Sunday 5 November 2023

Membandingkan "Hikayat si Miskin" dengan Cerpen "Tarian Pena"


 


HIKAYAT SI MISKIN


Asalnya raja kayangan dan jadi demikian karena disumpahi oleh Batara Indera. Terlantar di negeri Antah Berantah dan keduanya sangat dibenci orang. Setiap kali mereka mengemis di pasar dan kampung mereka dipukuli dan diusir hingga ke hutan. Oleh yang demikian, tinggallah dua suami-istri itu di hutan memakan batang kayu dan buah-buahan.


Hatta beberapa lamanya maka istri si Miskin itu pun hamillah tiga bulan lamanya. Maka istrinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itu pun terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada istrinya, "Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh."


Setelah didengar oleh istrinya kata suaminya demikian itu maka makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, "Diamlah tuan, jangan menangis! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan."


Maka istrinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampai di orang berjualan buah mempelam maka si Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam, "Hai miskin. Apa kehendakmu?"


Maka sahut si Miskin, "Jikalau ada belas dan kasihan serta rahim tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan.


Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si Miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memberikan buah-buahan. Maka si Miskin itu pun heranlah akan dirinya oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang suatu hampir pun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu maka ia pun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan istrinya.


Maka katanya, "Inilah Tuan, buah mempelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain baju. Itupun diinjakkannyalah istrinya seraya menceriterakan hal ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka istrinya pun menangis tiada mau makan jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. "Biarlah aku mati sekali."


Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan istrinya itu seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya itu pun pergilah menghadap Maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itu pun sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk ke dalam sekali.


Maka titah baginda, "Hai Miskin, apa kehendakmu?" Maka sahut si Miskin, "Ada juga tuanku." Lalu sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah, "Ampun Tuanku, beribu-ribu ampun tuanku. Jikalau ada karenanya Syah Alam akan patuhlah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan buah mempelam Syah Alam yang sudah gugur ke bumi itu barangkali Tuanku."


Maka titah baginda, "Hendak engkau buatkan apa buah mempelam itu?"


Maka sembah si Miskin, "Hendak dimakan, Tuanku."


Maka titah baginda, "Ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si Miskin ini".


Maka diambilkan oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar ia berjalan kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya. Maka segala raja-raja dan menteri hulubalang rakyat sekalian itu pun masing-masing pulang ke rumahnya. Maka si Miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh istrinya akan suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.


Maka adalah antaranya tiga bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan nangka yang di dalam taman raja itu juga. Demikian juga si Miskin mendapat nangka di kebun raja itu untuk istrinya yang mengidam itu


Adapun selama istrinya si Miskin hamil maka banyaklah makan-makanan dan kain baju dan beras padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.


Dan pada ketika yang baik dan saat yang sempurna, pada malam empat belas hari bulan maka bulan itu pun sedang terang-tumerang maka pada ketika itu istri si Miskin itu pun beranaklah seorang anak lelaki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Anak itu dinamakan Marakarmah, artinya anak di dalam kesukaran.


Hatta maka dengan takdir Allah Swt. menganugerahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka istrinya pun datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, "Adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja."


la menjadi kaya dan menempah barang-barang keperluannya: kendi, lampit, utar-utar, pelana kuda, keris, dan sebagainya. Sekembalinya dari menempah barang-barang itu dia mandi berlimau, menimang anaknya dan berseru, "Jikalau sungguh- sungguh anak dewa-dewa hendak menerangkan muka ayahanda ini, jadilah negeri di dalam hutan ini sebuah negeri yang lengkap dengan kota, parit dan istananya serta dengan menteri, hulubalang, rakyat sekalian dan segala raja-raja di bawah baginda, betapa adat segala raja-raja yang besar!"


Kabul permintaan itu dan si Mişkin menjadi raja bertukar nama Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bertukar nama Ratna Dewi dan negeri itu dinamakan Puspa Sari.


(Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952, dengan penyesuaian)


Berdasarkan teks tersebut kerjakan soal berikut ini!

1. Jelaskan penokohan dan watak Tiap tokoh!

2. Jelaskan tema yang ada di dalam cerita!

3. Jelaskan latar atau setting yang ada di dalam cerita!

4. Jelaskan sudut pandang yang ada di dalam cerita!

5. Jelaskan majas yang ada di dalam cerita!

6. Jelaskan amanat yang ada di dalam cerita!

7. Jelaskan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam cerita!

8. Buatlah ringkasan cerita!


Berikut adalah jawaban:


1. Penokohan dan Watak Tokoh:

   - Si Miskin: Awalnya adalah seorang yang terlantar di negeri Antah Berantah, tekun, dan mencintai istrinya. Kemudian, ketika mendapatkan kemewahan, dia menunjukkan kebijaksanaan dan kemurahan hati.

   - Istri Si Miskin (Ratna Dewi): Istri yang setia dan sabar, meskipun mengalami kesulitan hidup. Dia mengidamkan buah tertentu dan memiliki peran penting dalam mengubah hidup mereka.

   - Anak mereka (Marakarmah): Anak mereka yang dilahirkan dalam kesulitan dan kemudian menjadi raja. Belum banyak informasi yang diberikan tentang karakter anak ini dalam teks.


2. Tema:

   - Transformasi dan Kebijaksanaan: Cerita ini menggambarkan perjalanan dari kesulitan hidup menuju kemewahan dan kebijaksanaan yang diperoleh oleh si Miskin. Hal ini mencerminkan tema transformasi dan kebijaksanaan dalam cerita.


3. Latar atau Setting:

   - Sebagian cerita terjadi di hutan di negeri Antah Berantah, di mana si Miskin dan istrinya tinggal dalam kemiskinan.

   - Kemudian, cerita beralih ke Keinderaan dan Puspa Sari, yang merupakan lingkungan kerajaan dengan kemewahan.


4. Sudut Pandang:

   - Sudut pandang cerita ini tampaknya menggunakan sudut pandang orang ketiga (narasi) untuk menceritakan peristiwa-peristiwa dalam cerita.


5. Majas:

   - Terdapat beberapa majas dalam cerita, seperti metafora saat istri Si Miskin mengidamkan buah tertentu dan perbandingan pada bagian akhir ketika emas digali oleh Si Miskin.


6. Amanat:

   - Amanat yang dapat ditarik dari cerita ini adalah bahwa kebijaksanaan, kebaikan hati, dan kesetiaan dapat membawa transformasi dalam hidup seseorang. Cerita ini juga menggambarkan pentingnya berbagi kemakmuran dengan orang lain.


7. Nilai-nilai Kehidupan:

   - Kesetiaan dalam perkawinan: Istri Si Miskin tetap setia dan sabar dalam menghadapi kesulitan hidup mereka.

   - Kebaikan hati dan kemurahan: Si Miskin memberikan kepada orang lain yang membutuhkan ketika dia memiliki kemewahan.

   - Transformasi dan perubahan dalam hidup: Cerita ini menunjukkan bahwa situasi hidup seseorang bisa berubah dari miskin ke kaya dan bijaksana.


8. Ringkasan Cerita:

   Cerita "Hikayat Si Miskin" mengisahkan perjalanan seorang pria miskin dan istrinya yang awalnya terlantar di negeri Antah Berantah. Mereka sering mengalami penolakan dan kesulitan hidup. Namun, ketika istrinya mengidamkan buah tertentu, Si Miskin pergi mencarikannya dan tiba-tiba diberi kemakmuran oleh orang-orang di pasar. Mereka kemudian mendapatkan seorang anak. Saat anak lahir, mereka menemukan harta berharga. Si Miskin menjadi seorang raja bijaksana, dan cerita berakhir dengan kemewahan dan kebahagiaan. Cerita ini menyoroti transformasi, kebijaksanaan, dan kemurahan hati sebagai tema utamanya.


TARIAN PENA Virginia C.C. Pomantow 


Di bawah terik matahari aku menyusuri jalan kampung yang tampak tak berpenghuni. Samar-samar nyanyian tonggeret terdengar di sampingku. Bagai melodi yang tak tertata, sekali lagi aku mendengarnya. Sesampai dalam “istana tuaku”, terlihat seorang perempuan tua yang menyambutku dengan hangat. Nasi yang berselimut lauk-pauk tersedia dengan manis di meja makan. Setelah itu, aku masuk ke dalam ruang yang mengetahui setiap gerak-gerikku. Aku mulai memegang pena dan menggoreskannya di atas lembaran putih. Kutuang semua rasa yang bergejolak dalam hatiku. Tiba-tiba langit mulai gelap. Kuterlelap dalam buaian dingin yang kalap, bermimpi seorang pangeran gagah datang dengan kereta emas menjemputku dan merangkulku. Pagi cerah menanti sosok pelajar dari ibu pertiwi. Aku berdiri di lantai dua sekolah menanti kawan yang menyapa dengan senyuman. Kutatap pohon dan tanaman yang asri dan tersusun pula dengan rapi. Angin menyambar wajahku. “Fuuuuuuuuuu....” Seketika aku merasa tersengat dan memiliki semangat yang tak kunjung pudar. Di halaman sekolah para siswa bermain basket dengan lihai dan sebagian siswi berbincang-bincang dengan santai. Aku senang sekali menuangkan semua yang kulihat dalam sebuah tulisan, baik itu puisi maupun diary, hanya dengan kata yang mudah dipahami dan makna yang tersirat dengan sentuhan rasa kasih. Sungguh, aku tak ingin orang banyak mengetahui apa yang tersirat dalam catatanku. Waktu berjalan begitu cepat menyongsong matahari yang mengingini senja. Besi kuning mulai menjerit. “Teng, teng, teng.” Waktunya pulang ke “istanaku”. Seperti biasa, setibaku di istana tuaku, perempuan tua menyambutku dengan hangat. Terlihat nasi yang berselendangkan lauk-pauk, membekaskan lezat pada lidahku. Tak tahu mengapa, saat itu aku mengucapkan terima kasih pada perempuan tua itu. Aku pun masuk ke dalam ruang yang mengetahui gerak-gerikku dengan mengajak pena menari di atas lembaran putih. Kali ini, terpikirkan olehku sosok perempuan tua yang selalu terbayang di benakku. Susunan kalimat pun sudah selesai. “Aryo!” teriakku kepada lelaki yang belum pernah kudapati. Ketika aku membuka mata, Aryo sudah berada di depanku. Seketika pipiku mulai memerah dan bibirku menjadi sedikit kaku. “Apakah ini mimpi. Ini masih terlalu dini. Lagipula, aku masih terlalu muda!” teriakku dalam hati. Air dingin pun jatuh membasahi wajahku. Perlahan aku membuka mata dan mendapati ibuku memegang gayung air dari kamar mandi. “Ibu, mengapa Ibu menyiram air ke wajahku?” tanyaku. “Kamu tidur seperti kerbau,” canda ibu. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, perempuan tua menyodorkan susu yang berbalut sediri kopi. Terasa lengkap akhir pekan ini. Kuintip dia dari balik lembaran kain yang tergantung di bawah ventilasi, dia di sana. Perempuan tua itu duduk di sebuah kayu berlapis kapuk yang membatu. Aku sedikit tersenyum manis. “Hemmm....” Wajahnya tampak di bawah naungan yang diharapkan selalu terjadi dan berharap waktu terus begini. “Ibu telah meninggal” kata seseorang yang menyapaku dengan tepukan di bahu kanan. Aku terdiam dan tak dapat berbuat apa pun, selain menangis bak orang gila. “Aaah.... Hee.... Tidak! Tidak! Ibuku tidak akan meninggalkan- ku,” jeritan keras yang tak pernah kuteriakkan sepanjang hidupku. Seketika aku tersadar dari lamunku. ‘Uhh, untung saja itu hanya sebuah khayalan baru yang terlintas di kepalaku,’ kesalku. Pada sore hari menjelang bulan naik perlahan menggantikan surya, perempuan itu pulang dengan letihnya. Wajah lesu, tangan yang lemas, dan kaki yang perlahan membeku. Kulihat dari seberang utara ruang tamu. Aku melangkahkan kaki dengan pasti dan memeluk tubuh perempuan tua itu, walau peluhnya pun menempel di bajuku. “Bu, maafkan aku. Aku tidak akan membuatmu kesal dan capek,” tangisku yang tersedu dalam sesal. “Eh, ada apa, sih, kamu ini tiba-tiba memeluk Ibu. Minta maaf pula. Tumben-tumbenan,” kata ibu dengan bingung. Kemudian, aku pergi ke ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Kuhanyut dalam renungan pada malam sepi ini, merasakan dua hati yang saling melukai, antara sesal dan sedih. Dua rasa yang sejenis, tetapi memiliki arti masing-masing yang sangat mendalam. Sekali lagi aku menorehkan pena di hadapan lembaran kertas putih. Lilin kecil yang memercikkan api jingga menemaniku saat itu. Bersama itu, aku berdiam diri sambal menulis sebuah kisahku hari itu. Perlahan aku memejamkan mata dan bunyi rekaman lama terdengar. Aku terbangun dan keluar dari ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuni kamar perempuan tua itu. Kupandangi arah kamar perempuan tua itu. Lututku terjatuh perlaham menghampiri lantai. Aku tak dapat berbicara, tanganku dingin bak es yang keluar dari freezer. “Ibu!” teriakku sekuat tenaga sambil meratapi malangnya nasibku. Perempuan tua tak dapat mengatakan apa pun, hanya terdiam, membeku, dan tergeletak, tinggal menunggu untuk dikebumikan. Aku hanya menangis, menangis tak karuan. Sekarang hari-hariku dipenuhi sesal yang tak berarti. Berangkat ke sekolah dengan seragam kumuh, tidak pula membuat sarapan karena malas dan resah, serta serintih harapan tak dapat kuadu. Masa tersulit pun kualami. Merajut asa tanpa sosok ibu di sisiku. Rindu tak terbalaskan. Bak pungguk merindukan bulan. “Ibu, aku rindu. Aku ingin Ibu masih bersamaku. Aku tak ingin semua ini terjadi. Aku lelah dengan semua kejadian ini!” jeritku kepada perempuan tua itu. “Tamat. Sekarang sudah larut malam. Sebaiknya cepat tidur. Selamat malam, Putriku,” kata ibuku sambil mencium keningku. “Selamat malam juga, Ibu,” jawabku sambil menarik selimut mungil dan terlelap pada malam itu dengan embusan angin yang menyapa dengan dingin. (Sumber: Di Sini Rinduku Tuntas; Antologi Cerita Pendek Bengkel Sastra 2019Balai Bahasa Sulawesi Utara, 2019)


Berdasarkan teks tersebut kerjakan soal berikut ini!

1. Jelaskan penokohan dan watak Tiap tokoh!

2. Jelaskan tema yang ada di dalam cerita!

3. Jelaskan latar atau setting yang ada di dalam cerita!

4. Jelaskan sudut pandang yang ada di dalam cerita!

5. Jelaskan majas yang ada di dalam cerita!

6. Jelaskan amanat yang ada di dalam cerita!

7. Jelaskan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam cerita!

8. Buatlah ringkasan cerita!


Berikut adalah jawaban:


1. Penokohan dan Watak Tokoh:

   - Perempuan Tua: Seorang tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam cerita. Dia digambarkan sebagai seseorang yang menjalani kehidupan yang keras, bekerja keras, dan menjadi figur yang hangat serta bijaksana.

   - Protagonis (Penulis Cerita): Tidak dijelaskan namanya dalam cerita, dia adalah narator atau penulis cerita. Dia digambarkan sebagai seseorang yang mengalami perasaan beragam, termasuk kehilangan ibunya dan rasa sesal.


2. Tema:

   - Rindu dan Kehilangan: Cerita ini mencerminkan tema perasaan rindu dan kehilangan, terutama dalam hubungan antara anak dan ibu. Protagonis merindukan ibunya setelah kehilangan, dan tema ini meresap ke seluruh cerita.


3. Latar atau Setting:

   - Latar cerita ini tampaknya adalah sebuah kampung atau lingkungan pedesaan di mana perempuan tua dan penulis cerita tinggal. Teks tidak memberikan informasi detail tentang lokasi yang tepat.


4. Sudut Pandang:

   - Sudut pandang dalam cerita ini tampaknya menggunakan sudut pandang orang pertama, di mana penulis cerita menggambarkan perasaan, pemikiran, dan pengalaman pribadinya.


5. Majas:

   - Tidak ada majas yang tampak dalam cerita ini.


6. Amanat:

   - Amanat yang dapat ditarik dari cerita ini adalah pentingnya menghargai orang yang kita cintai, terutama orang tua. Cerita ini juga menyoroti pentingnya menyampaikan perasaan dan rasa rindu kepada orang yang dicintai selagi masih ada kesempatan.


7. Nilai-nilai Kehidupan:

   - Kasih sayang: Cerita ini menunjukkan pentingnya hubungan antara ibu dan anak serta perasaan rindu yang dalam.

   - Kesedihan dan pengalaman: Cerita ini menggambarkan bagaimana orang mengatasi perasaan sedih dan penyesalan dalam kehidupan.


8. Ringkasan Cerita:

   Cerita ini menggambarkan perasaan rindu dan kehilangan seorang anak terhadap ibunya yang telah meninggal. Penulis cerita mengalami kehilangan yang mendalam dan merenungkan kenangan dengan ibunya. Cerita ini mencerminkan perasaan kehilangan dan rindu yang dalam dalam sebuah lingkungan pedesaan. Meskipun seorang perempuan tua menjadi figur sentral dalam cerita, fokus utama adalah perasaan rindu dan kehilangan yang dirasakan oleh penulis cerita setelah kepergian ibunya.



No comments:

Post a Comment