syah Alam itu.”
Berdasarkan
hikayat tersebut, nilai-nilai apa yang dapat dievaluasi dari keputusan Landak
yang hanya mau datang ketika dipanggil Anjing, serta bagaimana tindakan itu
mencerminkan perwatakan Landak dalam menghadapi risiko fitnah dan tanggung
jawabnya sebagai makhluk berakal?
A. Sikap Landak justru menunjukkan ketidakpatuhan, sebab ia menolak
panggilan kuda yang semestinya dihormati. Keengganannya menggambarkan kelemahan
karakter dan kurangnya integritas, karena lebih mengutamakan kenyamanan pribadi
daripada mematuhi panggilan resmi raja yang harus dihormati sepenuhnya.
B. Tindakan Landak menegaskan kecenderungan mencari keuntungan pribadi,
sebab ia menunggu ancaman anjing agar dapat tampil sebagai sosok patuh. Ini
menandakan sifat oportunis, tidak konsisten, dan minim komitmen moral terhadap
kejujuran ketika berhadapan dengan otoritas kerajaan dan para menterinya.
C. Keputusan Landak memperlihatkan kecerdikan memanfaatkan situasi, karena
ia menimbang karakter kuda dan anjing sebelum menjawab panggilan. Namun
tindakan ini lebih menonjolkan perhitungan pragmatis daripada nilai moral,
sehingga menunjukkan watak licik yang kaya strategi namun kurang berpegang pada
prinsip.
D. Keputusan Landak menggambarkan pemahaman mendalam terhadap risiko
fitnah, karena ia tahu kuda tidak akan memutarbalikkan pesan. Hal ini
menunjukkan kecermatan, kehati-hatian, dan prinsip moral kuat dalam menentukan
respon yang tepat terhadap titah raja tanpa melanggar tata krama istana.
E. Pilihan Landak menampilkan kehati-hatian tinggi untuk menjaga diri dari
fitnah kuda, serta memperlihatkan rasa takut terhadap konsekuensi bila menolak
panggilan raja. Tindakannya mencerminkan watak bijaksana sekaligus waspada
dalam menilai karakter makhluk lain sebelum mengambil keputusan penting.
Soal nomor 28
Berdasarkan
hikayat tersebut, analisislah amanat yang tersirat dari tindakan landak yang
menolak panggilan kuda tetapi segera datang setelah dipanggil anjing. Pilihlah
jawaban yang paling tepat yang menunjukkan pesan moral utama dari peristiwa
tersebut.
A. Amanat hikayat menegaskan bahwa seseorang
harus berhati-hati dalam menanggapi perintah, karena kesalahan memahami pesan
dapat menimbulkan fitnah. Sikap bijak diperlukan agar tindakan tidak membawa
kerugian dan tidak menimbulkan prasangka buruk terhadap diri ketika menghadapi
pemimpin.
B.
Amanat hikayat menunjukkan
bahwa ketaatan kepada pemimpin lebih penting daripada memastikan kebenaran
alasan penolakan. Dengan mengikuti perintah tanpa ragu, seseorang dianggap
setia, meskipun tindakannya tidak dipertimbangkan secara matang sebelum mengambil
keputusan yang berdampak besar.
C.
Amanat hikayat mengajarkan
bahwa kehati-hatian penting agar seseorang tidak difitnah. Landak memilih taat
pada panggilan anjing karena takut pesan berubah jika disampaikan kuda. Sikap
bijaksana mencegah salah paham dan menjaga hubungan baik dengan pemimpin.
D.
Amanat hikayat menyampaikan
bahwa keberanian menolak panggilan pemimpin dapat menjadi bentuk kejujuran.
Dengan berpegang pada keyakinannya sendiri, seseorang mampu menjaga martabat
meskipun risikonya adalah munculnya prasangka dari pemimpin terhadap tindakannya.
E.
Amanat hikayat menekankan
pentingnya mematuhi perintah pemimpin tanpa menimbang risiko secara berlebihan.
Dengan mengikuti perintah, seseorang menunjukkan kesetiaan yang menjadi dasar
hubungan antara bawahan dan pemimpin, meskipun terkadang keputusan itu tidak
sepenuhnya dipahami.
Soal
nomor 29
Bacalah teks berikut ini dengan
cermat!
MERDEKA BELANJA
Abstraksi
Di sebuah sekolah, murid-murid sedang sibuk membicarakan berita panas: korupsi
Chromebook. Katanya, pelakunya bukan calo di pasar loak, tapi orang besar yang
duduk manis di kursi empuk.
Orientasi
Pak Guru masuk kelas sambil senyum pahit. “Anak-anak, kalian tahu nggak kenapa
kita belum dapat Chromebook?” Murid serempak menjawab, “Karena sinyalnya lemah,
Pak?” Pak Guru geleng-geleng, “Bukan, karena anggarannya sudah lebih dulu
‘tersinyal’ ke dompet orang besar di gedung tinggi.”
Murid-murid terheran-heran. “Lho, bukannya ini demi Merdeka Belajar,
Pak?”
Pak Guru menjawab, “Betul. Tapi ternyata yang merdeka itu… bukan murid,
bukan guru, tapi sang pengatur dana. Merdeka belanja, merdeka nyimpen, merdeka
ngatur nasib anggaran.”
Krisis
Seorang murid nyeletuk polos, “Kalau begitu, Pak, kita belajar pakai papan
tulis aja?” Pak Guru menepuk jidat. “Iya, Nak. Ironis kan? Chromebook yang
harusnya di tangan kalian malah nyasar ke tangan orang penting berseragam rapi.
Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya butuh laptop? Murid sekolah, atau murid
rekening?”
Reaksi
Kelas langsung gaduh. Ada yang menirukan gaya orator: “Semua ini demi
pendidikan anak bangsa!” Murid lain menimpali, “Anak bangsa dompet, Pak!” Semua
tertawa. Pak Guru pun ikut, meski tawanya getir.
Koda
Akhirnya mereka sepakat: pelajaran paling berharga bukan dari Chromebook, tapi
dari kasus ini. Mereka belajar bahwa korupsi itu memang canggih, bisa bikin “update sistem” dari Merdeka
Belajar jadi Merdeka Belanja. Dan murid-murid pun bergumam, “Ternyata
pendidikan kita nggak cuma butuh guru, tapi juga butuh satpam anggaran!”
Reaksi
murid yang tertawa sekaligus menanggapi sindiran Pak Guru menunjukkan kesadaran
kritis terhadap praktik penyalahgunaan anggaran. Berdasarkan peristiwa ini,
manakah pernyataan yang paling tepat merefleksikan relevansi sikap kritis
terhadap perilaku korupsi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari?
A. Sikap
kritis hanya penting untuk murid, bukan masyarakat umum.
B. Sikap
kritis penting agar individu atau kelompok mampu mengidentifikasi, menilai, dan
mengambil tindakan bijak terhadap perilaku korupsi atau penyalahgunaan sumber
daya di lingkungan mereka.
C. Tertawa
dan sindiran tidak ada relevansinya dengan kehidupan nyata.
D. Mengkritik
praktik korupsi adalah hal yang sia-sia dan tidak relevan.
E. Perilaku
korupsi tidak mungkin terjadi di masyarakat.
Soal nomor 30
Reaksi murid yang
tertawa sekaligus menanggapi sindiran Pak Guru menunjukkan kesadaran kritis
terhadap praktik penyalahgunaan anggaran. Berdasarkan peristiwa ini, manakah
pernyataan yang paling tepat merefleksikan relevansi sikap kritis terhadap
perilaku korupsi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari?
A. Sikap
kritis hanya penting untuk murid, bukan masyarakat umum.
B. Tertawa
dan sindiran tidak ada relevansinya dengan kehidupan nyata.
C. Mengkritik
praktik korupsi adalah hal yang sia-sia dan tidak relevan.
D. Perilaku
korupsi tidak mungkin terjadi di masyarakat.
E. Sikap
kritis penting agar individu atau kelompok mampu mengidentifikasi, menilai, dan
mengambil tindakan bijak terhadap perilaku korupsi atau penyalahgunaan sumber
daya di lingkungan mereka
Soal nomor 31
Kasus
“Chromebook yang nyasar ke tangan orang penting berseragam rapi” dapat
dianalogikan dalam konteks distribusi sumber daya atau bantuan di masyarakat.
Dari perspektif evaluasi kebijakan publik, manakah pernyataan yang paling tepat
menunjukkan relevansi kasus ini terhadap perlunya sistem pengendalian
distribusi?
A. Sistem
pengendalian distribusi yang transparan dan akuntabel penting untuk memastikan
sumber daya atau bantuan publik tepat sasaran, menghindari penyalahgunaan oleh
pihak yang berkuasa.
B. Distribusi
sumber daya tidak memerlukan kontrol karena semuanya otomatis sampai ke tujuan.
C. Korupsi
tidak relevan karena hanya terjadi di sekolah.
D. Hanya
murid yang harus memahami mekanisme distribusi dana, bukan masyarakat.
E. Sumber
daya seharusnya dibagi secara acak agar semua kebagian.
Soal nomor 32
Dalam
teks, murid-murid menirukan gaya orator sambil menyebut “Semua ini demi
pendidikan anak bangsa!” dan “Anak bangsa dompet, Pak!” Pernyataan ini relevan
dengan kehidupan nyata di mana banyak slogan publik terdengar indah tetapi
tidak diikuti praktik yang sesuai. Dari perspektif evaluasi kritis terhadap
komunikasi publik, manakah kesimpulan yang paling tepat?
A. Slogan
publik selalu mencerminkan kenyataan.
B. Masyarakat
perlu mampu membedakan antara retorika yang menarik dan implementasi nyata agar
tidak termakan propaganda kosong.
C. Murid
seharusnya meniru semua kata-kata pejabat tanpa pertanyaan.
D. Retorika
hanya berlaku untuk guru dan murid, tidak untuk masyarakat.
E. Kritik
terhadap retorika publik adalah tindakan yang tidak relevan.
Soal nomor 33
seorang murid dalam
teks bertanya, “Kalau begitu, Pak, kita belajar pakai papan tulis aja?”
Pertanyaan ini dapat dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari masyarakat ketika
fasilitas atau bantuan yang seharusnya diterima tidak tersedia. Pernyataan
manakah yang paling tepat menggambarkan relevansi pertanyaan murid tersebut
terhadap sikap adaptasi dan kreativitas dalam menghadapi kendala nyata?
A. Tidak
ada relevansi karena murid harus selalu mengeluh.
B. Menggunakan
papan tulis saja tidak efektif, jadi semua usaha akan sia-sia.
C. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat atau individu yang mengalami keterbatasan
fasilitas perlu mencari alternatif kreatif agar tujuan belajar atau kerja tetap
tercapai.
D. Kreativitas
hanya penting di sekolah, bukan di kehidupan sehari-hari.
E. Murid
seharusnya menunggu fasilitas datang, tidak berinisiatif.
Soal nomor 34
Pak
Guru dalam teks menyatakan, “Merdeka Belajar ternyata yang merdeka itu bukan
murid, bukan guru, tapi sang pengatur dana.” Berdasarkan pernyataan ini,
manakah pernyataan berikut yang paling relevan untuk menggambarkan hubungan
antara kebijakan publik dan efektivitas implementasinya di masyarakat?
A. Kebijakan
publik akan selalu efektif tanpa perlu pengawasan.
B. Kebijakan
yang baik tidak akan pernah disalahgunakan.
C. Murid
dan masyarakat harus mengikuti kebijakan tanpa pertanyaan.
D. Efektivitas
kebijakan sangat bergantung pada integritas pihak yang mengelola sumber daya;
jika pengelola tidak jujur, tujuan kebijakan bisa gagal tercapai.
E. Anggaran
publik sebaiknya disimpan oleh pihak yang dianggap “besar” karena lebih tahu
prioritas.
Soal nomor 35
Jika
Anda membuat bagan kerangka teks dengan 5 kolom sesuai struktur anekdot,
manakah pasangan yang paling tepat antara kolom dan isi yang sesuai dari teks
“Merdeka Belanja”?
A. Abstraksi:
Murid berdiskusi → Orientasi: Murid tertawa → Krisis: Pak Guru masuk → Reaksi:
Chromebook hilang → Koda: Pendidikan penting
B. Abstraksi:
Murid berdiskusi → Orientasi: Pak Guru masuk → Krisis: Murid bertanya → Reaksi:
Kelas gaduh tertawa → Koda: Pelajaran moral dari kasus
C. Abstraksi:
Chromebook hilang → Orientasi: Murid bertanya → Krisis: Murid belajar → Reaksi:
Pak Guru senyum → Koda: Tidak ada pesan
D. Abstraksi:
Pak Guru masuk → Orientasi: Murid terheran → Krisis: Reaksi kelas → Reaksi:
Koda moral
E. Abstraksi:
Koda moral → Orientasi: Pak Guru senyum → Krisis: Murid berdiskusi → Reaksi:
Chromebook hilang → Koda: Pendidikan penting
Soal nomor 36
Bacalah
teks anekdot ini dengan cermat!
FOTOKOPI ASLI
Abstraksi
Di sebuah jalan yang ramai, seorang
pengendara motor melaju tanpa spion, helm, dan knalpot berisik. Siapa sangka,
hari itu akan menjadi pengalaman yang bikin kita tersenyum sekaligus
geleng-geleng kepala.
Orientasi
Pak Polisi sedang melakukan patroli
resmi untuk memeriksa ketertiban pengendara. Saat itu, ia melihat seorang
pengendara motor yang mencurigakan. Dengan sopan ia menghentikan pengendara
itu.
“Selamat siang, Pak,” sapa Pak
Polisi.
“Ada apa, Pak?” sahut pengendara,
sambil menoleh heran.
“Apakah Bapak tahu kesalahan Bapak?”
tanya Pak Polisi dengan ramah.
“Tidak, Pak,” jawab pengendara
polos.
Krisis
Pak Polisi menatap pengendara dan
bertanya lagi, “Mengapa Bapak tidak memakai helm?”
“Ah, rumah saya dekat kok, Pak,”
jawab pengendara sambil tersenyum.
Lalu Pak Polisi meminta SIM dan
STNK. Pengendara menyerahkan fotokopi dokumen itu.
“Maaf, Bapak. Saya minta yang asli,
bukan fotokopi,” kata Pak Polisi tetap ramah.
Pengendara menjawab, “Ini juga asli,
Pak. Fotokopi asli lho!”
“Bapak, saya minta yang asli dong,”
ujar polisi.
Pengendara mulai kesal. “Anda tidak
percaya pada saya ya, Pak? Nanti bisa dibuktikan bertanya ke tetangga saya
bahwa ini asli. Kalau mau, Anda saya tuntut lho!” kata pengendara itu pada pak
polisi.
Reaksi
Pak Polisi menahan sabar, tersenyum,
dan berkata, “Mohon maaf Bapak, karena Bapak tidak memakai helm, knalpot tidak
standar, dan tidak menunjukkan surat-surat asli, Anda kami tilang.” “Lho, Pak…
ini fotokopi asli lho!” bentak pengendara.
Koda
Di akhir, pengendara pergi sambil
menggerutu, terus menepuk-nepuk fotokopi “asli”-nya seakan bisa membuktikan
keabsahan hukum. Pak Polisi hanya tersenyum, menulis tilang dengan tenang,
sambil bergumam, “Kalau fotokopi bisa bikin lolos tilang, mungkin besok kita
minta fotokopi helm juga… biar lengkap!”
Jika seorang siswa membuat kerangka bagan untuk menilai interaksi
karakter dalam teks anekdot “Fotokopi Asli”, di mana Pak Polisi bersikap
profesional tetapi pengendara bersikap konyol, bagian mana yang seharusnya
menjadi fokus utama untuk menunjukkan konflik
yang menimbulkan humor dan dapat ditampilkan dalam bagan sebagai titik
puncak konflik?
A. Abstraksi, karena memperkenalkan
pengendara yang berperilaku lucu.
B. Orientasi, karena memperlihatkan Pak
Polisi sedang patroli resmi
C. Krisis, karena menunjukkan
ketegangan antara pengendara yang menggunakan fotokopi dokumen dengan polisi
yang meminta dokumen asli
D. Reaksi, karena pengendara mulai
membela diri dan berdebat dengan polisi
E. Koda, karena pengendara pergi sambil
menggerutu dan polisi menulis tilang
Soal nomor 37
Seorang siswa diminta menyusun bagan
yang memetakan tujuan tiap bagian teks anekdot “Fotokopi Asli” dalam konteks
pendidikan karakter dan hukum, dengan menekankan bagian yang menunjukkan nilai
kesabaran dan ketegasan seorang aparat penegak hukum. Manakah bagian yang
seharusnya ditempatkan pada posisi penekanan nilai karakter Pak Polisi dalam
bagan?
A. Abstraksi
B. Orientasi
C. Krisis
D. Reaksi
E. Koda
Soal nomor 38
Bacalah teks anekdot ini dengan
cermat!
JANJI MANIS KETUA
Abstrak
Janji politik itu memang manis, bahkan di sekolah sekalipun.
Orientasi
Di SMA Merdeka Raya, pemilihan ketua OSIS berlangsung meriah. Tiga kandidat
beradu visi misi. Mandra berjanji akan mengajari teman-teman yang kesulitan
matematika. Paijo ingin menegakkan kedisiplinan. Tapi Alek, dengan gaya
kocaknya sambil beratraksi joget yang menghibur, menjanjikan sesuatu yang bikin
semua siswa heboh: belajar bareng tentor bimbel terkenal dan… traktiran bakso
gratis tiap bulan!
Krisis
Tentu saja, Alek menang telak. Namun, sebulan berlalu, tidak ada tentor, tidak
ada bakso, hanya ada… kabar iuran. Siswa pun mulai protes. “Lho, katanya
gratis? Kok sekarang minta iuran?”
Reaksi
Alek panik, lalu mencari solusi. Akhirnya ia menawarkan ide baru: acara Hari
Belajar & Makan Bersama. Bukan tentor mahal, tapi guru yang bersedia
diundang atau alumni. Bukan traktiran pribadi, tapi dana OSIS ditambah
sumbangan kecil darinya. Semua tersenyum, meski dalam hati beberapa siswa masih
berharap bakso gratis sepuasnya.
Koda
Akhirnya semua sepakat dengan acara baru itu.
Tapi sejak saat itu, setiap kali ada yang bilang “janji manis”, teman-teman
langsung nyeletuk, “Manis dan enak sih…iya.
tapi ujung-ujungnya disuruh bayar.
Apa hubungan sebab-akibat yang paling tepat dari rangkaian peristiwa
dalam teks anekdot tersebut?
A. Karena
Alek menjanjikan traktiran bakso gratis tiap bulan, maka siswa menjadi rajin
belajar matematika.
B. Karena
Mandra dan Paijo tidak terpilih sebagai ketua OSIS, maka mereka berhenti
melaksanakan janji mereka.
C. Karena
Alek tidak mampu memenuhi janji mengundang tentor dan traktiran bakso, maka ia
mencari alternatif berupa acara Hari Belajar & Makan Bersama.
D. C dan E
benar.
E. Karena
Alek terlalu semangat berkampanye, maka janji yang ia buat justru memberatkan
dirinya sendiri setelah terpilih.
Soal nomor 39
Bacalah
teks anekdot ini dengan cermat!
FOTOKOPI ASLI
Abstraksi
Di sebuah jalan yang ramai, seorang
pengendara motor melaju tanpa spion, helm, dan knalpot berisik. Siapa sangka,
hari itu akan menjadi pengalaman yang bikin kita tersenyum sekaligus
geleng-geleng kepala.
Orientasi
Pak Polisi sedang melakukan patroli
resmi untuk memeriksa ketertiban pengendara. Saat itu, ia melihat seorang
pengendara motor yang mencurigakan. Dengan sopan ia menghentikan pengendara
itu.
“Selamat siang, Pak,” sapa Pak
Polisi.
“Ada apa, Pak?” sahut pengendara,
sambil menoleh heran.
“Apakah Bapak tahu kesalahan Bapak?”
tanya Pak Polisi dengan ramah.
“Tidak, Pak,” jawab pengendara
polos.
Krisis
Pak Polisi menatap pengendara dan
bertanya lagi, “Mengapa Bapak tidak memakai helm?”
“Ah, rumah saya dekat kok, Pak,”
jawab pengendara sambil tersenyum.
Lalu Pak Polisi meminta SIM dan
STNK. Pengendara menyerahkan fotokopi dokumen itu.
“Maaf, Bapak. Saya minta yang asli,
bukan fotokopi,” kata Pak Polisi tetap ramah.
Pengendara menjawab, “Ini juga asli,
Pak. Fotokopi asli lho!”
“Bapak, saya minta yang asli dong,”
ujar polisi.
Pengendara mulai kesal. “Anda tidak
percaya pada saya ya, Pak? Nanti bisa dibuktikan bertanya ke tetangga saya
bahwa ini asli. Kalau mau, Anda saya tuntut lho!” kata pengendara itu pada pak
polisi.
Reaksi
Pak Polisi menahan sabar, tersenyum,
dan berkata, “Mohon maaf Bapak, karena Bapak tidak memakai helm, knalpot tidak
standar, dan tidak menunjukkan surat-surat asli, Anda kami tilang.” “Lho, Pak…
ini fotokopi asli lho!” bentak pengendara.
Koda
Di akhir, pengendara pergi sambil
menggerutu, terus menepuk-nepuk fotokopi “asli”-nya seakan bisa membuktikan
keabsahan hukum. Pak Polisi hanya tersenyum, menulis tilang dengan tenang,
sambil bergumam, “Kalau fotokopi bisa bikin lolos tilang, mungkin besok kita
minta fotokopi helm juga… biar lengkap!”
Seorang siswa diminta untuk membuat
bagan ringkas yang menunjukkan alur
logika humor dan sindiran dalam teks anekdot “Fotokopi Asli”, sehingga
bagian yang paling tepat dijadikan puncak
humor dalam bagan adalah bagian yang menampilkan keabsurdan klaim
pengendara tentang fotokopi “asli”. Berdasarkan analisis teks secara kritis,
bagian manakah yang sebaiknya ditempatkan di puncak humor?
A. Abstraksi, karena memperkenalkan
situasi lucu pengendara motor tanpa spion dan helm
B. Orientasi, karena memperlihatkan
polisi sedang patrol
C. Krisis, karena pengendara mengklaim
fotokopi sebagai dokumen asli dan menantang polisi
D. Reaksi, karena pengendara membantah
polisi dan tetap membela fotokopi “asli”
E. Koda, karena pengendara pergi sambil
menepuk-nepuk fotokopi dan polisi menulis tilang sambil bergumam
Soal nomor 40
Jika
guru meminta Anda untuk membuat bagan alur cerita anekdot “Fotokopi Asli”
berdasarkan bagian-bagian penting teks, manakah dari pernyataan berikut yang
paling tepat untuk menggambarkan bagian krisis, mengingat krisis
merupakan puncak konflik yang memunculkan pertentangan antara karakter?
A. Pengendara menyerahkan fotokopi
dokumen kepada polisi dan mulai bersikap defensif, bahkan menantang untuk
dibuktikan tetangganya bahwa dokumen itu asli.
B. Polisi menulis tilang sambil
tersenyum dan bergumam mengenai fotokopi helm.
C. Pengendara mengendarai motor tanpa
helm dan knalpot berisik di jalan yang ramai.
D. Polisi melakukan patroli resmi untuk
memeriksa ketertiban pengendara.
E. Pengendara pergi sambil menggerutu
dan menepuk-nepuk fotokopi “asli”-nya.
Soal nomor 41
Bacalah teks berikut ini dengan cermat!
HASIL ANGKET
KEDISIPLINAN KELAS X-E: APA YANG SUDAH DAN PERLU DIPERBAIKI?
Kedisiplinan siswa kelas X-E dapat
ditinjau dari hasil angket yang diisi oleh 32 responden. Angket tersebut
menyoroti berbagai aspek kedisiplinan, mulai dari ketepatan waktu masuk kelas,
kepatuhan mengerjakan tugas, maupun kemampuan mengendalikan diri dari pengaruh
buruk teman. Data ini penting, sebab dapat menjadi dasar untuk melihat sejauh
mana siswa sudah menunjukkan sikap disiplin serta hal-hal yang masih perlu
diperbaiki.
Pertama, pada aspek ketepatan waktu masuk
kelas, sebanyak 23 siswa (71,8%) mengaku selalu hadir tepat waktu, sedangkan
sisanya masih sering terlambat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
sudah memiliki kebiasaan positif, tetapi masih ada yang perlu meningkatkan
kedisiplinan.
Kedua, terkait dengan penyelesaian tugas,
sebanyak 20 siswa (62,5%) selalu mengumpulkan tugas tepat waktu, sementara
sekitar 12 siswa lainnya masih sering menunda. Ini menjadi tantangan
tersendiri, karena apabila keterlambatan mengumpulkan tugas terus terjadi, maka
hal itu dapat memengaruhi hasil belajar.
Ketiga, kemampuan mengendalikan diri juga
terlihat cukup baik. Sebanyak 25 siswa (78,1%) menyatakan mampu menolak ajakan
teman untuk melakukan kebiasaan buruk, meskipun ada sebagian kecil yang kadang
masih mudah terpengaruh.
Keempat, hampir seluruh siswa, yaitu 29
orang (90,6%), menyadari bahwa kedisiplinan harus dimulai dari diri sendiri.
Kesadaran ini merupakan modal penting, baik untuk membangun karakter pelajar
yang mandiri maupun untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Kelima, sebanyak 27 siswa (84,3%) percaya
bahwa membiasakan perilaku baik akan berdampak positif pada masa depan mereka.
Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat, baik antara kesadaran diri maupun
antara motivasi untuk berperilaku disiplin.
Berdasarkan hasil angket, dapat
disimpulkan bahwa mayoritas siswa kelas X-E sudah menunjukkan kedisiplinan yang
baik, terutama dalam hal masuk kelas tepat waktu, mengendalikan diri, dan juga
menyadari pentingnya perilaku positif. Akan tetapi, masih ada sebagian siswa
yang perlu memperbaiki kebiasaan menunda tugas serta terlambat masuk kelas.
Oleh karena itu, pembiasaan disiplin harus terus ditanamkan, agar tidak hanya
sebagian siswa saja yang berkembang menjadi pribadi bertanggung jawab,
melainkan seluruh siswa mampu menunjukkan karakter yang baik.
Berdasarkan data bahwa 71,8%
siswa tepat waktu, 62,5% mengumpulkan tugas, dan 78,1% mampu menolak ajakan
buruk, kalimat tesis yang paling tepat menekankan hubungan kebiasaan baik dengan
tanggung jawab sosial adalah …
A. Disiplin siswa X-E cukup baik karena sebagian besar tepat waktu dan
taat aturan, tetapi hal itu hanya sebatas kebiasaan sekolah yang tidak memberi
pengaruh berarti terhadap kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak perlu ditarik
pada aspek tanggung jawab sosial yang lebih luas.
B. Data angket kedisiplinan siswa X-E menunjukkan perilaku tepat waktu,
kepatuhan mengerjakan tugas, serta kemampuan menolak pengaruh buruk, yang jika
dibiasakan akan membentuk pribadi bertanggung jawab secara sosial, karena
kebiasaan baik di sekolah menjadi cermin sikap dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Sebagian besar siswa kelas X-E sudah menunjukkan sikap disiplin yang
memadai, seperti hadir tepat waktu dan mengumpulkan tugas sesuai jadwal, tetapi
masih ada yang terlambat dan menunda pekerjaan, sehingga kedisiplinan tersebut
tidak dapat dianggap sebagai faktor penting dalam pembentukan tanggung jawab
sosial.
D. Hasil angket kedisiplinan memperlihatkan bahwa meskipun ada siswa
yang masih kurang disiplin, mayoritas sudah mampu membiasakan diri dengan
kebiasaan baik, sehingga membentuk karakter positif, tetapi hal itu hanya akan
berdampak pada individu tanpa berhubungan dengan tanggung jawab sosial di
masyarakat.
E. Kedisiplinan siswa kelas X-E, yang ditunjukkan dengan kemampuan
hadir tepat waktu, mengumpulkan tugas, serta mengendalikan diri, hanyalah bukti
bahwa sekolah telah berhasil menegakkan aturan, sehingga kedisiplinan tersebut
sebatas kepatuhan formal yang tidak dapat dihubungkan dengan aspek sosial.
Soal
nomor 42
Kalimat tesis
manakah yang paling objektif dan informatif dengan memanfaatkan fakta bahwa 23
siswa (71,8%) hadir tepat waktu, tetapi sebagian kecil masih sering terlambat,
untuk menekankan pentingnya kebiasaan baik sebagai dasar tanggung jawab sosial?
A. Data
menunjukkan bahwa ketepatan waktu masuk kelas yang dicapai oleh 23 siswa atau
sekitar 71,8% merupakan kebiasaan baik yang patut dipertahankan, sedangkan
sisanya yang masih terlambat perlu memperbaiki diri, sebab disiplin waktu bukan
sekadar kepentingan pribadi, tetapi juga cerminan tanggung jawab sosial dalam
kehidupan bersama.
B. Angket
memperlihatkan bahwa hanya 23 siswa dari 32 responden yang mampu hadir tepat
waktu, sementara sisanya masih sering terlambat, sehingga kedisiplinan tidak
penting untuk diperhatikan lebih lanjut karena hal ini hanya berdampak pada
jadwal guru tanpa hubungan langsung dengan tanggung jawab sosial siswa di
masyarakat.
C. Fakta
bahwa 23 siswa tepat waktu dan sisanya masih terlambat sebenarnya hanya
menunjukkan variasi perilaku individu, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan
objektif bahwa kedisiplinan di sekolah akan memengaruhi karakter sosial, karena
perilaku masuk kelas tepat waktu hanyalah rutinitas administratif tanpa makna
lebih luas.
D. Sebagian
besar siswa kelas X-E, yaitu 23 orang atau sekitar 71,8%, telah menunjukkan
kebiasaan baik berupa ketepatan waktu masuk kelas, namun masih ada yang perlu
memperbaiki diri, sehingga penggunaan fakta ini dapat menjadi dasar untuk
menanamkan kesadaran bahwa disiplin waktu adalah bagian dari tanggung jawab
sosial di masyarakat.
E. Berdasarkan
hasil angket, perilaku siswa dalam hal ketepatan waktu masuk kelas cukup
bervariasi, namun angka 71,8% siswa yang sudah hadir tepat waktu tidak terlalu
penting, karena fokus utama kedisiplinan sebaiknya lebih diarahkan pada aspek
kognitif pembelajaran, bukan pada aspek sosial yang berkaitan dengan tanggung
jawab terhadap orang lain.
Soal nomor 43
Jika
seorang siswa menunda mengumpulkan tugas karena terbiasa menganggap remeh
aturan sekolah, manakah kalimat argumentasi kritis terselubung yang paling
persuasif dan menghubungkan fenomena individu dengan kritik sosial?
A. Seorang
siswa yang menunda tugas mungkin hanya malas, tetapi fenomena ini sebenarnya
mencerminkan lemahnya budaya menghargai aturan di masyarakat yang jika terus
dibiarkan akan melahirkan generasi yang terbiasa mengabaikan tanggung jawab
bersama.
B. Keterlambatan
tugas siswa seharusnya dipahami sebagai kelemahan individu semata tanpa ada
kaitan dengan kehidupan sosial, karena kebiasaan belajar setiap orang tidak
pernah memengaruhi keteraturan masyarakat secara umum.
C. Jika
siswa sering terlambat mengumpulkan tugas, hal ini menunjukkan bahwa sekolah
gagal mendidik mereka, sehingga masyarakat tidak bisa berharap pada generasi
muda yang seharusnya menjadi agen perubahan sosial di masa depan yang lebih
baik.
D. Kedisiplinan
siswa dalam tugas hanyalah persoalan pribadi, karena apa yang dilakukan di
sekolah tidak akan pernah berdampak pada masyarakat yang lebih luas, sehingga
tidak perlu diperdebatkan atau dijadikan bahan refleksi sosial bersama.
E. Fenomena
siswa menunda tugas patut dipandang wajar karena semua orang berhak menentukan
cara belajarnya sendiri, meskipun kebebasan ini pada akhirnya justru melahirkan
sikap acuh tak acuh terhadap aturan sosial yang menuntut kebersamaan dan
keteraturan hidup.
Soal nomor 44
Berdasarkan
data bahwa 23 siswa hadir tepat waktu (71,8%) tetapi masih ada yang terlambat,
tesis argumentatif berikut manakah yang tepat memanfaatkan data untuk kritik
sosial?
A.
Kehadiran
sebagian besar siswa yang tepat waktu menunjukkan adanya kebiasaan baik yang
seharusnya menjadi teladan, namun fakta masih adanya siswa terlambat
mencerminkan kurangnya kesadaran kolektif bahwa disiplin bukan sekadar urusan
pribadi, melainkan bagian dari tanggung jawab sosial yang wajib dijaga di
lingkungan sekolah.
B.
Ketepatan
waktu masuk kelas adalah hal yang sederhana sehingga tidak perlu dijadikan
bahan penelitian lebih lanjut, karena siswa secara otomatis akan terbiasa hadir
tepat waktu ketika mereka sudah semakin dewasa dan memiliki kesadaran sendiri
tanpa dipengaruhi oleh aturan sekolah maupun peran guru yang terlalu ketat.
C.
Kedisiplinan
dalam kehadiran tepat waktu memang penting untuk membangun karakter pribadi,
tetapi hal itu sering kali dilebih-lebihkan oleh sekolah sehingga tidak terlalu
berdampak pada kehidupan sosial siswa, karena keterlambatan beberapa siswa
masih dianggap wajar dan tidak membawa akibat yang serius dalam masyarakat.
D.
Fakta
tentang siswa yang hadir tepat waktu sebenarnya hanya menggambarkan kondisi
internal kelas, sehingga tidak dapat dijadikan dasar kritik sosial, karena hal
tersebut tidak memiliki relevansi langsung dengan perilaku bermasyarakat yang
lebih luas dan tidak bisa dihubungkan dengan tanggung jawab sosial yang lebih
besar.
E.
Keterlambatan
sebagian siswa sebaiknya hanya dianggap persoalan teknis yang wajar, karena
tidak ada bukti nyata bahwa kebiasaan datang terlambat ke sekolah akan
benar-benar memengaruhi kehidupan sosial mereka di masyarakat, sehingga
persoalan ini tidak perlu dijadikan bahan kritik dalam tulisan eksposisi
kritis.
Soal nomor 45
Kalimat penegasan ulang yang menekankan
keterkaitan disiplin pribadi dan tanggung jawab sosial adalah …
A. Karena
mayoritas siswa kelas X-E sudah menunjukkan kedisiplinan yang baik, maka tidak
perlu lagi dilakukan pembiasaan perilaku positif, sebab kedisiplinan akan
tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya usaha bersama maupun peran sekolah,
sehingga ajakan untuk memperbaiki diri tidak begitu relevan dalam konteks hasil
angket tersebut.
B. Meskipun
sebagian siswa masih sering menunda tugas dan terlambat masuk kelas, hal
tersebut tidak begitu penting untuk ditindaklanjuti karena mereka bisa saja
memperbaiki diri tanpa harus diberikan ajakan sosial yang menekankan tanggung
jawab bersama di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
C. Dengan
memahami bahwa kedisiplinan bukan hanya urusan pribadi, melainkan cerminan
tanggung jawab terhadap orang lain, maka marilah siswa kelas X-E bersama-sama
menumbuhkan budaya tepat waktu, patuh pada tugas, dan mampu mengendalikan diri
agar kelak menjadi generasi yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.
D. Semua
bentuk kedisiplinan pada akhirnya hanya berhubungan dengan nilai akademik,
sehingga ajakan untuk meningkatkan perilaku baik tidak perlu menyinggung
tanggung jawab sosial karena yang utama adalah nilai raport, bukan kesadaran
pribadi atau pengaruhnya terhadap lingkungan masyarakat di sekitar siswa.
E. Data
angket menunjukkan adanya kesadaran yang cukup tinggi tentang disiplin, tetapi
cukup dengan pengawasan guru semata tanpa perlu mengajak siswa untuk
merefleksikan kedisiplinan itu sebagai modal sosial, karena setiap individu
pada akhirnya bertanggung jawab hanya pada dirinya sendiri, bukan pada
masyarakat luas.
Soal nomor 46
Kalimat
manakah yang paling tepat menggunakan konjungsi korelatif untuk menghubungkan
fakta 84,3% siswa percaya pada dampak positif kebiasaan baik dengan opini
tentang masa depan?
A. Tidak hanya 27 siswa percaya bahwa
kebiasaan baik berdampak positif, tetapi juga keyakinan itu menegaskan bahwa
perilaku disiplin di sekolah adalah bentuk tanggung jawab sosial yang kelak
mengarahkan mereka pada kesuksesan dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Fakta keyakinan siswa pada kebiasaan baik
tidak memiliki relevansi dengan kehidupan sosial.
C. Data 84,3% hanya berarti bahwa siswa ingin
terlihat baik di mata guru.
D. Meskipun ada siswa percaya disiplin
penting, hal ini tidak akan berpengaruh pada masa depan.
E. Keyakinan siswa pada kebiasaan baik
semata-mata untuk tujuan akademik, bukan sosial.
Soal nomor 47
Jika ingin menekankan pertentangan antara
penyelesaian tugas dan dampaknya terhadap hasil belajar, kalimat yang tepat
adalah …
A.
Sebagian
besar siswa selalu mengumpulkan tugas tepat waktu karena mereka ingin nilai
bagus.
B.
Meskipun
62,5% siswa mengumpulkan tugas sesuai jadwal, masih ada 12 siswa yang sering
menunda sehingga kondisi tersebut bertentangan dengan semangat tanggung jawab
sosial dan berpotensi menurunkan kualitas hasil belajar baik untuk diri sendiri
maupun bagi kelompok belajar mereka.
C.
Semua
siswa mengumpulkan tugas tepat waktu tanpa ada perbedaan sedikit pun.
D.
Walaupun
siswa sering menunda tugas, tidak ada dampak yang serius pada prestasi belajar.
E.
Siswa
yang menunda tugas tetap bisa berprestasi sama dengan yang disiplin.
Soal nomor 48
Kalimat
kritik sosial yang tepat dengan menggunakan konjungsi bersyarat dari data “12
siswa sering menunda tugas” adalah …
A.
Jika
kebiasaan menunda pengumpulan tugas terus dibiarkan tanpa ada pembiasaan
disiplin yang tegas dari guru, maka hal itu akan menurunkan kualitas tanggung
jawab siswa dalam kehidupan sosial karena mereka terbiasa mengabaikan kewajiban
yang seharusnya diselesaikan tepat waktu.
B.
Jika
siswa menunda tugas, maka guru akan selalu memakluminya karena setiap anak
memiliki kesibukan lain di rumah sehingga perilaku ini tidak perlu dianggap
masalah serius.
C.
Jika
guru tidak memberi hukuman, maka siswa tetap akan malas, dan itu merupakan hal
wajar karena semua orang juga pernah lupa mengerjakan sesuatu.
D.
Jika
keterlambatan tugas hanya dilakukan sebagian siswa, maka tidak perlu ada
peraturan ketat karena mayoritas sudah mengumpulkan tepat waktu.
E.
Jika
siswa menunda tugas, maka hal itu tidak berdampak pada kehidupan sosial, karena
yang rugi hanyalah siswa tersebut sendiri.
Soal nomor 49
Manakah
kalimat yang paling tepat menggunakan konjungsi temporal untuk menegaskan
hubungan waktu keterlambatan siswa masuk kelas?
A.
Banyak
siswa kelas X-E sering menunda-nunda masuk kelas dengan alasan sepele, dan hal
itu tidak berkaitan sama sekali dengan prestasi belajar, sebab kedisiplinan
hanyalah persoalan pribadi yang tidak harus selalu dihubungkan dengan kewajiban
akademik yang menjadi tanggung jawab bersama di sekolah.
B.
Siswa
yang terbiasa menunda masuk kelas akan semakin kehilangan waktu belajar, sebab
ketika guru sudah memulai penjelasan, mereka baru memasuki kelas dengan
terburu-buru, sehingga setiap keterlambatan membuat mereka tertinggal materi
sekaligus mengurangi rasa hormat kepada guru serta mengganggu proses
pembelajaran seluruh teman di kelas.
C.
Ketika
siswa menunda masuk kelas, hal itu bukanlah masalah besar, sebab guru biasanya
masih memberi waktu tambahan bagi mereka, sehingga keterlambatan tidak akan
berpengaruh besar pada hasil belajar, dan kedisiplinan bukanlah hal utama yang
harus dijadikan perhatian dalam kehidupan sekolah sehari-hari.
D.
Ada
sebagian siswa yang terlambat masuk kelas bukan karena kemauan sendiri,
melainkan karena harus membantu pekerjaan rumah terlebih dahulu, sehingga
ketika mereka tiba di sekolah, jam pelajaran sudah berjalan, dan kondisi ini
memperlihatkan bahwa faktor luar sekolah sangat berpengaruh pada perilaku
kedisiplinan siswa.
E.
Keterlambatan
siswa masuk kelas sebenarnya tidak mengganggu, sebab guru tetap bisa
melanjutkan pembelajaran, dan teman-teman yang hadir tepat waktu tetap bisa
fokus, sehingga masalah keterlambatan hanyalah hal kecil yang dapat diabaikan
tanpa perlu dijadikan bahan refleksi tentang pentingnya disiplin waktu di
sekolah.
Soal nomor 50
Bacalah Ringkasan Hasil Angket
Kedisiplinan Kelas X-E berikut ini secara cermat!
|
No |
Pertanyaan |
Tidak
Pernah |
Kadang-kadang |
Sering |
Selalu |
|
1 |
Saya
selalu masuk kelas tepat waktu saat jam KBM dimulai. |
0 |
0 |
9 |
23 |
|
2 |
Saya
pernah berada di luar kelas ketika jam pelajaran sudah dimulai. |
18 |
10 |
4 |
0 |
|
3 |
Saya
mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guru. |
1 |
5 |
13 |
13 |
|
4 |
Saya
sering menunda mengumpulkan tugas meskipun sudah ada batas waktunya. |
12 |
16 |
4 |
0 |
|
5 |
Saya
merasa mudah terpengaruh oleh ajakan teman yang memiliki kebiasaan kurang
baik. |
19 |
13 |
0 |
0 |
|
6 |
Saya
berusaha mengendalikan diri agar tidak ikut-ikutan kebiasaan buruk teman. |
2 |
1 |
8 |
21 |
|
7 |
Saya
menyadari bahwa kedisiplinan harus dimulai dari diri sendiri. |
1 |
1 |
5 |
25 |
|
8 |
Saya
berusaha menunjukkan karakter pelajar yang dewasa dengan bersikap disiplin. |
1 |
1 |
6 |
24 |
|
9 |
Saya
menghindari kebiasaan buruk di sekolah (misalnya: berbicara kasar, telat
masuk, telat tugas). |
0 |
4 |
7 |
21 |
|
10 |
Saya
percaya bahwa membiasakan perilaku baik akan berpengaruh positif pada masa
depan saya. |
0 |
0 |
2 |
30 |
Berikut
ini adalah pernyataan evaluatif yang tidak sesuai dengan isi tabel adalah….
A. Berdasarkan
tabel, sebagian besar siswa kelas X-E menunjukkan ketepatan waktu masuk kelas
dengan konsisten, terbukti 23 dari 32 responden selalu hadir tepat waktu. Hal
ini mencerminkan kesadaran tinggi terhadap pentingnya disiplin dalam
memanfaatkan waktu belajar. Namun, masih ada sembilan siswa yang hanya sering
hadir tepat waktu, sehingga perlu dilakukan pembinaan agar seluruh siswa bisa
mencapai kedisiplinan penuh tanpa pengecualian.
B. Hasil
angket memperlihatkan adanya masalah keterlambatan dan pelanggaran disiplin
waktu, terlihat dari 18 siswa yang mengaku pernah berada di luar kelas ketika
pelajaran dimulai. Meskipun ada 10 siswa yang hanya kadang-kadang melakukan hal
tersebut, fakta ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran sebagian siswa
terhadap pentingnya kehadiran penuh di kelas. Guru perlu meningkatkan
pengawasan dan memberikan motivasi agar siswa lebih konsisten hadir tepat
waktu.
C. Dalam
hal tanggung jawab akademik, tabel menunjukkan 13 siswa selalu mengerjakan
tugas tepat waktu, sementara 13 lainnya sering melakukannya. Namun, masih ada
16 siswa yang cenderung menunda pengumpulan tugas, sehingga memengaruhi
kualitas kedisiplinan mereka. Kondisi ini menandakan perlunya strategi guru
untuk menanamkan rasa tanggung jawab yang lebih kuat, seperti pemberian sanksi
mendidik atau sistem penghargaan bagi siswa yang konsisten disiplin.
D. Secara
umum, mayoritas siswa menyadari pentingnya disiplin, ditunjukkan dengan 25
siswa yang selalu memahami kedisiplinan harus dimulai dari diri sendiri, dan 24
siswa berusaha menunjukkan karakter dewasa melalui sikap disiplin. Selain itu,
30 siswa percaya kebiasaan baik akan berpengaruh positif pada masa depan. Hasil
ini membuktikan bahwa siswa telah memiliki kesadaran sikap yang baik, meskipun
praktiknya masih membutuhkan penguatan agar lebih merata.
E. Berdasarkan
hasil angket, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan siswa kelas X-E masih sangat
rendah. Sebagian besar siswa sering terlambat masuk kelas, jarang mengumpulkan
tugas tepat waktu, serta mudah terpengaruh ajakan teman untuk melakukan
kebiasaan buruk. Hanya sedikit siswa yang menunjukkan kesadaran pentingnya
disiplin. Kondisi ini menunjukkan bahwa perilaku disiplin belum menjadi budaya
positif di kelas X-E.
No comments:
Post a Comment