Tuesday 24 October 2023

Meringkas Isi Hikayat

 Hikayat adalah sebuah genre sastra tradisional dalam budaya Melayu yang terutama ditemukan di wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia, dan Brunei. Hikayat merupakan cerita panjang atau narasi epik yang sering kali berisi cerita-cerita tentang sejarah, mitos, atau legenda yang memiliki makna budaya dan moral yang dalam. Beberapa ciri khas hikayat adalah:


1. Cerita Panjang: Hikayat biasanya memiliki cerita yang panjang, bahkan bisa mencapai ribuan halaman. Ini membuatnya menjadi karya sastra yang menguraikan cerita dengan detail.


2. Mengandung Nilai Budaya dan Moral: Hikayat sering kali mengandung pesan moral, etika, dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat yang menciptakannya. Mereka bisa berfungsi sebagai sarana pendidikan moral.


3. Menggabungkan Aspek Sejarah dan Mitos: Beberapa hikayat mencampurkan elemen-elemen sejarah dengan unsur-unsur mitos atau legenda, sehingga menciptakan narasi yang menghibur sambil memberikan wawasan tentang asal-usul suatu daerah atau budaya.


4. Bahasa Klasik: Hikayat sering ditulis dalam bahasa Melayu klasik atau bahasa yang memiliki ciri-ciri sastra yang khas.


5. Penggunaan Puisi: Puisi seringkali digunakan dalam hikayat untuk menghiasi cerita dan mengekspresikan perasaan tokoh-tokoh dalam cerita.


6. Pengaruh Agama: Beberapa hikayat memiliki pengaruh agama, dengan cerita-cerita yang mencerminkan nilai-nilai agama Islam, Hindu, atau Budha, tergantung pada konteks sejarah dan budaya di mana hikayat tersebut muncul.


Hikayat merupakan bagian penting dari warisan sastra dan budaya di Asia Tenggara. Mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga berfungsi sebagai alat pendidikan dan pemeliharaan nilai-nilai budaya dalam masyarakat yang menghasilkannya.


Bacalah teks hikayat berikut ini, kemudian buatlah ringkasannya minimal 200 kata!


HIKAYAT SA-IJAAN DAN IKAN TODAK


Menurut sahibul hikayat, sebermula ada seorang Datu yang sakti mandraguna sedang bertapa di tengah laut. Namanya Datu Mabrur. la bertapa di antara Selat Laut dan Selat Makassar.


Siang-malam ia bersamadi di batu karang, di antara percikan buih, debur ombak, angin, gelombang dan badai topan. Ia memohon kepada Sang Pencipta agar diberi sebuah pulau. Pulau itu akan menjadi tempat bermukim bagi anak-cucu dan keturunannya, kelak.


Hatta, ketika laut tenang, seekor ikan besar tiba-tiba muncul dari permukaan laut dan terbang menyerangnya. Tanpa beringsut dari tempat duduk maupun membuka mata, Datu Mabrur menepis serangan mendadak itu.


Ikan itu terpelanting dan jatuh di karang. Setelah jatuh ke air, ikan itu menyerang lagi. Demikian berulang-ulang. Di sekeliling karang, ribuan ikan lain mengepung, memperlihatkan gigi mereka yang panjang dan tajam, seakan prajurit siap tempur. Pada serangannya yang terakhir, ikan itu terpelanting jatuh persis saat


Datu Mabrur membuka matanya. "Hai, ikan! Apa maksudmu mengganggu samadiku? Ikan apa kamu?"


"Aku ikan todak, Raja Ikan Todak yang menguasai perairan ini. Şamadimu membuat lautan bergelora. Kami terusik, dan aku memutuskan untuk menyerangmu. Tapi, engkau memang sakti, Datu Mabrur. Aku takluk," katanya, megap-megap. Matanya berkedip-kedip menahan sakit. Tubuhnya terjepit di sela-sela karang tajam.


"Jadi, itu rakyatmu?" Datu Mabrur menunjuk ribuan ikan yang mengepung karang.


"Ya, Datu. Tapi, sebelum menyerangmu tadi, kami telah bersepakat. Kalau aku kalah, kami akan menyerah dan mematuhi apa pun perintahmu."


"Datu, tolonglah aku. Obati luka-lukaku dan kembalikanlah aku ke laut. Kalau terlalu lama di darat, aku bisa mati. Atas nama rakyatku, aku berjanji akan mengabdi padamu, bila engkau menolongku..." Raja Ikan Todak mengiba-iba. Seolah sulit bernapas, insangnya membuka dan menutup.


"Baiklah," Datu Mabrur berdiri. "Sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya, aku akan menolongmu."


"Apa pun permintaanmu, kami akan memenuhinya. Datu ingin istana bawah laut yang terbuat dari emas dan permata, dilayani ikan duyung dan gurita? Ingin berkeliling dunia, bersama ikan paus dan lumba-lumba?" "Tidak. Aku tak punya keinginan pribadi, tapi untuk masa depan anak-cucuku nanti...." Lalu, Datu Mabrur menceritakan


maksud pertapaannya selama ini. "Akan kukerahkan rakyatku, seluruh penghuni lautan dan samudera. Sebelum matahari terbit esok pagi, impianmu akan terwujud. Aku bersumpah!" jawab Raja Ikan Todak.


Datu Mabrur tak dapat membayangkan, bagaimana Raja Ikan Todak akan memenuhi sumpahnya itu. "Baiklah. Tapi kita harus membuat perjanjian. Sejak sekarang kita harus sa-ijaan, seiring sejalan. Seia sekata, sampai ke anak-cucu kita. Kita harus rakat mufakat, bantu membantu, bahu membahu. Setuju?"


"Setuju, Datu...," sahut Raja Ikan Todak yang tergolek lemah. la sangat membutuhkan air.


Mendengar jawaban itu, Datu Mabrur tersenyum. Dengan hati-hati, dilepaskannya tubuh Raja Ikan Todak dari jepitan karang, lalu diusapnya lembut.


Ajaib! Dalam sekejap, darah dan luka di sekujur tubuh Raja Ikan Todak itu mengering! Kulitnya licin kembali seperti semula,


seakan tak pernah luka. Ikan itu menggerak-gerakkan sirip dan ekornya dengan gembira.


Dengan lembut dan penuh kasih sayang, Datu Mabrur mengangkat Raja Ikan Todak itu dan mengembalikannya ke laut. Ribuan ikan yang tadi mengepung karang, kini berenang mengerumuninya, melompat-lompat bersuka ria. "Sa-ijaan!" seru Raja Ikan Todak sambil melompat di permukaan laut.


"Sa-ijaan!" sahut Datu Mabrur.


Sebelum tengah malam, sebelum batas waktu pertapaannya berakhir, Datu Mabrur dikejutkan oleh suara gemuruh yang datang dari dasar laut. Gemuruh perlahan, tapi pasti. Gemuruh suara itu terdengar bersamaan dengan timbulnya sebuah daratan, dari dasar laut! Kian lama, permukaan daratan itu kian tampak. Naik dan terus naik! Lalu, seluruhnya timbul ke permukaan!


Di bawah permukaan air, ternyata jutaan ikan dari berbagai jenis mendorong dan memunculkan daratan baru itu dari dasar laut. Sambil mendorong, mereka serempak berteriak, "Sa-ijaan! Sa-ijaan! Sa-ijaaan...!" Datu Mabrur tercengang di karang pertapaannya. Raja Ikan Todak telah memenuhi sumpahnya!


Bersamaan dengan terbitnya matahari pagi, daratan itu telah timbul sepenuhnya. Berupa sebuah pulau. Lengkap dengan ngarai, lembah, perbukitan dan pegunungan. Tanahnya tampak subur. Pulau kecil yang makmur.


Datu Mabrur senang dan gembira. Impiannya tentang pulau yang akan menjadi tempat tinggal bagi anak-cucu dan keturunannya, telah menjadi kenyataan. Permohonannya telah dikabulkan. Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Sang Pencipta, ia menamakannya Pulau Halimun.


Alkisah, Pulau Halimun kemudian disebut Pulau Laut. Sebab, ia timbul dari dasar laut dan dikelilingi laut. Sebagai hikmahnya, kata sa-ijaan dan ikan todak dijadikan slogan dan lambang Pemerintah Kabupaten Kotabaru.


Diadaptasi dari:


https://sumberbelajar.seamolec.org/product.php?id-NWFIMDNINzE4NJVIYWNIZjc4ZjE3Nm]h


Berikut adalah Ringkasan cerita di atas.


Dalam suatu hikayat, terdapat seorang Datu kuat bernama Datu Mabrur yang bertapa di Selat Laut dan Selat Makassar. Dia berharap untuk mendapatkan sebuah pulau bagi keturunannya. Namun, saat dia bertapa, Raja Ikan Todak muncul dan menyerangnya. Meskipun serangan Ikan Todak itu mematikan, Datu Mabrur berhasil menepisnya dengan kekuatannya. Raja Ikan Todak, yang menguasai perairan tersebut, akhirnya takluk.


Raja Ikan Todak dan ribuan pengikutnya menawarkan bantuan untuk mewujudkan impian Datu Mabrur. Dalam kesepakatan yang disebut "sa-ijaan," mereka bekerja sama untuk menciptakan sebuah pulau yang disebut Pulau Halimun.


Seiring waktu, daratan baru itu terbentuk, dan Pulau Halimun menjadi kenyataan. Datu Mabrur sangat bersyukur dan menamainya Pulau Laut. Kata "sa-ijaan" dan ikan todak dijadikan simbol kerjasama dan persatuan di daerah tersebut.


Dengan kerja sama antara manusia dan makhluk laut, impian Datu Mabrur tentang pulau untuk keturunannya menjadi kenyataan. Pulau Laut menggambarkan keajaiban kolaborasi dan persahabatan antara manusia dan alam.

No comments:

Post a Comment