Saturday 6 November 2021

Fungsi, Struktur, dan Kaidah Teks Editorial

 Fungsi, Struktur,  dan Kaidah Teks Editorial


1.  Fungsi Teks Editorial

Editorial merupakan teks dalam suatu media massa yang menyatakan pandangan media yang bersangkutan terhadap suatu permasalahan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, di dalam editorial selalu ada fakta dan opini.

Editorial mengemukakan masalah aktual di masyarakat. Oleh redaksi, media yang bersangkutan, masalah itu diulas dengan disertai tanggapan-tanggapan. Isi tanggapan itu mungkin berupa pujian, kritikan, sindiran, ataupun saran.

Perhatikanlah kedua kalimat di bawah ini.

a.    Jumlah siswa di kelas itu bertambah dari semula 30 orang menjadi 32 orang.

b. Perlu ada perubahan formasi tempat duduk agar suasana belajar di kelas ini lebih menyenangkan.

Kalau kita perhatikan dengan cermat, isi dari kedua pernyataan itu berbeda. Pernyataan (a) menyampaikan fakta atau informasi. Adapun, pernyataan kedua menyampaikan pendapat atau saran terhadap fakta itu. Dengan memerhatikan sifat dari masing-masing pernyataan,

pernyataan (a) disebut dengan fakta dan pernyataan (b) disebut dengan pendapat atau opini.

a. Fakta adalah hal, keadaan, peristiwa yang merupakan kenyataan atau sesuatu yang benar- benar terjadi. Dengan kata lain, fakta merupakan potret tentang keadaan atau peristiwa. Oleh karena itu, fakta sulit terbantahkan karena dapat dilihat, didengar, atau diketahui oleh banyak pihak. Namun, fakta bisa saja berubah apabila ditemukan fakta baru yang lebih jelas dan akurat.

b.    Opini adalah pendapat, pikiran, ataupun pendirian. Opini belum pasti benar adanya.

Pendapat pribadi itu dapat salah atau benar, bukan? Pendapat seseorang juga dapat berbeda dengan pendapat lainnya. Suatu pendapat semakin mendekati kebenaran apabila ditunjang oleh fakta yang kuat dan meyakinkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fakta berfungsi sebagai dasar bagi suatu pendapat. Penulis mengemukakan fakta terlebih dahulu; kemudian berpendapat. Mungkin pula fakta berfungsi untuk memperjelas pendapat. Dalam hal ini, seseorang berpendapat terlebih dahulu, kemudian menyertainya dengan fakta-fakta. Berdasarkan pengertian dan contoh-contoh di atas, kita sekarang bisa membedakan fakta dengan opini.


Dalam editorial ataupun tajuk rencana suatu surat kabar atau majalah, fakta dan opini selalu muncul bersamaan. Pendapat-pendapat yang dikemukakannya itu bisa merupakan tanggapan atas fakta aktual yang terjadi di masyarakat yang kemudian menjadi sorotan bagi media itu.

Perhatikanlah contoh berikut.

 

Fakta

Opini

1.    Kini rata-rata waktu yang digunakan setiap siswa untuk belajar sekitar lima jam per hari.

2.    Sementara itu, pada tahun sebelumnya menurut survei sebuah LSM, waktu belajar mereka di luar kegiatan

sekolah hanya 2-3 jam per hari.

Kesadaran akan pentingnya belajar pada kalangan remaja Indonesia semakin meningkat, terutama apabila dilihat dari jumlah jam belajarnya. Kesadaran itu perlu ditunjang oleh kepedulian pihak orang

tua dan pemerintah, misalnya dengan menyediakan bahan bacaan yang bermutu dan sesuai dengan taraf perkembangan psikologi mereka.

Dari contoh di atas tampak bahwa opini yang dikemukakan itu merupakan tanggapan atas fakta-fakta yang ada. Dapat pula sebaliknya, pendapat yang dikemukakan itu diperkuat oleh fakta-fakta. Dengan adanya fakta-fakta menjadikan opini itu menjadi lebih kuat dan meyakinkan.

Fakta dan opini bisa menjadikan wawasan pembacanya bertambah luas. Lebih dari sekadar mengetahui tentang ada-tidaknya suatu peristiwa. Dengan membaca editorial, kita pun dapat lebih memahami sekaligus dapat menilai (bersikap kritis) terhadap suatu peristiwa. Perhatikanlah gambarannya dalam tabel berikut.

 

Mengetahui

Memahami

Mengkritisi

Waktu belajar siswa sekitar lima jam per hari.

Kesadaran belajar remaja

Indonesia semakin meningkat

Perlu kepedulian pihak orangtua dan pemerintah

Dengan demikian, fungsi dari keberadaan editorial lebih kompleks daripada berita. Apabila membaca berita kita sekadar mengetahui adanya suatu peristiwa, dengan membaca editorial kita pun akan lebih memahami dan bisa bersikap kritis. Hal ini karena di dalam editorial  ada  pendapat-pendapat  (penulis,  redaksi)  yang  bisa  memperjelas  pemahaman kita tentang peristiwa/keadaan yang menjadi ulasannya. Dengan sering membaca ataupun menyimak editorial kita diharapkan lebih bijak di dalam menanggapi suatu berita; lebih dewasa di dalam menghadapi suatu persoalan yang terjadi di lingkungan sekitar kita.


2. Struktur Teks Editorial

Editorial termasuk ke dalam jenis teks argumentatif, seperti halnya eksposisi, ulasan, dan teks-teks sejenis diskusi. Dengan demikian, struktur umum dari editorial adalah sebagai berikut.

a.    Pengenalan  isu sebagai  pendahuluan  teks,  yakni  berupa  sorotan  peristiwa  yang

mengandung suatu persoalan aktual. Dalam contoh di atas, fakta yang dimaksud adalah

peristiwa tukar guling SLTP 56, niat sebuah yayasan menjual sekolah miliknya di Kota

Bandung.

b.    Penyampaian   argumen‑argumen  sebagai   pembahasan,  yakni   berupa   tanggapan-

tanggapan redaktur dari media yang bersangutan berkenaan dengan peristiwa, kejadian,

atau persoalan aktual. Dalam teks tersebut, bagian ulasan dinyatakan dalam paragraf ke-2  sampai  paragraf  ke-6.  Di  dalam  ulasannya,  redaktur  antara  lain  mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan wujud dari kapitalisme pendidikan. Dalam bagian ini, penulis (redaktur) dapat pula menunjukkan keberpihakannya, entah itu kepada warga tertentu, pemerintah, pengusaha, ataupun pihak-pihak lainnya. Dalam persoalan ini, tampak bahwa redaktur berpihak pada warga yang hak-haknya terpinggirkan. Redaktur kemudian mengkritik atau menyalahkan pemerintah yang seolah-olah tidak berdaya di dalam menghadapi arus kapitalisme.

c.    Kesimpulan, saran ataupun rekomendasi sebagai penutup, berupa pernyataan dalam

menyelesaikan persoalan yang dikemukakan sebelumnya. Dalam teks itu, saran-saran


redaktur dinyatakan dalam paragraf ke-7-8. Saran yang dimaksud berupa kompromi, yakni berdamai dengan kapitalisme, perlunya persiapan dan langkah antisipatis terhadap kekuatan yang tak terbendung itu.



Berikut contoh struktur editorial lainnya.

 

Teks

Bagian

Penjelasan

Buruknya Pelayanan Pendidikan

Judul

 

Desentralisasi yang sudah lima belas tahun dilaksanakan, saat ini dianggap sedang menuju ke arah kegagalan. Salah satu indikator yang ditunjuk adalah pelaksanaan demokrasi dengan melakukan pemilihan langsung kepala daerah, yang hasilnya, melahirkan pimpinan yang korup dan tidak kompeten.

Itulah antara lain yang diungkap oleh Tim Visi Indonesia 2033 melalui sebuah diskusi yang digelar kemarin. Sebagaimana dikemukakan salah satu pembicara dari ITS Surabaya, Daniel Rosyid, akibat lahirnya pimpinan korup dan tak kompeten ini, warga gagal mendapatkan pelayanan publik yang memadai.

Apa yang diungkap Tim Visi Indonesia 2033 ini, rasanya sudah menjadi rahasia umum, merupakan masalah yang sejak lama sudah dirasakan masyarakat. Kendati  demikian,  diskusi  yang  digelar  Tim  Visi ini kemarin, memang sangat tepat sebagai forum reaktualisasi masalah yang dihadapi masyarakat sehari-hari yang sudah sejak lama terjadi.

Pengenalan isu

Pemilihan kepala daerah yang melahirkan pemimpin

korup dan tidak kompeten

Seperti biasanya, masalah yang lama terjadi, berulang-ulang  dan  tak  ada  perbaikan  sama  sekali

- sementara itu, kapasitas pimpinan yang ada tak mampu membawa perubahan — kecenderungannya akan menjadi masalah biasa yang tak dianggap lagi sebagai masalah.

Buruknya pelayanan kepada warga adalah masalah lama yang terus terjadi berulang-ulang dan karenanya, banyak   kepala   daerah   menganggap   hal   tersebut bukan lagi sebagai masalah. Masyarakat banyak pun, menyerah “pasrah bongkok-an’ tenggelam dalam lautan gerutu.

Banyaknya jumlah kepala daerah yang tersangkut perkara korupsi, juga sudah lama menjadi isu yang mengusik perhatian publik. Sejak 2004 hingga 2012, lebih dari 175 kepala daerah yang terdiri atas 17 gubernur dan 158 bupati dan wali kota menjalani pemeriksaan di lembaga antikorupsi ini. Ini berarti lebih dari separuh (50 persen) kepala daerah tingkat satu terseret kasus korupsi. Sampai November, angkanya terus bertambah, mencapai 309.

Argumen- argumen

 Pelayanan pemerintah kepada warganya buruk

 Kepala daerah banyak tersangkut korupsi


 

 

Demikian juga terhadap buruknya pelayanan publik yang dirasakan masyarakat selama ini. Terjadi lama, dan berulang, tak ada perbaikan. Lalu, menjadi biasa. Itu sebabnya kita tak heran atau kaget ketika Ombudsman, mengungkapkan, dinas pendidikan menjadi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) provinsi yang rawan pungutan liar. Kerawanan muncul karena 22 dinas pendidikan provinsi yang diteliti tak menerapkan standar pelayanan berdasarkan Undang- Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pertanyaannya, siapa anggota masyarakat yang tidak mengeluhkan sistem pelayanan yang diberikan dunia pendidikan selama ini?

Di wilayah Jakarta dan sekitarnya, misalnya, sudah sejak tahun lalu, muncul keresahan di tengah masyarakat   yang   mendiami   pinggiran   ibu   kota. Secara administratif mereka adalah penduduk Bekasi, Bogor,  Depok,  atau  Tangerang.  Akan  tapi,  secara fisik karena di sekitar tempat tinggal mereka sekolah sangat kurang, anak-anak mereka pun disekolahkan ke Jakarta. Namun, kebijakan yang muncul kemudian, mereka didiskriminasi.

Contoh, anak-anak yang nonpenduduk DKI, katakanlah Bekasi, yang ingin masuk ke SMA di Jakarta setelah lulus SMP, diberi kesempatan mengikuti tes hanya satu putaran. Jika dalam satu putaran tes mereka tak lulus, tak ada pilihan yang nyangkut, anak-anak itu selesai. Tak ada kesempatan untuk mengikuti tes lagi sebagaimana anak-anak penduduk DKI. Ke mana mereka akan bersekolah? Tak ada peluang, karena di Bekasi pun mereka ditolak karena SMP asalnya di Jakarta.

 

 

Diskriminasi lain adalah untuk masuk SMA tertentu, bagi anak-anak DKI misalnya disyaratkan memiliki   nilai   NEM   36,   sedangkan   bagi   anak- anak korban diskriminasi tadi diharuskan memiliki NEM lebih tinggi lagi, yaitu 37. Inilah contoh buruk pelayanan yang diciptakan dinas pendidikan, yang mempersetankan hak-hak rakyat dan pelayanan yang

berkeadilan.  Silakan  ombudsman.  (Sumber:  Harian

Terbit)

Rekomendasi

Saran kepada ombudsman untuk menangani buruknya pelayanan pemerintah

  

3.  Kaidah Teks Editorial

Kaidah atau karakteristik umum editorial adalah sebagai berikut.

a.    Ulasan terhadap fenomena atau peristiwa aktual yang menjadi sorotan khalayak. Dalam contoh di atas, fenomena yang dimaksud berupa tukar guling dan penjualan sekolah terhadap pihak swasta.

b.    Penulisnya adalah redaksi dari media itu sendiri. Adapun kalau ditulis oleh pihak lain, teks tersebut dikelompokkan ke dalam artikel biasa.

Adapun kaidah dari segi kebahasaan, editorial memiliki karakteristik sebagai berikut.

a.    Adanya penggunaan ungkapan-ungkapan retoris. Dalam teks di atas, ungkapan-ungkapan yang dimaksud, antara lain, seperti berikut.

1)   Lalu, di mana idealisme pendidikan?

2)   Apa arti pendidikan adalah hak semua warga negara (baik yang punya akses terhadap kapital maupun tidak)?

Cara itu digunakan untuk menarik perhatian pembaca (khalayak) sehingga tergugah untuk melanjutkan pembahasan atas isu yang disorotinya.

 

b.    Banyak  menggunakan  kata-kata  populer  sehingga  mudah  bagi  khalayak  untuk mencernanya. Kata-kata yang dimaksud, antara lain, adalah ribut‑ribut, ongkos, tengok, suka, tak suka, geliat, berlebih, enggan, ekstra keras, pas.

c.    Banyaknya kata ganti tunjuk yang merujuk pada waktu, tempat, peristiwa, atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan.

Contoh:

1)   Desentralisasi yang sudah lima belas tahun dilaksanakan, saat ini dianggap sedang menuju ke arah kegagalan.

2)   Itulah antara lain yang diungkap oleh Tim Visi Indonesia 2033 melalui sebuah diskusi yang digelar kemarin.

3)   Apa yang diungkap Tim Visi Indonesia 2033 ini, rasanya sudah menjadi rahasia umum, merupakan masalah yang sejak lama sudah dirasakan masyarakat.

4)   Kendati demikian, diskusi yang digelar Tim Visi ini kemarin, memang sangat tepat sebagai forum reaktualisasi masalah yang dihadapi masyarakat sehari-hari yang sudah sejak lama terjadi.

d.    Banyaknya penggunaan konjungsi kausalitas, seperti sebab, karena, sebab, oleh sebab itu. Hal ini terkait dengan penggunaan sejumlah argumen yang dikemukakan redaktur

berkenaan dengan masalah yang dikupasnya. Contoh:

1)   Buruknya pelayanan kepada warga, adalah masalah lama yang terus terjadi berulang- ulang dan karenanya, banyak kepala daerah menganggap hal tersebut bukan lagi sebagai masalah.

2)   Itu sebabnya kita tak heran atau kaget ketika Ombudsman, mengungkapkan, dinas pendidikan menjadi satuan perangkat kerja daerah (SKPD) provinsi yang rawan pungutan liar.


 

 

3)   Kerawanan muncul karena 22 dinas pendidikan provinsi yang diteliti tak menerapkan standar pelayanan berdasarkan Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

4)   Tak ada peluang, karena di Bekasi pun mereka ditolak karena SMP asalnya di

Jakarta.

e.    Banyaknya penggunaan konjungsi pertentangan, seperti akan tetapi, namun. Hal itu

terkait dengan masalah yang diangkat dalam editorial yang bersifat pro dan kontra.

1)   Akan tetapi, secara fisik karena di sekitar tempat tinggal mereka sekolah sangat

kurang, anak-anak mereka pun disekolahkan ke Jakarta.

2)   Namun, kebijakan yang muncul kemudian, mereka didiskriminasi.

 

 


Friday 5 November 2021

Mengenal Teks editorial

Apakah teks editorial itu?

para pelajar Indonesia, sebelum kita memahami teks editorial, mari kita cermati teks berikut ini.


Pendidikan vs Kapitalisme

Ribut-ribut seputar dunia pendidikan tak sekadar dihiasi mahalnya ongkos untuk jadi orang pintar, tapi juga diwarnai oleh pertarungan idealisme melawan arus kapitalisme.Tengok

saja soal Bogor Agribusiness Center di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).Tukar guling

SLTP 56 di “daerah emas” Melawai Jakarta Selatan. Dan, niat sebuah yayasan menjual sekolah

miliknya di Kota Bandung.

Suka atau tak suka, disadari atau tidak, arus kapitalisme telah merasuk ke dalam urat nadi kehidupan manusia Indonesia. Jadi, tak usah heran jika geliat hal yang sama masuk ke berbagai aspek, termasuk menyentuh kegiatan pendidikan. Mulai dari kewajiban murid membeli buku yang diwajibkan, jalur khusus penerimaan mahasiswa lewat uang pangkal yang besar, hingga

Malang Town Square di area kampus Universitas Brawijaya Malang.

Inti dasar paham kapitalisme adalah pergerakan modal. Kapitalisme mengajarkan pada kita perihal nilai berlebih, yang harus dihasilkan oleh suatu jumlah kapital tertentu dalam rentang waktu secepat mungkin. Kapital hanya bicara soal untung dan uang yang berkuasa atas segalanya. Nilai-nilai lain, terkadang harus menyisih. Tapi, harus diakui kapitalisme adalah sistem yang sudah mendunia.

Lalu, di mana idealisme pendidikan?Apa arti pendidikan adalah hak semua warga negara (baik yang punya akses terhadap kapital maupun tidak)? Jeritannya sepi, senyap seolah tertelan kedalaman laut. Seperti lingkungan yang tak bisa menahan kuatnya cengkeraman kapital, maka dunia pendidikan juga harus mulai siap-siap terpinggirkan.Tak ada yang peduli lagi terhadap teriakan soal filosofi pendidikan.

Apa mau dikata, pendidikan sendiri kini sudah merupakan bagian dari dunia kapital itu sendiri. Sifat ingin memperoleh nilai berlebih sudah tertanam. Semakin seseorang siap berinvestasi dengan kapital yang dimilikinya, maka dipastikan dirinya akan menciptakan nilai berlebih dari dunia pendidikan di masa yang akan datang. Bagi yang enggan menanam kapital, jangan bermimpi mendapat nilai berlebih.

Fenomena semacam ini yang akan terus mewarnai dunia pendidikan di sini. Perlu perjuangan ekstra keras untuk melawan arus besar ini. Bahkan pemerintah, dengan UU di pundaknya, seakan  tak  mampu  mencegah.  Sebaliknya  dengan  dalih  keterbatasan  dana,  seolah-olah melakukan pembenaran terhadap arus modal yang tak peduli sisi lain, kecuali demi kepentingan modal itu sendiri. Bahkan, mungkin juga ikut menikmati iklim kapitalisme yang merambah dunia pendidikan.

Pertanyaannya adalah bagaimana menyikapi kondisi yang ada, yang sudah menjalar ke segala sisi kehidupan? Kompromi, mungkin itulah salah satu cara untuk saat ini. Mencoba berdamai dengan kapitalisme, karena kapitalisme adalah kenyataan objektif sekarang ini. Menentang gelombang yang superkuat itu perlu persiapan dan langkah antisipatif yang pas.

Namun, berkompromi bukan berarti melupakan nilai-nilai lain yang lebih dalam, dari sekadar bicara modal: moral, etika atau lainnya, yang sering terlibas oleh kekuatan kapital. Keterpakuan terhadap kapital, selama ini menjadi penyebab keterlenaan yang panjang dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Ini yang harus jadi perhatian kita semua. (Sumber:Pikiran Rakyat)


Teks  berjudul  “Pendidikan  vs  Kapitalisme”  merupakan  contoh  editorial. Adapun  yang dimaksud dengan editorial itu sendiri adalah kolom khusus dalam surat kabar yang berisikan tanggapan redaksi dari media yang bersangkutan terhadap satu peristiwa aktual. Tanggapan tersebut bisa berupa dukungan, pujian, kritikan, bahkan cemoohan. Tajuk rencana dapat pula diartikan sebagai artikel pokok dalam surat kabar yang merupakan pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan pada saat surat kabar itu diterbitkan.

Dalam editorial atau tajuk rencana biasanya diungkapkan adanya informasi atau masalah aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut, kritik dan saran atas permasalahan, dan harapan redaksi akan peran serta pembaca. Berbeda dengan kolom-kolom lainnya yang berisikan fakta-fakta, tajuk lebih banyak mengemukakan pendapat-pendapat. Tentu saja pendapat-pendapat itu berdasarkan analisis terhadap peristiwa atau fakta yang terjadi, yang menjadi sorotan penting media itu.

Pendapat media yang satu dengan yang lainnya tentang suatu peristiwa dapat berbeda- beda. Hal ini bergantung pada visi dan misi masing-masing media. Visi dan misinya itulah yang menjadi sudut pandang media tersebut terhadap berbagai peristiwa yang disorotnya. Media yang mempunyai visi kedaerahan akan berbeda sudut pandangnya dengan media yang bervisi nasional. Demikian halnya, media yang memiliki misi kesehatan akan berbeda analisisnya dengan media yang bermisi hukum.

Karena sifatnya yang “subjektif” itu, tentu saja kita pun bisa berbeda pandangan dengan media itu. Kita tidak perlu dengan begitu saja menerima pendapat-pendapat media itu. Kita pun boleh perpendapat lain dan memang sudah merupakan kewajiban kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai pandangan dan pendapat yang dikemukakan oleh suatu media. Kita tidak boleh dengan begitu saja membenarkan setiap pendapat yang dikemukakan. Kita tentunya memiliki pendapat sendiri yang bisa sama atau berbeda dengan pendapat dari media itu. Namun demikian, sikap kritis kita itu tentu saja harus pula berdasarkan fakta dan argumen yang jelas dan meyakinkan.

Perhatikan kembali cara penyajian teks di atas. Walaupun disajikan dalam media massa, tajuk berbeda dengan berita. Tajuk mengemukakan tanggapan redaktur dari media yang bersangkutan berkenaan dengan peristiwa, kejadian, atau persoalan aktual. Biasanya tajuk berisikan pesan, sikap, kritikan, ulasan, sambutan.

Tajuk berjudul “Pendidikan vs Kapitalisme” merupakan tanggapan terhadap permasalahan yang terjadi dalam fenomena kapitalisme pendidikan di Indonesia. Media yang bersangkutan mengungkapkan penyesalan dan kritikan terhadap fenomena tersebut. Perhatikan, misalnya, kalimat berikut.

1. Kapital  hanya  bicara  soal  untung  dan  uang  yang  berkuasa  atas  segalanya.  Nilai-nilai lain, terkadang harus menyisih. Tapi, harus diakui kapitalisme adalah sistem yang sudah mendunia.
2. Keterpakuan terhadap kapital, selama ini menjadi penyebab keterlenaan yang panjang dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Ini yang harus jadi perhatian kita semua.



Kumpulan soal pemahaman isi novel

 

UJI PEMAHAMAN NOVEL

 

Bacalah kutipan novel 9 Matahari  karya Adenita berikut ini!

"....orang hebat adalah orang yang bisa bersalaman dengan kesulitan. Jadi kalau kamu semua lagi punya kesulitan, hadapi! Jangan takut... Ibaratnya gini loh, kamu sudah memutuskan untuk menceburkan diri ke sungai maka pilihannya adalah terus berenang untuk sampai ke tepian dan meraih semuanya. Menyerah bukan pilihan untuk hidup. Karena menyerah cuma akan membuat kamu tenggelam di tengah sungai dan mati tanpa diketahui orang." 

"Ibarat orang terjatuh, aku harus bangkit dulu dan memastikan kakiku cukup kuat untuk berjalan atau berlari, baru mengulurkan tangan untuk membantu." 

"Ikhlas itu nggak pakai tapi, Sayang. Ikhlas berarti kamu menerima segalanya dengan lapang hati kesalahan dalam bentuk apa pun yang sudah pernah terjadi. Biarkan hati kita seluas lautan. Ibarat setitik tinta yang kalau kamu teteskan di segelas air dan bakal bikin airnya hitam, beda dengan kalau kamu teteskan ke laut. Ngerti'kan, Tar? Karena lautan itu luas, dan seperti itulah harusnya hatimu ketika kamu bilang ikhlas, Tari... Sudah tidak ada lagi yang tersisa."

1.     Pandangan yang disampaikan pengarang dalam cupikan novel tersebut adalah....

A.    kesulitan  itu harus dihadapi sepanjang bisa dan mampu menjalaninya  

B.    menyerah bukan pilihan yang baik untuk mempertahankan kehidupan

C.    orang hebat  adalah orang yang pantang menyerah dan ikhlas menjalani 

D.    orang hebat adalah orang yang tidak takut menghadapi kesulitan 

E.     kehidpuan ini penuh dengan kesulitan dan tantangan

 

Bacalah paragraf berikut!

 … tapi itu tak dapat dicapai dengan kenduri saja. Masa dan keadaanlah yang menentukan. Ompi yakin, masa itu pasti akan datang. Dan, ia menunggu dengan hati yang disabar-sabarkan. Pada suatu hari yang gilang gemilang, angan-angannya pasti merupa jadi kenyataan. Dia yakin itu bahwa Indra Budimannya akan mendapat nama tambahan dokter di muka namanya sekarang. Atau salah satu titel yang mentereng lainnya. Ketika Ompi mulai mengangankan nama dambaannya itu, diambilnya kertas dan potlot ditulisnya nama anak-anak, Dr. Indra Budiman. Dan Ompi merasa bahagia sekali. Ia yakinkan kepada para tetangganya akan cita-citanya yang pasti tercapai itu.

(A.A. Navis, Anak Kebanggaan)

 

2.     Amanat yang terkandung dalam penggalan prosa di atas adalah….

A.    Janganlah terlalu yakin dengan angan-angan sendiri.

B.    Cita-cita orang tua akan tercapai kalau didukung oleh anaknya.

C.    Cita-cita pasti tercapai kalau dilandasi keyakinan akan keberhasilannya

D.    Asal kita yakin, pengaruh dari orang lain tak ada artinya.

E.     Hendaklah kita yakin dengan apa yang kita cita-citakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Cermati kutipan  berikut!

Tiap-tiap pemuda yang bersekolah di Betawi dalam bertamasya di Danau Singkarak atau Sawahlunto dan singgah ke Solok, belum pernah mereka melampaui sebuah rumah kecil yang amat bersih rupanya. Rumah itu dibeli oleh Ibu Hanafi dan di sanalah  ia tinggal  bersama Rapiah karena perlu menyekolahkan Syafei. Rapiah tidak suka bercerai lagi dengan mertuanya yang sudah dipandangnya sebagai ibu kandungnya, sedangkan Ibu Hanafi pun berkata hendak menurutkan orang kedua itu ke mana perginya.

Rapiah tetap menolak  hendak dipersuamikan. Ia berkata tak sampai hati akan memberi ayah tiri pada Syafei.

Ibu Hanafi memerlukan  benar menyembelih ayam, tiap-tiap kedatangan anak-anak sekolah dari Betawi. Pemuda-pemuda itu senang sekali datang berkunjung ke rumah orang yang peramah dan bijaksana itu.

(Salah Asuhan, Abdul Muis)

 

3.     Hal dalam kutipan yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat sekarang ini adalah…

A.    Jika bertamasya ke Danau  Singkarak atau Sawahlunto singgah ke rumah sanak saudara di sana.

B.    Hendaklah kita  mengunjungi  keluarga kita  yang ada di daerah.

C.    Suatu Keluarga menyiapkan hidangan yang baik untuk menjamu tamu.

D.    Ibu mertua dan anak menantu perempuan selalu bersama dalam melakukan sesuatu.

E.     Tidak menikah lagi sesudah suami meninggal demi masa depan anak yang dicintai.

 

Perhatikan cuplikan teks berikut!

Pesawat Garuda jurusan Jakarta-Tokyo itu mendarat di Bandara Narita, pukul 11.00 waktu Tokyo. Akira mengirup napas dalam. Dirasakannya kesejukan udara tanah kelahirannya merasuk hingga ke tulang sumsum. Ia tersenyum tipis sebelum akhirnya melangkah perlahan menuruni tangga pesawat

(Akira, Muslim Watashi Wa, Helvy Tiana Rosa).

 

4.     Cuplikan teks novel tersebut termasuk ke dalam unsur ....

A.    pengenalan situasi cerita

B.    pengungkapan peristiwa

C.    puncak konflik

D.    penyelesaian

E.     koda

 

Bacalah kedua kutipan teks novel berikut!

Teks 1

Tak susah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalah salah satu dari ratusan atau mungkin ribuan sekolah miskin di seantero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh kambing yang senewen, bisa rubuh berantakan. Kami memiliki enam kelas kecil-kecil, pagi untuk SD Muhammadiyah dan sore untuk SMP Muhammadiah. Maka kami, sepuluh siswa baru ini bercokol selama sembilan tahun di sekolah yang sama dan kelas-kelas yang sama, bahkan susunan kawan sebangku pun tak berubah selama Sembilan tahun SD dan SMP itu.

(Laskar Pelangi, Andrea Hirata)

Teks 2

Setelah aku diwisuda sebagai sarjana ilmu hukum, aku kemudian memilih pulang ke Rimbo Pematang. Aku membantu mengajar di SMA Rimbo Parit dengan status honorer, sekolah tempatku menyelesaikan sekolah dulu. Aku memegang mata pelajaran Tata Negara dan Sejarah. Seperti ketika sekolah dulu, aku bolak-balik dari rumah ke kota kecamatan tersebut; dari rumah jalan kaki beberapa ratus meter ke dermaga penyeberangan dengan perahu di pinggir sungai, kemudian melanjutkan perjalanan dengan transportasi darat ke Rimbo Parit. Begitu setiap hari pulang-pergi.

(Nyanyi Sunyi dari Indragiri, Hary B Kori’un)

 

5.     Perbandingan sudut pandang yang digunakan dalam kedua teks di atas adalah ...

A.    Teks 1 menggunakan sudut pandang orang III, teks 2 menggunakan sudut pandang orang I

B.    Teks 1 menggunakan sudut pandang orang I, teks 2 menggunakan sudut pandang orang III

C.    Teks 1 menggunakan sudut pandang orang I, teks 2 menggunakan sudut pandang orang I

D.    Teks 1 menggunakan sudut pandang orang III, teks 2 menggunakan sudut pandang orang III

E.     Teks 1 menggunakan sudut pandang orang III serba tahu, teks 2 menggunakan sudut pandang orang III terbatas

 

Bacalah kutipan teks novel Berikut!

Semuanya seperti musim kering; kemarau datang dan angin gersang menusuk-nusuk. Semuanya seperti musim basah; hujan dan badai adalah nyanyian dalam sedih dan ngilu. Semuanya seperti perih, ketika langit tak menyisakan cerita apa-apa. Semuanya menjadi sepi. ...

(Nyanyi Sunyi dari Indragiri, Hary B Kori’un)

 

6.     Gaya bahasa dalam kutipan novel di atas adalah gaya bahasa ...

A. antitesis

C. simile

B. paradoks  

D. pleonasme   

E. metonimia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bacalah kutipan novel berikut untuk menjawab soal nomor 7 s.d. 9!

“Anak kecil!” Dia tertawa mengejekku. “Mengapa duduk di belakang? Sini! Sini, duduk di muka! Masih ada tempat.” Tangannya melambai, lalu mendekat berjalan ke arah belakang bangku-bangku.

“Tidak, Pak! Di sini saja, “Jawabku. Dia berdiri di samping bangkuku. Tidak ada yang duduk bersamaku.

“Mengapa? Supaya paling akhir mendapat giliran?” tanyanya. Seisi kelas tertawa.

“Tidak, Pak,” kataku lagi. “Supaya dapat melihat orang-orang lain.” Sedangkan mereka, yang duduk di depan, harus berpaling untuk melihatku.

 

7.     Latar tempat dalam kutipan novel tersebut adalah ….

A. warung                      

B. kelas

C. sekolah    

D. ruang tunggu    

E. kantin

 

8.     Watak tokoh “aku” dideskripsikan dengan cara ….

A.    pelukisan bentuk fisik tokoh

B.    penggambaran lingkungan sekitar tokoh

C.    pengungkapan jalan pikiran tokoh

D.    dialog antartokoh

E.     tanggapan tokoh lain

 

9.     Sudut pandang yang digunakan dalam kutipan novel tersebut adalah ….

A. orang pertama pelaku utama

B. orang pertama pelaku sampingan  

C. orang ketiga serbatahu

D. orang ketiga terbatas       

E. orang ketiga pelaku utama

 

Bacalah kutipan novel berikut

“Walau apa katamu terhadapku, walau kaucaci maki aku, kaukutuki aku, aku terima. Tapi, untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan telah melarangnya, o ... o... o .... itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-Nya. Kau memang telah berbuat sesuatu yang benar sebagai ibu yang mau memelihara kebahagiaan anaknya. Tapi, ada lagi kebenaran yang lebih mutlak yang tak bisa ditawar-tawar lagi, yakni kebenaran yang dikatakan Tuhan dalam kitab-Nya. Prinsip hidup segala manusialah menjunjung kebenaran Tuhan”

Kemarau, A.A. Navis

10.  Nilai agama yang terdapat dalam kutipan novel tersebut ...

A. Segala keputusan hendaknya selalu dikembalikan pada ajaran agama.

B. Kesabaran seorang ayah dalam menghadapi perilaku anakanaknya

C. Tuhan melarang perkawinan beda agama.

D. Keikhlasan seorang ibu dalam membahagiakan anaknya.

E. Melanggar prinsip agarna mendatangkan kesengsaraan.